Sukses

Jaksa Agung Diminta Tak Berafiliasi ke Partai Politik

Jaksa Agung sebaiknya tidak memiliki hubungan keluarga dengan pengurus partai politik manapun yang ada di Indonesia saat ini.

Liputan6.com, Jakarta - Jaksa Agung tidak boleh berafiliasi dengan partai politik. Hal itu sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 6/PUU-XXII/2024 yang membahas syarat jabatan Jaksa Agung dan pengaruhnya terhadap independensi Kejaksaan dalam sistem peradilan pidana.

“Sekali pun ditunjuk presiden, memang sebaiknya jabatan jaksa agung diisi non partisan partai, biar bisa profesional dan mencegah politisasi kasus,” tutur Direktur Eksekutif Centre of Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi.

Putusan itu memberikan gambaran kriteria sosok yang menjabat Jaksa Agung. Yakni, sosok yang bebas dari kepentingan politik seperti tidak pernah menjadi pengurus partai dalam lima tahun terakhir.

Selain itu, Jaksa Agung sebaiknya tidak memiliki hubungan keluarga dengan pengurus partai politik manapun yang ada di Indonesia saat ini. Tujuannya, untuk memastikan independensi Jaksa Agung dalam menjalankan tugasnya, khususnya dalam penegakan hukum.

Kriteria tersebut akan menghilangkan potensi konflik kepentingan akibat afiliasi politik. Dengan demikian, Kejaksaan Agung dapat bekerja secara lebih netral apabila dipimpin oleh sosok Jaksa Agung yang tidak berafiliasi dengan partai politik.

 

2 dari 3 halaman

Pemilihan Harus Berdasarkan Kompetensi dan Integritas

Larangan ini agar menutup peluang bagi partai politik untuk menempatkan kader mereka di posisi Jaksa Agung, sehingga memastikan bahwa pemilihan Jaksa Agung didasarkan pada kompetensi dan integritas, bukan kepentingan politik.

Secara politik, putusan MK No. 6/PUU-XXII/2024 dapat meminimalisasi intervensi partai dalam sistem hukum, terutama dalam kasus yang melibatkan tokoh politik. Sekaligus, memperkuat prinsip penegakan hukum harus bebas dari pengaruh politik, menciptakan iklim politik yang lebih sehat dan kompetitif.

3 dari 3 halaman

Jaksa Agung yang Netral Lebih Efektif

Di sisi lain, partai-partai politik kemungkinan akan merasa terhambat dalam mengendalikan proses hukum yang melibatkan kader mereka. Namun, kondisi itu justru menciptakan standar tata kelola pemerintahan yang lebih bersih dan transparan.

"Sebab, Jaksa Agung yang netral akan lebih efektif dalam memberantas korupsi dan memastikan proses hukum berjalan tanpa campur tangan politik. Namun, pengawasan terhadap implementasi aturan ini juga harus ketat untuk memastikan calon Jaksa Agung bebas dari afiliasi politik," tambahnya.

Lebih lanjut, kriteria Jaksa Agung yang independen akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem hukum yang berani, transparan jujur dan adil, serta mengurangi potensi penyalahgunaan kekuasaan oleh partai politik, dan memperbaiki tata kelola pemerintahan.

"Implementasi yang konsisten akan menjadi kunci keberhasilan putusan ini," pungkasnya.