Sukses

Kata Pengamat soal Sengketa Pilkada Kutai Kartanegara yang Gugatannya Ditolak PT TUN Banjarmasin

Pengamat Hukum Tata Negara Margarito Kamis menyoroti Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Banjarmasin yang menolak gugatan sengketa Pemilihan Kepala Daerah Kutai Kartanegara atau Pilkada Kukar terkait pencalonan pasangan petahana.

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Hukum Tata Negara Margarito Kamis menyoroti Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Banjarmasin yang menolak gugatan sengketa Pemilihan Kepala Daerah Kutai Kartanegara atau Pilkada Kukar terkait pencalonan pasangan petahana.

Margarito menilai, kerugian konstitusional dialami pihak penggungat terhadap calon petahana Edi Damansyah yang telah dianggap menjabat dua periode tersebut.

"Penggugat ini kan memang peserta Pilkada. Karena peserta Pilkada, dia memiliki kepentingan untuk pertarungan Pilkada itu berlangsung sesuai dengan hukum. Ketika pelaksanaan Pilkada tidak sesuai dengan hukum, maka jenderal (penggugat) harus dianggap mengalami kerugian konstitusional," ujar Margarito saat dihubungi, yang disampaikan melalui keterangan tertulis, Rabu (30/10/2024).

Lebih lanjut, dia juga mengkritisi keputusan PT TUN Banjarmasin menolak gugatan penggugat karena alasan tidak ada kerugian diderita oleh pasangan calon (paslon). Menurutnya, keputusan PT TUN Banjarmasin tersebut salah.

"Sebab kalau saja tidak ada Edi Damansyah, ini hanya dua pasangan yang bertarung. Potensi suara yang kira-kira kalau tidak ada Edi Darmansyah, mungkin suara itu akan pergi ke dua pasangan calon yang lain," kata Margarito.

"Oleh karena ada aturan yang tidak dilaksanakan sebagaimana seharusnya. Di titik itulah saya menganggap pertimbangan majelis PT TUN Banjarmasin itu salah," sambung dia.

Oleh karena itu, Margarito menegaskan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas status Edi Darmansyah telah menjalani dua periode sebagai Bupati Kutai Kartanegara harus dipatuhi. Sehingga, kata dia, Edi Darmansyah tidak boleh mencalonkan diri kembali.

"Itu menurut keputusan Mahkamah Konstitusi. Dia tidak bisa mencalonkan diri lagi. Senang mau tidak senang, apapun alasannya, itu ga bisa. Dari segi hukum, keputusan MK menjadi hukum sejak saat diputuskan," terang dia.

"Jadi Edi Darmansyah dengan alasan apapun harus dianggap dua periode, karena MK menyatakan begitu. Tidak ada tafsir lain selain itu," sambung Margarito.

 

2 dari 3 halaman

Akan Lapor ke Komisi Yudisial

Margarito menilai, satu-satunya kesempatan penggugat adalah mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung (MA). MA juga diharapkan memberikan keputusan yang benar.

"Saya berharap Mahkamah Agung benar dalam memutus kasus ini, jangan aneh-aneh. Karena jelas MK mengatakan sudah dua periode mau bilang apa," tutup Margarito.

Sementara itu, Koordinator Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) Arifin Nur Cahyono menilai, pelaksanaan Pilkada Kukar tidak sah. Sebab, menurutnya, Pilkada Kukar diikuti oleh Edi Damansyah yang sudah menjabat Dua periode sebagai Bupati Kukar.

Menurutnya, sudah jelas KPU dan KPUD Kukar telah menyalahi hasil putusan MK nomor 2/PUU-XXI/2023 yang menguji posisi Edi Damansyah. Sebab, Arifin menegaskan, sesuai putusan MK, Edi Damansyah semestinya dianggap bupati yang menjabat dua periode, sehingga tidak boleh lagi mencalonkan diri pada jabatan yang sama.

"Dalam sidang Di PTUN Banjarmasin yang menolak gugatan intervensi pasangan Edi Damansyah - Rendi Solihin menunjukan Hakim salah dalam mengambil putusan. Karena subjek yang menjadi dalam perkara TUN justru tidak diikutsertakan dalam gugatan tersebut," terang dia.

Oleh karena itu, sambung Arifin, KAKI akan melaporkan ke Komisi Yudisial terhadap Hakim yang memberikan putusan perkara nomor 42 P/HUM/2024 yang dipimpin oleh Ketua Majelis Irfan Fachruddin bersama dua anggota majelis Yodi Martono Wahyunadi dan Yosran.

 

3 dari 3 halaman

PT TUN Banjarmasin Tolak Gugatan

Sebelumnya, PT TUN Banjarmasin menolak gugatan sengketa Pilkada Kutai Kartanegara terkait pencalonan pasangan petahana. Gugatan tersebut dilayangkan pasangan calon lain yang menganggap Edi Damansyah telah menjabat dua periode.

Penetapan pasangan calon menjadi materi gugatan, dan KPU Kutai Kartanegara kemudian menjadi tergugat.

Kuasa Hukum KPU Kutai Kartanegara Hifdzil Alim merinci, eksepsi yang disampaikan pihaknya berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung RI nomor 11 tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara Pemilihan dan Sengketa Pelanggaran Administrasi Pemilihan.

Dasar hukum lainnya adalah Surat Edaran Mahkamah Agung (Sema) Nomor 3 tahun 2015 poin 3, bahwa sesama pasangan calon peserta pemilihan (dalam hal ini Pilkada Kukar 2024) yang sudah ditetapkan oleh KPU tidak dapat menggugat dalam sengketa Tata Usaha Negara (TUN).

Karena kedudukan hukum (legal standing) untuk bertindak sebagai penggugat dalam sengketa TUN pemilihan hanya diberikan oleh undang-undang bagi pasangan yang dirugikan kepentingannya atau yang tidak ditetapkan oleh KPU.