Sukses

10 Jam Diperiksa Sebagai Tersangka Korupsi Impor Gula, Tom Lembong Hanya Tersenyum

Mantan Mendag Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka kasus korupsi impor gula di Kemendag tahun 2015-2016. Tom diperiksa Kejagung selama sekitar 10 jam.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong telah menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka kasus korupsi impor gula di Kejaksaan Agung (Kejagung). Usai diperiksa, Tom Lembong enggan memberikan komentar ke awak media, namun hanya melempar senyum.

Berdasarkan pantauan di lokasi, Tom Lembong keluar dari gedung Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (Jampidmil) Kejagung pada pukul 20.26 WIB. Dia tampak memakai rompi tahanan berwarna pink milik Kejagung. Pemeriksaan berlangsung selama kurang lebih 10 jam.

Dengan rambut klimisnya, mantan Mendag itu hanya tersenyum dengan lesung pipitnya sambil sesekali menganggukkan kepala ke arah awak media. Tom langsung digiring naik ke mobil tahanan dan meninggalkan Kejagung dengan pengawalan aparat.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar menegaskan, penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) sedang fokus melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi importasi gula yang terjadi di Kementerian Perdagangan pada tahun 2015-2016.

"Yang kita tangani merupakan dugaan tindak pidana dalam importasi gula tahun 2015-2016. Menurut hukum acara, harus fokus di situ, sesuai dengan surat penyelidikan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (31/10/2024).

Diketahui, Kejagung menetapkan dua tersangka dalam kasus tersebut, yaitu Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan periode 2015-2016 dan CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).

 

2 dari 4 halaman

Kejagung Berani Periksa Mendag Setelah Tom Lembong?

Terkait kemungkinan apakah Kejagung akan memeriksa menteri perdagangan lainnya yang menjabat setelah Tom Lembong, Harli mengatakan bahwa saat ini penyidik masih fokus pada penyidikan impor gula pada 2015–2016.

“Tempusnya kan 2015–2016. Penyelesaian tindak pidana manapun itu harus menurut hukum acara yang berlaku. Apa dasarnya? Surat perintah. Surat perintah apa? Surat perintah penyidikan terkait perkara ini. Ya harus fokus di 2015–2016,” ujarnya.

Akan tetapi, ia mempersilakan masyarakat untuk melapor apabila menemukan hal-hal yang berkaitan dengan kasus tersebut.

"Kalau ada indikasi, ada pendapat, ada pandangan yang diduga di luar tahun ini (periode 2015--2016), silakan dilaporkan," ucapnya seperti dilansir dari Antara.

Nantinya, lanjut dia, laporan itu akan dikaji, didalami, dan diselidiki

"Berdasarkan tahapan-tahapan SOP (prosedur operasional standar) yang ada, tentu kita akan melakukan gelar perkara sampai pada tahap ada dugaan tindak pidana, sehingga ditingkatkan ke tingkat penyidikan," ujarnya.

 

3 dari 4 halaman

Peran Tom Lembong di Kasus Korupsi Impor Gula

Dalam keterangannya, Kejagung menuturkan bahwa keterlibatan Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan 2015–2016 adalah memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP untuk diolah menjadi gula kristal putih.

Padahal, dalam rapat koordinasi (rakor) antarkementerian pada 12 Mei 2015 disimpulkan bahwa Indonesia sedang mengalami surplus gula, sehingga tidak memerlukan impor gula.

Kejagung menyebut, persetujuan impor yang dikeluarkan itu juga tidak melalui rakor dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian guna mengetahui kebutuhan gula dalam negeri.

Pada 28 Desember 2015, dalam rakor bidang perekonomian yang dihadiri kementerian di bawah Kemenko Perekonomian, dibahas bahwa Indonesia pada tahun 2016 kekurangan gula kristal putih sebanyak 200.000 ton dalam rangka stabilisasi harga gula dan pemenuhan stok gula nasional.

Pada November–Desember 2015, tersangka CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI memerintahkan bawahannya untuk melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan gula swasta, yaitu PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, dan PT MSI.

Pertemuan itu untuk membahas kerja sama impor gula kristal mentah untuk diolah menjadi gula kristal putih.

 

4 dari 4 halaman

Kerugian Negara Rp400 Miliar

Pada Januari 2016, tersangka Tom Lembong menandatangani surat penugasan kepada PT PPI yang pada intinya menugaskan perusahaan tersebut untuk melakukan pemenuhan stok gula nasional dan stabilisasi harga gula melalui kerja sama dengan produsen gula dalam negeri untuk mengolah gula kristal mentah menjadi gula kristal putih sebanyak 300.000 ton.

Selanjutnya, PT PPI membuat perjanjian kerja sama dengan delapan perusahaan tersebut. Kejagung mengatakan bahwa seharusnya dalam rangka pemenuhan stok gula dan stabilisasi harga, yang diimpor adalah gula kristal putih secara langsung dan yang hanya dapat melakukan impor adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yakni PT PPI.

Akan tetapi, dengan sepengetahuan dan persetujuan tersangka Tom Lembong, impor gula kristal mentah itu ditandatangani. Delapan perusahaan yang ditugaskan mengolah gula kristal mentah itu sejatinya juga hanya memiliki izin untuk memproduksi gula rafinasi.

Hasil gula kristal putih yang diproduksi delapan perusahaan tersebut kemudian seolah-olah dibeli oleh PT PPI. Padahal, gula tersebut dijual oleh perusahaan swasta ke masyarakat melalui distributor terafiliasi dengan harga Rp16.000 per kilogram, lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi (HET) yang sebesar Rp13.000 per kilogram dan tidak dilakukan melalui operasi pasar.

Dari praktik tersebut, PT PPI mendapatkan upah sebesar Rp105 per kilogram dari delapan perusahaan yang terlibat.

Kerugian negara yang timbul akibat perbuatan tersebut senilai kurang lebih Rp400 miliar, yakni nilai keuntungan yang diperoleh delapan perusahaan swasta yang seharusnya menjadi milik BUMN atau PT PPI.

 

Reporter: Rahmat Baihaqi

Merdeka.com