Sukses

Kejati Jakarta Tahan Panitera PN Jaktim, Terima Suap Rp1 Miliar untuk Percepat Eksekusi Putusan

Menurutnya, uang suap itu diberikan untuk mempercepat proses eksekusi atas Putusan Perkara Peninjauan Kembali (PK) Nomor 795.PK/PDT/2019,

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta melakukan penahanan terhadap panitera atau asisten majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) berinisial RP atas dugaan tindak pidana korupsi terkait eksekusi sita uang sejumlah Rp244,6 miliar, yang melibatkan objek tanah milik PT Pertamina di Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur.

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jakarta Syahron Hasibuan menyampaikan, penahanan RP dilakukan hari ini, sebagai bagian dari upaya kejaksaan dalam menangani dan menindaklanjuti dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan aktor peradilan.

“Tersangka RP, yang berperan sebagai Panitera di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada 2020-2022, diduga menerima suap sebesar Rp1 miliar dari terpidana AS,” tutur Syahron kepada wartawan, Rabu (30/10/2024).

Menurutnya, uang suap itu diberikan untuk mempercepat proses eksekusi atas Putusan Perkara Peninjauan Kembali (PK) Nomor 795.PK/PDT/2019, yang mengharuskan PT Pertamina membayar ganti rugi senilai Rp244.604.172.000 kepada ahli waris pemilik tanah, yakni terpidana AS.

Suap tersebut diberikan melalui saksi DR dalam bentuk cek yang dicairkan atas perintah RP, dan diserahkan bertahap, baik melalui transfer maupun tunai.

“Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta berkomitmen untuk mengusut perkara ini hingga tuntas. Tindakan tegas terhadap pelaku korupsi yang berperan dalam penyalahgunaan wewenang di lembaga peradilan merupakan bagian dari upaya menjaga integritas hukum,” jelas dia.

Untuk kepentingan penyidikan, Kejati Jakarta melakukan penahanan terhadap tersangka RP di Rumah Tahanan Negara Kelas I Pondok Bambu untuk 20 hari ke depan.

 

2 dari 2 halaman

Komitmen Berantas Korupsi

“Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menegaskan komitmennya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, khususnya yang melibatkan oknum peradilan, guna menjaga integritas dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum di Indonesia,” Syahron menandaskan.

Atas perbuatannya, tersangka RP diduga melanggar Pasal 12 huruf b, Pasal 11, dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999, yang telah diubah melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Atas Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Video Terkini