Sukses

Ini Kisah Nurlia, Seorang Penderita Tumor Ganas yang Rasakan Manfaat JKN-KIS

Di tengah kesulitan, Nurlia merasakan harapan karena biaya pengobatan ditanggung pemerintah berkat statusnya sebagai peserta Kartu Indonesia Sehat (KIS).

Liputan6.com, Jakarta Di atas kursi roda, wanita itu terisak. Suaranya tercekat, menyela ceritanya. Dengan tangan kanannya, ia menyeka air mata yang mengalir di sudut matanya.

Keharuan menyelimuti ruangan, membuat semua orang terdiam. Dengan suara bergetar, wanita berbaju merah itu melanjutkan, “Saya didiagnosis menderita tumor ganas.”

Wanita itu adalah Daeng Nurlia, yang pada Rabu, 23 Mei 2018, berbagi pengalaman hidupnya di Istana Negara. Ia diundang oleh Presiden Joko Widodo sebagai salah satu penerima manfaat Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).

Nurlia, yang duduk di samping podium tempat Jokowi berdiri, mengingat saat pertama kali didiagnosis menderita tumor ganas di persendian kakinya pada Juni 2016, bertepatan dengan bulan Ramadan.

"Saya terkejut. Sebelum hasil pemeriksaan, saya mengira ini hanya sakit biasa," ujarnya.

Diagnosis tersebut datang seperti petir di siang bolong. Ia terkejut dan semakin bingung saat dokter menyarankan operasi untuk mengangkat tumor tersebut. Nurlia pun langsung berpikir tentang biaya perawatan yang besar, belum lagi biaya makan dan transportasi untuk bolak-balik ke rumah sakit.

“Saya orang susah, tidak punya,” ucapnya lirih.

 

Namun, Nurlia tahu penyakitnya harus disembuhkan. Ia menjalani operasi dan enam kali kemoterapi, tetapi setelah pemeriksaan ulang, dokter mengatakan tumor itu masih ada dan bahkan lebih ganas.

“Saya harus menjalani operasi lagi, sampai empat kali. Stres memikirkan penyakit yang tak kunjung sembuh,” ungkapnya.

Di tengah kesulitan itu, Nurlia merasakan harapan. Biaya pengobatannya ditanggung pemerintah berkat statusnya sebagai peserta Kartu Indonesia Sehat (KIS). Ini memberinya semangat untuk terus berjuang.

“Dengan adanya KIS, saya bisa bangkit lagi, mengingat anak-anak saya masih sekolah. Terima kasih kepada pemerintah dan negara,” kata Nurlia dengan penuh rasa syukur.

2 dari 3 halaman

Bantalan Kesehatan Masyarakat

JKN-KIS memang jadi bantalan kesehatan masyarakat. Program perlindungan kesehatan ini telah melalui perjalanan panjang. Program perlindungan kesehatan ini bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan yang bersifat wajib berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 2004.

Tujuh tahun berselang, pemerintah menetapkan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Pemerintah menunjuk PT Askes (Persero) sebagai penyelenggara program jaminan sosial di bidang kesehatan. Berubahlah PT Askes menjadi BPJS Kesehatan.

Pada 1 Januari 2014, BPJS Kesehatan resmi beroperasi. JKN jadi program utamanya. Keanggotaan program ini ditandai dengan kepemilikan KIS. Bagi peserta JKN-KIS yang tidak mampu, bisa menjadi Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari pemerintah. Bagi mereka yang mampu membayar, termasuk bukan penerima bantuan iuran jaminan kesehatan (Non PBI).

Para peserta BPJS Kesehatan mendapat banyak manfaat JKN-KIS ini. Mereka bisa mendapat layanan kesehatan tingkat pertama, semisal rawat inap intensif atau non-intensif. Peserta BPJS Kesehatan juga mendapatkan rujukan untuk perawatan lanjutan, baik seperti rawat jalan maupun rawat inap.

Penyelenggaraan JKN-KIS oleh BPJS Kesehatan ini membuat negara lain kagum. Simak saja pidato Jokowi saat groundbreaking kantor BPJS Kesehatan di Ibu Kota Nusantara pada 1 Maret 2024.

Mantan Wali Kota Solo itu mengaku sempat ditanya oleh Barack Obama tentang JKN-KIS. Saat menjabat sebagai presiden Amerika Serikat, Obama merasa heran dengan JKN-KIS berjalan baik di Indonesia.

“Seingat saya dua-tiga kali, Presiden Obama menanyakan kepada saya, tapi tahun-tahun 2015 saat itu, jadi saya belum bisa cerita sebangga ini,” kata Jokowi.

Obama, tambah Jokowi, bertanya pada mengapa jaminan kesehatan di Indonesia bisa berjalan dengan baik, sedangkan jaminan kesehatan yang dijalankan oleh Amerika, Obamacare, tidak sebaik BPJS Kesehatan. Kala itu, Jokowi belum bisa membandingkan kedua program jaminan kesehatan tersebut.

“Tapi setelah sekian tahun saya ke lapangan, saya bisa melihat bahwa memang berbeda,” tambah Jokowi.

Menurut mantan Gubernur DKI Jakarta itu, perbedaan pertama adalah jaminan kesehatan Indonesia ada rujukan puskesmas. Sedangkan di Amerika tidak ada puskesmas, sehingga semua pasien langsung ke rumah sakit yang menjadikan semua beban ke rumah sakit.

“Di sini masih ditahan di puskesmas, baru kalau yang berat masuk ke rumah sakit,” tutur Jokowi.

Perbedaan ke dua, mengenai aging populasinya. Komposisi usia produktif di Indonesia terbanyak, sehingga beban dari BPJS Kesehatan menjadi lebih ringan dibandingkan di Amerika.

“Saya banding-bandingin, oh ini. Dia enggak bisa jalan dan kita bisa berjalan dengan baik, karena dukungan-dukungan yang tadi saya sampaikan,” papar Jokowi.

Dari jumlah peserta, JKN-KIS juga jauh lebih besar dari Obamacare. Pada 2019, Jusuf Kalla yang kala itu masih menjabat sebagai wakil presiden bahkan menyebut BPJS Kesehatan merupakan asuransi kesehatan terbesar di dunia. Saat itu, jumlah anggota lebih dari 215 juta orang. Lebih besar dari Obamacare yang hanya mampu merekrut 25 juta anggota.

“Kita salah satu lembaga asuransi kesehatan mungkin yang terbesar di dunia dengan sekarang ini laporan BPJS sudah 215 juta anggotannya. Obama Care hanya 25 juta. Sudah dibubarin oleh Trump (Presiden AS)," ujar Jusuf Kalla, Kamis 17 Januari 2019.

Hingga 30 September 2024, jumlah peserta JKN yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan tercatat 277.143.330 orang. Sementara, data Departemen Keuangan Amerika yang dikutip oleh The New York Times mencatat baru ada 50 juta warga di Negeri Paman Sam yang bergabung dengan Obamacare sejak 2014. Data itu dirilis pada awal September lalu.

Meski demikian, menyediakan jaminan kesehatan rakyat tak semudah membalik telapak tangan. Tak langsung berjalan mulus dalam semalam. Semua butuh proses. Dalam pidato saat groundbreaking kantor BPJS Kesehatan di IKN itu, Jokowi masih ingat betul bagaimana awal sulit untuk melaksanakan program ini.

“Saya juga ingat awal-awal 2015, 2016, 2017, setiap saya cek ke rumah sakit pelayanan BPJS, keluhannya banyak sekali. Mengantrenya lama, komplainnya. saya ini kan ke lapangan saya, selalu saya kontrol, selalu saya cek, komplainnya masih banyak,” tutur Jokowi.

Tapi, imbuh Jokowi, saat melakukan pengecekan ke rumah sakit setelah tahun 2020, pelayanannya sudah membaik. Jokowi tak lagi menemukan antrean di pendaftaran. Perubahan pelayanan BPJS Kesehatan, menurut dia, sangat drastis. Semakin baik.

“Dan yang paling penting sudah tidak defisit. Pak Dirut sudah enggak ada. Iya, kita enggak rapat, karena memang enggak ada defisit. Kalau defisit, itu pasti Dirutnya pasti pengin rapat terus,” kata Jokowi.

3 dari 3 halaman

Dirasakan Rakyat

Kehadiran negara lewat JKN-KIS memang dirasakan rakyat, semacam Nurlia yang membagikan kisahnya di Istana Negara pada 2018 itu. Kala itu, ia berharap masyarakat yang belum memperoleh KIS bisa mendapatkannya secepat mungkin.

“Supaya yang sependeritaan dengan saya bisa merasakan hal yang sama. Harapan kita semua tidak ada yang menginginkan sakit, justru ingin sehat. Saya ingin seperti semula, sembuh. Buat anak-anak saya agar mereka tidak sedih lagi melihat mamanya yang seperti ini,” tutur Nurlia.

 

(*)