Liputan6.com, Jakarta Hari ini menjadi hari pertama bagi kelompok hakim se-Indonesia mengajukan cuti massal bersama. Aksi tersebut dilakukan sebagai gerakan solidaritas bersama terkait kesejahteraan hakim yang dinilai tidak lagi diperhatikan.
Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) sebagai wadah kelompok gerakan cuti bersama hakim, menyatakan harus ada tunjangan yang harus dinaikkan dengan nominal 242 persen.
"242 persen itu diambil dari 100 persen tunjangan tahun 2012 dan 142 persen kenaikan. Totalnya 242," kata juru bicara SHI, Fauzan Arrasyid usai beraudiensi dengan pimpinan Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) di Gedung MA, Jakarta, Senin (7/10/2024).
Advertisement
Fauzan menjelaskan 142 persen adalah kenaikan dari tunjangan jabatan. Besaran itu dinilai masuk akal, sebab sudah selama 12 tahun para hakim tidak naik gaji.
"Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim yang Berada di Bawah Mahkamah Agung," ujar Fauzan.
Fauzan menyatakan, kenaikan tunjangan itu secara khusus untuk hakim pada golongan tingkat II, yang berada di pengadilan tingkat kabupaten/kota. Menurut dia, tunjangan yang tidak besar itu harus digunakan untuk berbagai kebutuhan.
"12 tahun tidak mengalami perubahan dan penyesuaian, tunjangan jabatan harus kami gunakan untuk biaya rumah, transport, untuk biaya kesehatan anak, istri, orang tua kami, Yang Mulia," Fauzan memungkasi.
Sebelumnya, para aktivis 98 yang tergabung dalam Pergerakan Advokat mendukung rencana Gerakan Cuti Bersama Hakim se-Indonesia yang akan dilaksanakan pada tanggal 7 hingga 11 Oktober 2024 mendatang.
SHI Gelar Gerakan Aksi Cuti Bersama 7 Oktober Hingga 11 Oktober 2024
Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) menggelar gerakan aksi cuti bersama mulai tanggal 7 Oktober hingga 11 Oktober 2024. Hal itu dalam rangka memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan para hakim.
Jajaran hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) sendiri tetap bertugas di tengah aksi cuti bersama. Namun begitu, mereka tetap mendukung adanya gerakan tersebut.
“Jadi kami mendukung, tapi jangan sampai menghilangkan hak-hak publik,” tutur Pejabat Humas PN Jakpus Zulkifli Atjo kepada wartawan, Senin (7/10/2024).
Menurutnya, dukungan dapat diberikan PN Jakpus dalam bentuk lainnya dan tidak harus menghentikan persidangan, khususnya yang terbentur batas waktu penyelesaian dan masa penahanan, seperti misalnya kasus tindak pidana korupsi.
“Mendukung itu dalam artian ya bisa kita menunda persidangan, bisa kita dengan finansial, dengan doa gitu. Tapi yang jelas kami mendukung,” jelas dia.
Advertisement
Gaji Kecil Jadi Celah Suap Hakim
Dalam kesempatan yang sama, Juru Bicara Komisi Yudisial (KY), Mukti Fajar Nur Dewata, menyatakan kesejahteraan hakim menjadi celah potensial untuk masuknya perbuatan yang dapat melanggar kode etik dan integritas hakim. Maka dari itu, KY terus mendorong tata kinerja hakim agar tidak menyimpang.
"Ini sangat terkait, sangat potensi untuk masuknya perbuatan-perbuatan yang terkadang melanggar kode etik dan integritas. Selain memilih hakim agung, KY juga mengawasi hakim," ujar Mukti saat menyampaikan pernyataan dalam audiensi bersama SHI.
Mukti mengakui, pemantauan KY terhadap para hakim ke berbagai daerah ditemukan kejadian miris. Sebab banyak hakim tidak mendapat fasilitas yang seharusnya dapat melindungi dirinya, seperti keamanan dan perumahan.
"Ini tentunya menjadi konsen sekali bagi KY dan MA mengawal proses peningkatan kesejahteraan hakim," Mukti menandasi.