Sukses

Natalius Pigai Heran Anggaran Kementerian HAM Cuma Dijatah Rp64 Miliar

Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai menyoroti anggaran Kementerian HAM yang hanya mendapatkan jatah Rp64 miliar.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai menyoroti anggaran Kementerian HAM yang hanya mendapatkan jatah Rp64 miliar. Natalius Pigai pun meminta tim transisi segera melakukan perombakan demi tercapainya visi misi Presiden Prabowo Subianto.

"Kenapa Presiden mau bikin Kementerian HAM, berarti ada sesuatu besar yang mau dibikin. Maka tim transisi rombak itu anggaran. Rombak itu. Dari Rp20 triliun cuma Rp64 miliar, enggak bisa, tidak tersampaikan kinerja visi misi Presiden RI Prabowo Subianto," ujar Pigai di Gedung Kemenkumham, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (21/10/2024).

Pigai pun mengulas Asta Cita Prabowo, yang di dalamnya berisikan empat poin penting dengan HAM di posisi paling atas, disusul demokrasi hingga keadilan. Hal itu berarti pembentukan Kementerian HAM memiliki tujuan besar.

Dalam paparan awal, data tim transisi Kemenko Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, menunjukkan bahwa Kementerian HAM mendapatkan pagu anggaran terkecil yakni Rp64 miliar.

Sementara yang lain seperti Kementerian Hukum mendapatkan pagu anggaran Rp7,2 triliun, serta Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan dengan pagu anggaran Rp13,3 triliun.

"Saya maunya anggaran itu di atas Rp20 triliun, tapi itu kan kalau negara itu ada kemampuan. Saya pekerja lama di HAM, kalau negara punya anggaran, saya mau segitu," jelas Pigai.

Lebih lanjut, Pigai mengaku sudah berkomunikasi dengan Ketua Bappenas dan Menteri Keuangan terkait anggaran Menteri HAM.

"Saya sudah bicara langsung dengan Ketua Bappenas dan saya sudah bicara Menteri Keuangan bahwa kami akan membangun pembangunan HAM, baik fisik dan non fisik," Pigai menandaskan.

2 dari 2 halaman

Natalius Pigai, Pendekar HAM yang Diangkat Jadi Menteri Hak Asasi Manusia

Presiden Prabowo Subianto menunjuk Natalius Pigai sebagai Menteri Hak Asasi Manusia. Nama Natalius disampaikan Prabowo melalui pengumuman kabinet kerja pemerintahan 2024-2029. Prabowo sendiri menamakan kabinetnya Kabinet Merah Putih. 

"Natalius Pigai SIP, Menteri Hak Asasi Manusia," kata Prabowo saat mengumumkan nama menteri di Istana, Jakarta, Minggu malam (20/10/2024).

Seperti dilansir dari Antara, Natalius Pigai merupakan tokoh asal Papua Tengah, Ia dikenal sebagai sosok yang vokal dalam memperjuangkan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia. Ia memiliki rekam jejak panjang sebagai pembela HAM, khususnya dalam isu-isu yang menyangkut hak-hak masyarakat Papua.

Lahir di Paniai, Papua Tengah, Natalius tumbuh di lingkungan keluarga sederhana bersama dua saudaranya, Yulius Pigai dan Hengky Pigai. Pendidikan formalnya ditempuh di Sekolah Tinggi Pemerintahan Masyarakat Desa, Yogyakarta, di mana ia meraih gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan (S.I.P.).

Selain pendidikan formal, Natalius juga menempa diri dengan berbagai program pendidikan non-formal, termasuk pendidikan statistika di Universitas Indonesia pada 2003, pelatihan peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 2005, dan pelatihan kepemimpinan di Lembaga Administrasi Negara pada 2010-2011.

Natalius memulai karier profesionalnya sebagai staf khusus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada era Ir. Alhilal Hamdi dan Yacob Nuwa Wea dari 1999 hingga 2004. Pada periode ini, ia juga berperan sebagai moderator dialog interaktif di TVRI, membahas isu-isu politik dan pemerintahan dari 2006 hingga 2008.

Selain itu, Natalius pernah menjabat sebagai Konsultan Deputi Pengawasan BRR Aceh-Nias dan tim asistensi di Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri di bawah Prof. Dr. Djohermansyah Johan dari 2010 hingga 2012.

Sebagai Putra Papua, Natalius Pigai tak hanya aktif di pemerintahan, tetapi juga dalam berbagai organisasi masyarakat sipil. Ia terlibat di Yayasan Sejati yang memperjuangkan hak-hak kelompok terpinggir di Papua, Dayak, Sasak, dan Aceh pada 1999 hingga 2002.

Natalius juga pernah menjadi staf peneliti di Graha Budaya Indonesia-Jepang (1998-2001) serta staf Yayasan Cindelaras yang fokus pada pengembangan kearifan lokal dan hak-hak petani.