Sukses

Yuddy Chrisnandi: Optimalkan Peran Lemhannas Antisipisasi Dampak Konflik Global

Menurut Yuddy, seluruh bangsa Indonesia dan institusi-institusi negara khususnya Lemhannas harus memiliki kesadaran terhadap lima ketahanan nasional. Apa saja itu ?

Liputan6.com, Jakarta - Invasi Rusia ke Ukraina maupun konflik Timur Tengah telah memberikan dampak luar biasa terhadap perekonomian negara dan ketahanan global termasuk Indonesia.

Melihat hal itu, Yuddy Chrisnandi menilai peran Lemhannas sebagai lembaga yang menyelenggarakan pengkajian strategis mengenai permasalahan nasional dan internasional guna menjamin keutuhan negara, harus dioptimalkan.

Berikut disampaikan dalam acara diskusi tentang perdamaian dunia di tengah ancaman perang global sekaligus bedah buku 'Garuda & Trisula Hubungan Indonesia-Ukraina (1946-2022)', karya Yuddy Chrisnandi bersama Safrizal Rambe, di Aula Pikiran Rakyat, Bandung, Kamis (3/10/2024).

Menurut Yuddy, seluruh bangsa Indonesia dan institusi-institusi negara khususnya Lemhannas harus memiliki kesadaran terhadap lima ketahanan nasional, yaitu ketahanan pangan, ketahanan energi, ketahanan lingkungan dan alam, kekuatan agama dan budaya, lalu kemandirian nasional.

"Salah satu lembaga negara yang terfokus bidang tugasnya pada kajian-kajian ketahanan dan pertahanan nasional adalah Lemhannas," ujar Dubes RI untuk Ukraina, Armenia dan Georgia periode 2017-2021 tersebut.

Terkait ketahanan pangan, ia mengapresiasi peresmian 5 Batalyon di Papua terkait dengan tugas-tugas ketahanan teritorial dan ketahanan pangan yang diresmikan Panglima TNI. Ia meyakini ide bagus ini datang dari Presiden terpilih Prabowo Subianto.

"Ini harus diapresiasi dan saya sangat yakin bahwa ide dan gagasan ini datang dari Presiden terpilih Pak Prabowo. Dan ini harus kita dukung, jangan hanya di Papua 5 Batalyon TNI yang diberikan tugas pembinaan teritorial dan ketahanan pangan tapi di seluruh Indonesia yang memiliki kerawanan pangan," jelasnya.

Lemhannas yang dia usulkan saat jadi Menteri PANRB tahun 2015 agar menjadi lembaga yang langsung dibawah presiden, berharap agar dapat mengoptimalkan peran dalam mencetak pemimpin yang memiliki kekuatan menjaga ketahanan negara.

"Untuk itu peran Lemhannas adalah memodernisasi kurikulum, karena lingkungan global ini berubah, geopolitik itu tidak hanya cukup buat tantangan kita di ASEAN, serta perang bukan hanya konvensional tapi asimetrik. Jadi yang diajarkan tidak bisa hanya itu-itu saja," lanjutnya.

 

2 dari 3 halaman

Jadi Jembatan Negoisasi Perdamaian

Pada kesempatan itu, Guru Besar Universitas Nasional (Unas) ini juga menyampaikan langkah-langkah dan tindakan yang secara proaktif harus dilakukan oleh Indonesia di dalam politik luar negerinya.

"Pertama, ambil inisiatif sebagai jembatan negosiasi damai. Lakukan jembatan mempertemukan pemimpin Rusia dan pemimpin Ukraina," ucap Yuddy.

Terkait hal ini, ia memuji Presiden Joko Widodo maupun Presiden terpilih Prabowo Subianto yang sudah bertemu dengan pemimpin kedua negara yang sedang berperang yaitu Presiden Zelenskyy dan Presiden Putin.

"Apanya yang tidak mungkin. Indonesia ini teman bagi semua negara. Kita tidak punya beban serta menganut prinsip-prinsip hukum internasional dan prinsip-prinsip perdamaian, politik luar negeri yang bebas aktif, kita harus bisa melakukan inisiatif negosiasi damai," terangnya.

Kedua, Indonesia melakukan intensif dialog dengan negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan China sebagai negara superpower untuk mendorong kembali inisiatif-inisiatif perdamaian itu.

"Lalu, kita ini anggota G20 negara dengan rangking 16 terbesar dunia diantara 20 negara. Sebanyak 64% produk domestik bruto dunia ini ada di G20. Mainkan posisi G20 dan ambil inisiatif," lanjut Yuddy.

Kemudian, katanya, di dalam G20 itu ada G7 yang dipimpin oleh Italia yang ingin Timur Tengah berhenti berperang. Selain itu, dalam G20 itu juga ada G7 yang ingin perang Rusia-Ukraina berhenti.

"Kelima, kita ini mempunyai daya tawar dengan memimpin ASEAN yang menginisiasi Konferensi Asia-Afrika, kita yang menginisiasi negara-negara gerakan non-blok, kita juga negara muslim terbesar yang menjadi OIC (Organization of Islamic Conference) atau OKI," imbuhnya.

Kemudian, lanjutnya, daya tawar diplomasi internasional itu dipakai untuk membangun solidaritas dan kesadaran dunia bahwa perang itu berbahaya. Meskipun perangnya di Ukraina, namun akibatnya menyasar Indonesia dan negara-negara lain.

"Terakhir, memastikan bahwa Indonesia mendukung segala batas-batas teritorial integritas kemerdekaan negara manapun," ucap Yuddy.

 

3 dari 3 halaman

Indonesia Ikut Terdampak

Selanjutnya ia juga menyampaikan alasan mengapa Indonesia harus mengambil langkah-langkah dan upaya mendamaikan negara yang bertikai.

Pertama, peningkatan harga energi itu sampai 30%. Kedua, suplay bahan-bahan pokok distribusi ekonomi terganggu.

"Seperti gandum dari Ukraina 30 juta ton yang bisa menghidupi kebutuhan makan di Afrika tidak bisa keluar karena itu dampaknya jadi kekurangan pangan dan harganya jadi mahal," ujar Yuddy.

Kemudian, lanjutnya, inflasi global. Lalu kehilangan kesempatan-kesempatan ekonomi, kerusakan infrastruktur, dan kehilangan kesempatan untuk berinvestasi. "Kelima, ini masalah besar kemanusiaan, berkembangnya krisis pengungsi. Lalu keenam yaitu ekonomi drop, pertumbuhan ekonomi pasti turun," katanya.

Kemudian yang ketujuh, instabilitas keamanan dunia sudah pasti menjadi ancaman potensial pecahnya perang dunia ke-3.

"Setelah kita melihat begini, dampak perang dan kekacauan dunia ini pasti berdampak juga bagi Indonesia," tandasya.