Sukses

Perjuangkan Kesejahteraan, Solidaritas Hakim Indonesia Akan ke DPR Hari ini

Para hakim di Indonesia melakukan aksi cuti masal mulai dari 7 Oktober 2024 hingga sepekan ke depan.

Liputan6.com, Jakarta - Para hakim di Indonesia melakukan aksi cuti masal mulai dari 7 Oktober 2024 hingga sepekan ke depan. Salah satu agendanya, adalah mengadvokasi soal kesejahteraan mereka yang mandek dan merasa tidak lagi diperhatikan.

Juru Bicara Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) Fauzan Arrasyid mengatakan, hari ini pihaknya akan mengadu ke DPR RI, (8/10/2024). Menurut dia, ada empat agenda yang dibawa untuk membicarakan nasib hakim di Indonesia, khususnya mereka yang tinggal di kabupaten pelosok negeri.

"Insya Allah (ke DPR hari ini). Pintu sudah terbuka untuk kita," ujar Fauzan saat dikonfirmasi, Selasa (8/10/2024).

Fauzan mengungkap, empat hal yang akan disuarakan adalah mendukung pimpinan MA untuk mendorong perubahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 tahun 2012.

“PP 94 tahun 2012 yang notabanenya, pertama, 12 tahun tidak mengalami perubahan dan penyesuaian, tunjangan jabatan kami harus kami gunakan untuk biaya rumah, transport, untuk biaya kesehatan anak istri, orang tua kami Yang Mulia,” tutur Fauzan.

“Sehingga tunjangan kami jabatan kami yang dibilang Rp 8,5 juta untuk hakim-hakim yang ulang tahun itu habis semua untuk kebutuhan dasar," imbuh dia.

Kedua, sambung Fauzan, SHI mendorong Rancangan Undang-undang (RUU) Jabatan Hakim kembali didiskusikan di DPR. Sebab SHI meyakini, kesejahteraan tidak akan bisa menjamin semua hakim akan bersih saat menjalankan tugas.

"Kami yakin dan percaya ada banyak kepentingan di dalam RUU Jabatan Hakim, maka ini kalau tidak didiskusikan kapan selesainya? Maka kami mendorong untuk diperkuat juga pengawasan terhadap kami, dari proses seleksi, dari proses status jabatan kami,” tegas Fauzan.

2 dari 4 halaman

Tuntut RUU Contempt of Court

Fauzan meneruskan, agenda ketiga adalah tuntutan RUU Contempt of Court. Alasannya, ada banyak intervensi juga pelecehan yang terjadi di lingkungan persidangan dan lingkungan gedung pengadilan.

Terakhir, Fauzan mencatat SHI mendorong PP tentang Jaminan Keamanan terhadap Hakim, istri dan anak-anaknya. Alasannya, banyaknya laporan keluarga hakim di daerah mendapatkan intimidasi.

"Kami di daerah kena intimidasi, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Kami sudah himpun cerita teman-teman kami di daerah,“ dia menandasi.

3 dari 4 halaman

MA Sebut Tak Ada Mogok Kerja dan Cuti Bersama Hakim

Mahkamah Agung (MA) menegaskan tidak ada peristiwa mogok kerja massal atau pun cuti bersama hakim di seluruh Indonesia yang dimulai pada Senin (7/10/2024). Lembaga tersebut juga telah melakukan audiensi dengan jajaran Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) selaku pencetus aksi ‘Gerakan Cuti Bersama Hakim Se-Indonesia’.

"Saya harus jelaskan bahwa tidak ada mogok massal, tidak ada cuti bersama. Ini nomenklatur ini dijelaskan dulu. Karena mogok kaitanya dengan tidak berjalan, ini enggak ada mogok," tutur Juru Bicara (Jubir) Mahkamah Agung Suharto kepada wartawan, Senin (7/10/2024).

Suharto menyatakan bahwa cuti bersama merupakan jadwal yang diatur oleh pemerintah. Seperti misalnya diterapkan pada beberapa tanggal yang dekat dengan peringatan keagamaan, ataupun yang diapit dua hari libur.

"Kalau adik-adik hakim ini, kawan-kawan SHI, bukan cuti bersama. Mereka menggunakan hak cutinya secara berbarengan, karena tanggalnya mereka yang pilih, ya jadi bukan cuti bersama. Bukan juga mogok, tapi cuti yang tanggalnya secara berbarengan dia pilih," jelas Suharto.

MA sendiri tidak mempermasalahkan para hakim mengambil cuti di tanggal yang sama antara satu dengan lainnya. Hanya saja, tetap jangan sampai mengganggu jalannya persidangan di pengadilan.

"Dari sisi kami, itu sudah saya tandaskan berkali-kali, cuti adalah hak mereka, selama tidak mengganggu jalannya persidangan," Suharto menandaskan.

Diketahui, ribuan hakim melakukan protes atas gaji dan tunjangan yang dinilai tidak memadai. Hal itu pun memicu terjadinya aksi 'Gerakan Cuti Bersama Hakim Se-Indonesia' yang dimulai pada tanggal 7 Oktober hingga 11 Oktober 2024.

Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) menyebut, urusan kesejahteraan dan independensi para hakim telah terabaikan selama bertahun-tahun. Gerakan itu pun muncul untuk memperjuangkan profesi hakim dan sistem hukum di Indonesia, serta bertujuan untuk menyuarakan aspirasi para hakim.

"Akibat tunjangan yang tidak mengalami penyesuaian selama 12 tahun, kini banyak hakim yang tidak mampu membawa keluarganya ke daerah penempatan kerja. Jika harus membawa seluruh anggota keluarga, hakim memerlukan biaya yang cukup besar, yang tidak dapat ditanggung dengan penghasilan mereka saat ini," kata Juru Bicara SHI, Fauzan Arrasyid kepada wartawan.

4 dari 4 halaman

Tuntutan Hakim Se-Indonesia dalam Aksi Cuti Bersama

Adapun tuntutan dari Gerakan Cuti Bersama Hakim Se-Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Menuntut Presiden Republik Indonesia segera merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim di bawah Mahkamah Agung, untuk menyesuaikan gaji dan tunjangan hakim sesuai dengan standar hidup layak dan besarnya tanggung jawab profesi hakim;

2. Mendesak pemerintah untuk menyusun Peraturan Perlindungan Jaminan Keamanan bagi Hakim, mengingat banyaknya insiden kekerasan yang menimpa hakim di berbagai wilayah pengadilan. Jaminan keamanan ini penting untuk memastikan bahwa hakim dapat menjalankan tugasnya tanpa tekanan atau ancaman;

3. Mendukung Mahkamah Agung RI dan PP IKAHI (Ikatan Hakim Indonesia) untuk berperan aktif dalam mendorong revisi PP 94/2012, dan memastikan bahwa suara seluruh hakim di Indonesia didengar dan diperjuangkan;

4. Mengajak seluruh hakim di Indonesia untuk memperjuangkan perbaikan kesejahteraan hakim secara bersama melalui aksi cuti bersama pada tanggal 7-11 Oktober 2024, sebagai bentuk protes damai dan menunjukkan kepada pemerintah bahwa kesejahteraan hakim adalah isu yang sangat mendesak;

5. Mendorong PP IKAHI untuk memperjuangkan RUU Jabatan Hakim agar kembali dibahas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan segera disahkan, sehingga pengaturan kesejahteraan hakim dapat diatur dalam kerangka hukum yang lebih komprehensif dan berkelanjutan.