Sukses

Kasus Dugaan Korupsi Timah Dinilai Pengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Bangka Belitung yang Kian Menurun

Dinamika industri timah, terutama terkait kasus dugaan korupsi sebesar Rp300 triliun, memberikan dampak besar terhadap ekonomi Provinsi Bangka Belitung tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - Memasuki tahun 2024, sektor pertimahan yang menjadi tulang punggung perekonomian Bangka Belitung menghadapi tantangan serius.

Dinamika industri timah, terutama terkait kasus dugaan korupsi sebesar Rp300 triliun, memberikan dampak besar terhadap ekonomi Provinsi Bangka Belitung tersebut.

Aktris asal Bangka Belitung, Sandra Dewi mengungkapkan bahwa situasi di provinsinya kini semakin mencekam setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) mulai mengusut kasus korupsi yang melibatkan PT Timah dan sejumlah perusahaan swasta.

"Keadaan Bangka Belitung pun menjadi mencekam, banyak terjadi pencurian, perampokan, dan begal di mana-mana," ujar Sandra beberapa waktu lalu saat menjadi saksi kasus dugaan korupsi sang suami Harvey Moeis di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Dia mengatakan, imbas dari kasus ini tercermin dalam pertumbuhan ekonomi yang melambat, dengan hanya mencapai 1,01% pada triwulan pertama dan sedikit meningkat menjadi 1,03% di triwulan kedua.

Sementara, Akademisi sekaligus Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Bangka Belitung (UBB) Devi Valeriani menilai, penurunan ekspor timah yang mendominasi sekitar 80% dari total ekspor provinsi ini sangat memengaruhi laju pertumbuhan ekonomi.

"Pada Januari 2024, nilai ekspor hanya mencapai US$29,79 juta, turun 82,55% dibandingkan Desember 2023 yang mencapai US$170,64 juta. Disinyalir penurunan ekspor ini, karena tidak adanya ekspor timah selama Januari 2024," kata Devi dalam keterangan tertulis, Senin (21/10/2024).

Dia menjabarkan, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Bangka Belitung, sektor pertambangan dan penggalian terkontraksi hingga 10,09% secara tahunan (Y-on-Y) pada triwulan pertama 2024, melanjutkan tren penurunan dari triwulan sebelumnya. Kondisi ini diperparah oleh konflik antara PT Timah dan mitra-mitranya yang memicu anjloknya ekspor.

 

2 dari 3 halaman

Konflik yang Terjadi

Devi juga menjelaskan, pengusutan kasus korupsi oleh Kejagung semakin memperburuk situasi ekonomi di Bangka Belitung.

Konflik yang melibatkan PT Timah dan mitra-mitranya tidak hanya memicu penurunan ekspor, tetapi juga berdampak langsung pada ribuan pekerja yang terlibat dalam industri timah, mengancam penghidupan mereka.

"Kita bisa mengasumsikan berdasarkan data terdapat 33 smelter dan 30 eksportir Timah di Bangka Belitung, dengan jumlah variative tenaga kerjanya. Sehingga sangat terdampak signifikan ketika goncangan terjadi pada bidang pekerjaannya terhadap tenaga kerja. Keadaan ini menjadi salah satu penyebab terbentuknya pengangguran di Bangka Belitung," kata Devi.

Dia mengatakan, ketergantungan masyarakat terhadap sektor timah sangat besar, sekitar 80% ekonomi daerah bergantung pada sektor ini. Ketika terjadi masalah pada sektor ini, dampaknya terasa hingga menyebabkan pengangguran meluas.

"Berdasarkan data, dari Februari 2023 hingga Februari 2024, terjadi penurunan jumlah pekerja di sektor pertambangan dan penggalian sebesar 34.760 orang. Hal ini memicu berbagai efek negatif lainnya, seperti menurunnya daya beli masyarakat dan meningkatnya angka putus sekolah serta kriminalitas," terang Devi.

"Masyarakat dalam hal ini tenaga kerja yang mengalami PHK tentunya memiliki tanggung jawab bagaimana memenuhi kebutuhan sehari-harinya dan bagaimana menyelesaikan kredit jika memiliki hutang. Rendahnya daya beli berarti rendahnya konsumsi, yang sangat beririsan selanjutnya dengan produksi," jelas dia.

 

3 dari 3 halaman

Daya Beli Masyarakat Belitung Menurun

Sebelumnya, Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO) Budihardjo Iduansjah mengungkapkan bahwa daya beli masyarakat di Bangka Belitung menurun drastis.

"Di Bangka lagi turun karena di wilayah yang mengandalkan sumber daya alam, ketika industrinya lagi turun ya ikutan turun juga perekonomiannya," kata Budihardjo Iduansjah dalam keterangannya.

Lalu, Kepala Dinas Tenaga Kerja Bangka Belitung, Elius Gani menyebut, penutupan sejumlah perusahaan sawit yang terkait dengan pemilik smelter timah turut memperparah kondisi ekonomi.

"Kalau dibandingkan dengan angka tahun lalu ada 38 pekerja yang di-PHK, saat ini 1.527 orang kena PHK maka ada lonjakan signifikan karena adanya perusahaan smelter yang tutup sebagai akibat dari penertiban tata kelola timah," terang dia.

Ekonomi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada triwulan II-2024 hanya tumbuh 1,03%, jauh melambat dibandingkan 5,13% pada periode yang sama tahun lalu. Elius menambahkan, peluang kerja pun menjadi semakin terbatas.

"Untuk sektor timah ada 6 smelter yang ditutup, termasuk juga ada beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan smelter itu, di luar smelter ada 8, total 14 usaha yang ditutup. Pekerja terkena PHK ada sebanyak 1.372 orang," jelas Elius.

Kemudian, Ketua Harian Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI) Eka Mulya Putra menilai bahwa masalah tata kelola timah perlu segera diselesaikan.

"Penurunan kinerja ekspor selain dampak dari pengusutan tindak pidana korupsi timah juga diakibatkan sedikitnya RKAB yang disetujui. Akibatnya realisasi RKAB tidak maksimal. Dan ekonomi babel pun melambat. 80 persen ekspor babel berasal dari timah sedangkan 60 persen ekonomi babel digerakan oleh perdagangan timah," ucap Eka.

"Dinamika ini menyebabkan ekonomi Bangka Belitung mengalami perlambatan, dengan 80% ekspor provinsi bergantung pada timah dan 60% aktivitas ekonominya didorong oleh perdagangan timah," tandas dia.