Sukses

Habiburokhman Gerindra Desak Kejagung Jelaskan Detail Kasus Tom Lembong

Menurut Habiburokhman, tanpa adanya penjelasan yang jelas dan detail dari Kejagung terkait kasus korupsi Tom Lembong, maka bisa menimbulkan tuduhan bahwa pemerintahan Prabowo menggunakan instrumen hukum untuk urusan politik.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman, meminta Kejaksaan Agung menjelaskan detail kasus yang menjerat mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong kepada publik. 

"Kejaksaan Agung hendaknya jelaskan ke publik kasus dugaan tipikor (tindak pidana korupsi) Tom Lembong," kata Habiburokhman kepada wartawan, Jumat (1/11/2024).

Habiburokhman menilai, tanpa penjelasan rinci dari Kejagung terkait penanganan kasus korupsi tersebut, maka hal itu bisa berujung muncul tuduhan ada upaya kriminalisasi terhadap Tom Lembong oleh pemerintah.

"Tanpa adanya penjelasan yang jelas dan detail, pengusutan kasus tipikor Tom Lembong bisa menimbulkan tuduhan bahwa pemerintahan Pak Prabowo menggunakan instrumen hukum untuk urusan politik," kata dia.

Habiburokhman mengingatkan, penegakan hukum juga harus selaras dengan cita-cita politik pemerintahan.

"Secara umum, pelaksanaan tugas penegakan hukum harus selaras dengan cita politik hukum pemerintah. Kita memerlukan persatuan nasional yang kuat, dengan tetap menjunjung tinggi tegaknya hukum," ucap politikus Gerindra ini menandaskan.

Diketahui, Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan 2015-2016 dan Charles Sitorus selaku mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) ditetapkan Kejagung sebagai tersangka atas kasus dugaan korupsi dalam impor gula pada 2015-2016.  

2 dari 3 halaman

ICW Minta Kejagung Usut Aktor Lain di Korupsi Gula

Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) agar tidak hanya sekadar menjelaskan konteks perkara secara umum dalam penetapan tersangka mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong di kasus korupsi komoditas gula. Hal itu demi menghindari anggapan penegakan hukum bersifat politis.

“Namun juga masuk lebih jauh mengenai keterpenuhan unsur pasal di dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Seperti diketahui, dua tersangka sejauh ini disangkakan dengan Pasal 2 dan Pasal 3 atau korupsi dengan kategori kerugian keuangan negara,” tutur Peneliti Divisi Hukum ICW Diky Anandya dalam keterangannya, Kamis (31/10/2024).

Di sini, sambungnya, penting bagi Kejaksaan Agung untuk mengurai dan mengaitkan unsur Pasal dengan kesalahan yang disangkakan terhadap Tom Lembong dan juga tersangka lainnya yakni Charles Sitorus (CS) selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).

“Dua hal yang harus dipahami jika melihat korupsi kategori kerugian keuangan negara, yakni setiap perbuatan melawan hukum harus diikuti dengan niat jahat atau mens rea, dan tidak semua kerugian negara dikategorikan sebagai kejahatan korupsi,” jelas dia.

“Ini penting disampaikan agar langkah aparat penegak hukum tidak distigma negatif atau dianggap politisasi hukum oleh masyarakat,” lanjutnya.

Selain itu, ICW mendesak agar penyidik melakukan pengembangan kasus, khususnya demi menemukan aktor lainnya yang diduga terlibat dalam kasus korupsi komoditas gula. Sebab, kebijakan impor gula kristal mentah tidak hanya dilakukan sepanjang tahun 2015-2016, namun juga berlanjut ke tahun-tahun berikutnya.

3 dari 3 halaman

Kejagung: Tersangka Korupsi Tak Harus Terima Aliran Dana

Kejaksaan Agung (Kejagung) masih mendalami aliran dana yang masuk ke kantong tersangka Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong terkait kasus korupsi komoditas gula.

Soal penetapan tersangka, berdasarkan penerapan Pasal 2 Pasal 3 UU Tipikor pun jelas disebutkan memperkaya orang lain atau pun korporasi masuk dalam ranah korupsi.

“Ya inilah yang sedang kita dalami, karena untuk menetapkan sebagai tersangka ini kan tidak harus seseorang itu mendapat aliran dana,” tutur Dirdik Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (31/10/2024).

Dia menyatakan, penerapan Pasal 2 dan Pasal 3 sendiri telah merinci, bahwa setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, yang merugikan keuangan negara, maka diancam pidana maksimal 20 tahun.

“Begitu juga Pasal 3, di sana hampir setiap orang yang menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dengan cara menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, sarana, jabatan yang ada padanya, yang dapat merugikan keuangan negara, diancam pidana dan seterusnya,” jelas dia.

“Artinya di dalam dua Pasal ini, seseorang tidak harus mendapatkan keuntungan. ketika memenuhi unsur bahwa dia salah satunya menguntungkan orang lain atau korporasi, akibat perbuatan melawan hukum, akibat perbuatan menyalahgunakan kewenangan yang ada padanya, karena jabatannya, dia bisa dimintai pertanggungjawaban pidana,” sambung Qohar.