Sukses

Gugatan Buruh Dikabulkan MK, Yasonna Minta Menkum Tak Kejar Tayang Bahas RUU Titipan di DPR

Yasonna meminta, ke depan semua RUU harus dibuka lebar dan digali mendalam serta tidak dibahas secepat kilat.

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi XIII DPR Yasonna H Laoly meminta agar pemerintah tidak kejar tayang dalam setiap pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU).

Hal tersebut disampaikan Yasonna dalam rapat kerja Komisi XIII DPR dengan Menteri Hukum (Menkum), Supratman Andi Agtas.

"Pak Menteri ini adalah mantan Ketua Baleg (Badan Legislasi), kita sering membahas undang-undang bersama, ada keinginan untuk pembahasan undang-undang ke depannya lebih dalam, tidak kejar tayang, karena potensialnya bisa menimbulkan banyak soal," kata Yasonna di kompleks DPR, Senayan, Jakarta, Senin (4/11/2024).

Yasonna mencontohkan soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang baru saja mengabulkan gugatan Partai Buruh terkait Undang-Undang Cipta Kerja.

"Mahkamah Konstitusi baru saja mengabulkan gugatan dari Buruh tentang ini. Sebagai orang yang sangat berpengalaman di Baleg tentunya kita menitipkan pesan kepada pemerintah melalui Pak Menteri ke depannya boleh kita katakan cara-cara pembahasan perundang-undangan lebih kita bahas secara mendalam, kecuali revisi-revisi singkat barangkali," kata Yasonna.

Oleh karena itu, ke depan Yasonna meminta semua RUU dibuka lebar dan digali mendalam serta tidak dibahas secepat kilat. 

"Maka kami menitipkan, saya ikut serta di pemerintahan selama 10 tahun kurang 3 bulan. Jadi saya tahu benar kadang-kadang soal kejar tayang ini, juga barang kali teman-teman kalau kita mau jujur titipan-titipan rancangan undang-undang dari pemerintah ke DPR ini kan dibuka ajalah," katanya memungkasi.  

2 dari 3 halaman

MK Kabulkan Sebagian Gugatan Buruh Terkait UU Ciptaker

Sebelumnya, Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, memberikan apresiasi terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan uji materi Undang-Undang Cipta Kerja pada Kamis (31/10). Putusan ini, menurut Edy, mengutamakan tenaga kerja dalam negeri dalam persaingan kerja.

Edy menjelaskan, putusan MK terkait Pasal 42 ayat (4) dan Pasal 81 angka 4 Lampiran Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 memperlihatkan upaya melindungi tenaga kerja lokal dalam menghadapi persaingan dengan tenaga kerja asing.

“Putusan MK ini menekankan bahwa persyaratan bagi tenaga kerja asing (TKA) yang bekerja di Indonesia harus didasarkan pada hubungan kerja yang jelas, dengan jabatan dan waktu tertentu serta kompetensi yang sesuai," ujar Edy kepada Liputan6.com, Minggu (3/11/2024).

Menurutnya, Menteri Ketenagakerjaan kini memiliki kewenangan untuk memberikan izin bagi TKA. Karena itu, Edy berharap Kementerian Ketenagakerjaan, sebagai mitra Komisi IX, dapat memprioritaskan warga negara Indonesia.

Lebih lanjut, Edy juga mengingatkan bahwa meskipun putusan MK ini menekankan penggunaan tenaga kerja Indonesia, implementasi dari syarat tambahan ini bisa menjadi kabur.

 

3 dari 3 halaman

Butuh Aturan Lebih Rinci

Oleh sebab itu, diperlukan aturan yang lebih rinci untuk benar-benar mengutamakan tenaga kerja Indonesia.

"Pertanyaannya adalah, seberapa besar proporsi tenaga kerja Indonesia yang harus diutamakan? Ketentuan ini perlu dijabarkan lebih lanjut agar tidak menimbulkan ketidakpastian dalam pelaksanaannya,” katanya.

Edy berharap, melalui putusan ini, pengusaha lebih memperhatikan dan memprioritaskan penggunaan tenaga kerja lokal.

Selain itu, tenaga kerja Indonesia juga harus mampu bersaing dalam menghadapi tantangan globalisasi. Ia menyebutkan bahwa pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kerja perlu disesuaikan dengan kebutuhan pasar.

"Setelah diberikan keutamaan, tenaga kerja harus mampu menunjukkan kualitas di dunia kerja," tambahnya.

Selain itu, Edy mengingatkan bahwa dalam konteks globalisasi dan investasi asing, pengusaha mungkin menghadapi dilema antara memenuhi syarat ketenagakerjaan lokal dan tetap kompetitif di pasar internasional. Oleh karena itu, Edy mengusulkan agar pemerintah dan lembaga terkait merumuskan kebijakan yang jelas mengenai pengutamaan tenaga kerja Indonesia.

"Sehingga ini tidak hanya menjadi retorika, tetapi juga dapat diimplementasikan secara efektif dan adil," tutupnya.