Sukses

Muncul Eksaminasi, Hakim PK Mardani Maming Diminta Jaga Independensi

Pada 6 Juni 2024, Mardani Maming kemudian mengajukan PK ke MA.

Liputan6.com, Jakarta - Eksaminasi para pakar hukum terhadap perkara terpidana korupsi izin usaha pertambangan (IUP) Mardani Maming menjadi sorotan. Eksaminasi itu dituangkan ke dalam sebuah buku di tengah proses peninjauan kembali (PK) Mardani Maming di Mahkamah Agung (MA).

Dalam eksaminasi, pakar hukum menyoroti SK Bupati Nomor 296/2011 tentang Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) dari PT BKPL kepada PT PCN. Mereka menilai, SK itu tidak melanggar aturan.

Pakar Hukum Pidana Universitas Bung Karno atau UBK, Hudi Yusuf menanggapi langkah para pakar hukum yang melakukan eksaminasi terhadap perkara korupsi Mardani H. Maming.

“Kekalahan di pengadilan pertama, banding dan kasasi selanjutnya melakukan eksaminasi saat proses PK berlangsung, jika sudah kalah 3:0, (para pakar hukum) apakah tidak yakin dengan putusan yang sudah ada, apakah eksaminasi untuk kepentingan hukum atau kepentingan lain,” tegas Hudi, Senin (7/10).

Hudi meyakini, eksaminasi para pakar hukum terhadap perkara Mardani Maming akan menganggu Majelis Hakim di tengah proses peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA) yang diajukan eks Bendum PBNU tersebut. Hudi berharap, para Majelis Hakim PK Mardani H Maming dapat tetap menjaga independensi.

“Terkait indepedensi hakim menurut saya pasti akan terganggu karena terkesan hakim diawasi namun saya yakin hakim profesional dapat mengatasi itu semua,” jelas Hudi.

Hudi lantas menjelaskan, bahwa eksaminasi dapat dilakukan saat putusan sudah mempunyai kekuatan hukum tetap atau saat perkara masih jalan. Syaratnya, kata Hudi, eksaminasi bisa dilakukan apabila proses peradilan dianggap sesat atau ada prosedur yang tidak sesuai.

“Iya (harapanya) hakim tetap independen apapun kondisi (dalam memutus PK Mardani H Maming,” pungkas Hudi.

2 dari 2 halaman

Ajukan PK

Sebelumnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin menjatuhkan vonis 10 tahun penjara, denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan, dan uang pengganti Rp110,6 miliar. Mardani dinyatakan terbukti bersalah melanggar Pasal 12 huruf b juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Mardani, yang sebelumnya Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia, didakwa menerima hadiah atau gratifikasi dengan total tidak kurang dari Rp118 miliar saat menjabat Bupati Tanah Bumbu.

Gratifikasi tersebut terkait SK Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011 tentang persetujuan pengalihan IUP OP dari PT BKPL kepada PT PCN. Tak terima dengan putusan Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Mardan Maming mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Banjarmasin.

Majelis hakim PT Banjarmasin justru menambah hukuman penjara Mardani menjadi 12 tahun. Masih tak terima, Mardani H Maming mengajukan kasasi ke MA. Hakim Agung Suhadi didampingi Hakim Agung Agustinus Purnomo Hadi dan Hakim Agung Suharto, tegas menolak kasasi tersebut.

Selain itu, majelis hakim MA menghukum Mardani Maming harus membayar uang pengganti Rp110.604.371.752 (Rp110,6 miliar) subsider 4 tahun penjara.

Pada 6 Juni 2024, Mardani Maming kemudian mengajukan PK ke MA. PK itu bernomor 784/PAN.PN/W15-U1/HK2.2/IV/2024.

Sumber: Titin Supriatin/Merdeka.com