Liputan6.com, Jakarta Banyuwangi tak pernah bosan menampilkan potensi lokalnya lewat sederet event dan festival berskala nasional. Terbaru, ajang Banyuwangi Batik Festival yang digelar di Hutan De Djawatan berhasil digelar pada Sabtu sore (19/10/2024). Tak hanya berhasil menggaet ribuan pengunjung, gelaran yang merupakan agenda tahunan ini juga berhasil menampilkan potensi tinggi batik Banyuwangi di panggung nasional.
Usung Motif Lawas Khas Banyuwangi
Dalam gelaran Banyuwangi Batik Festival (BFF) kali ini, ‘Jenon’ yang merupakan motif lawas batik khas Banyuwangi ikut diangkat. Motif ini sendiri berbentuk ketupat yang mengandung filosofi khusus. Ketupat atau kupat dalam bahasa lokal memiliki arti ‘ngaku lepat’ atau dalam bahasa Indonesia berarti mengakui kesalahan. Kupat sendiri terbuat dari janur yang memiliki makna ‘sejatining nur’ atau cahaya sejati.
Baca Juga
Festival yang satu ini juga memamerkan berbagai produk batik yang khas mulai dari kain, pakaian siap pakai, hingga aksesori cantik yang bisa dibeli oleh para pengunjung.
Advertisement
"Festival ini menjadi wadah bagi para pembatik dan desainer lokal untuk menampilkan karya-karya mereka yang tidak hanya mempertahankan nilai-nilai tradisional, tetapi juga menghadirkan sentuhan modern yang sangat menarik," kata Plt. Bupati Banyuwangi Sugirah saat membuka ajang tersebut.
Tampilkan Koleksi Memukau
Seperti gelaran sebelumnya, BFF juga menampilkan sesi fashion show yang menjadi andalan untuk mengenalkan koleksi batik yang memukau. Sekitar 20 pembatik yang berpartisipasi mengusung konsep Batik Jenon dalam karya mereka.
Dengan latar hutan trembesi yang telah berusia ratusan tahun, para model memeragakan busana batik yang dipadupadankan dengan seni Jaranan Buto dalam 5 sub tema, mulai dari Mahkota, Pecut, Cakil, Kuda Lumping, dan Terdada.
Salah satu pembatik lokal yang juga eksis dalam gelaran tersebut adalah Najiha Batik milik Umi Najiha. Ia mengusung sub tema Mahkota yang menonjolkan aksesoris kepala Jaranan Buto lengkap dengan ciri khas belah ketupat ala Batik Jenon.
"Persiapannya selama 2 bulan untuk proses desain dan fitting dengan peraga. Alhamdulillah, kami bisa membuktikan batik Banyuwangi juga bisa sebagai fashion, bukan hanya pakaian yang dipakai sehari-hari," kata Najiha.
Ia mengatakan potensi Batik Banyuwangi sangatlah besar, mengingat Banyuwangi memiliki puluhan variasi motif.
"Batik Banyuwangi memiliki daya tarik tersendiri yang membuatnya berbeda dari batik daerah lain. Motif-motifnya kaya akan makna dan warna yang cerah. Ini membuat batik Banyuwangi semakin diminati oleh pasar nasional," tuturnya.
Hal yang sama juga disampaikan Susi, pemilik Batik Gondo Arum. Ia menyampaikan setiap tahunnya antusiasme terhadap batik Banyuwangi terus meningkat. Susi mengaku bisa mendapatkan omset hingga 40 juta rupiah per bulan.
"Pasar batik Banyuwangi sangat luar biasa. Kami banyak dapat orderan bahkan hingga ke Papua, Kalimantan, bahkan Malaysia. Dengan event ini, kami juga berharap bisa menambah lebih banyak koneksi dengan pecinta batik dari daerah-daerah lainnya," ujar Susi, yang sudah menggeluti seni membatik selama 13 tahun itu.
Sugirah menjelaskan event BBF bukan sekedar acara fashion semata, namun merupakan upaya Banyuwangi untuk terus melestarikan batik khas Banyuwangi sekaligus menumbuhkan ekosistem industri batik di Banyuwangi.
"Setiap tahunnya ajang BBF mengangkat motif batik banyuwangi yang berbeda. Dengan begitu, kami berharap Batik Banyuwangi dapat semakin dikenal dan mampu bersaing pasar nasional bahkan dunia," ucapnya.
Advertisement