Sukses

Saksi Ahli Sebut BPK Miliki Hak Hitung Kerugian Negara dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Saksi Ahli yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus dugaan korupsi timah dengan terdakwa Harvey Moeis menyebutkan bahwa pihak yang berhak menghitung kerugian negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Liputan6.com, Jakarta - Saksi Ahli yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus dugaan korupsi timah dengan salah satu terdakwa Harvey Moeis menyebutkan bahwa pihak yang berhak menghitung kerugian negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Pakar Hukum Lingkungan Kartono yang menjadi salah satu dari saksi ahli mengungkapkan hal tersebut saat ditanyakan oleh Hakim Ketua Eko Aryanto perihal pihak yang berwenang menghitung.

"Siapa sih yang berwenang untuk melakukan penghitungan kerugian negara dan juga termasuk perekonomian negara," tanya Hakim Eko kepada Kartono saat sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Rabu 23 Oktober 2024.

"Kalau yang berwenang untuk menghitung kerugian keuangan negara sudah ada yang mulia rambunya, patokannya baik itu di Undang-Undang BPK dan Undang-Undang yang lainnya Tentu BPK," jawab Kartono.

Kartono juga menjelaskan mengenai wewenang BPK yang berhak menghitung kerugian negara sesuai dengan Pasal 10 Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Namun demikian berkaitan dengan mendeclare (mengumumkan) kerugian keuangan negaranya itu tentu menjadi kewenangan dari BPK sesuai dengan pasal 10 Kalau tidak salah di Undang-Undang BPK," kata Kartono.

Sementara itu, kerugian negara akibat tambang timah di kawasan hutan dan di luar kawasan hutan dari tahun 2015 - 2022 sebesar Rp271 triliun diumumkan oleh Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo.

"Kalau semua digabungkan kawasan hutan dan nonkawasan hutan total kerugian akibat kerusakan yang harus ditanggung negara adalah Rp271,06 triliun," kata Bambang saat Konferensi Pers di Gedung Kejaksaan Agung, Senin 19 Februari 2024.

 

2 dari 3 halaman

Perhitungan Kerugian Lingkungan Hidup

Menurut perhitungan dari Bambang, kerugian lingkungan hidup untuk galian yang terdapat dalam kawasan hutan senilai Rp233,26 triliun.

"Hal tersebut terdiri dari biaya kerugian lingkungan hidup (ekologis) Rp157,83 triliun, biaya kerugian ekonomi lingkungan Rp60,27 triliun dan biaya pemulihan lingkungan Rp5,26 triliun," dia.

Kemudian, kerugian lingkungan hidup untuk galian yang terdapat dalam non kawasan hutan senilai Rp47,70 triliun, hal tersebut terdiri dari biaya kerugian lingkungan (ekologis) Rp25,87 triliun, biaya kerugian ekonomi lingkungan Rp15,2 triliun.

"Serta biaya pemulihan lingkungan hidup Rp6,63 triliun," tutup Bambang.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak bisa menjelaskan ketika Majelis Hakim mempertanyakan soal kerugian lingkungan sebesar Rp271 triliun dalam kasus dugaan korupsi timah yang turut menjerat suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis.

 

3 dari 3 halaman

Respons JPU Kasus Dugaan Korupsi Timah yang Turut Jerat Harvey Moeis soal Kerugian Lingkungan Rp271 T

Hal ini bermula saat Reza Ardiansyah selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Refined Bangka Tin (RBT) memberikan kesaksian atas terdakwa Helena Lim, Riza Pahlevi, Emil Ermindra, dan MB Gunawan.

Reza menjelaskan program Corporate Social Responsibility (CSRO) dan reklamasi yang dilakukan PT RBT menggandeng Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Telapak dan pemerintah daerah.

"Program reklamasi berkelanjutan ini ialah kerjasama multistakeholder. Jadi kami mengajak LSM Telapak, lalu mengajak pemerintah daerah dalam bidang pertanian, perkebunan," ujar Reza saat sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Rabu 23 Oktober 2024.

Saat Reza menjelaskan program yang dijalanan PT RBT, Majelis Hakim mengambil alih persidangan dan mempertanyakan kepada JPU apakah keterangan saksi berkaitan dengan dakwaanya.

Hakim bertanya kepada JPU apakah kerugian lingkungan akibat dugaan korupsi ini termasuk yang ada di dalam Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT RBT.

"Penuntut Umum yang Rp300 triliun itu untuk kerugian lingkungan, dampak lingkungan itu yang Rp271 triliun, apakah masuk di IUP RBT," kata Hakim.

Hakim juga mempertanyakan apakah hitungan dari Rp271 dari kerugian lingkungan itu termasuk juga kerusakana yang ada di IUP PT RBT.

"Hitung-hitungannya, keseluruhan IUP yang ada di sana atau gimana supaya kita terarah? karena yang dijelaskan ini adalah IUP PT RBT," tanya Hakim kepada JPU.