Sukses

Temui Dasco di DPR, Said Iqbal Minta Buruh Sabar dan Tenang

Said mengaku sudah menyampaikan sejumlah aspirasi kepada Dasco, salah satunya terkait tuntutan PP 51 tak lagi diberlakukan dalam penetapan pengupahan 2025.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Partai Buruh Said Iqbal menemui Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad. Kedatangan Said untuk menanyakan terkait tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. 

Said juga menyatakan pihaknya mengapresiasi DPR yang menyebut PP Nomor 51 Tahun 2023 Tentang Pengupahan sudah tidak berlaku.

"Tentu ada yang harus cepat disikapi. Dan beliau sangat respons, Pak Sufmi Dasco langsung mengambil inisiatif untuk segera menjembatani pertemuan pemerintah dan serikat-serikat buruh berkenaan dengan persoalan upah minimum," kata Said di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (6/11/2024).

Said mengaku sudah menyampaikan sejumlah aspirasi kepada Dasco, salah satunya terkait tuntutan PP 51 tak lagi diberlakukan dalam penetapan pengupahan 2025.

"Mudah-mudahan buruh di seluruh Indonesia mendengar ini. Mohon tenang, mohon sabar. Melalui Pak Sufmi Dasco Wakil Ketua DPR, sudah menyatakan tadi kita dengar sama-sama Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2023 tidak lagi berlaku. Khususnya dalam penetapan upah minimum tahun 2025," kata Said.

Oleh karena itu ia meminta seluruh buruh agar bersabar dan tenang terkait UMP 2025.

"Ini Pak Sufmi Dasco sebagai Wakil Ketua DPR dan juga sudah berbicara dengan pemerintah setidaknya dengan dua menteri mohon sabar dan tenang," kata dia.

Sementara itu, Dasco menegaskan PP 51 sudah tidak berlaku seiring putusan MK.

"Intinya bahwa sesuai dengan keputusan MK, bahwa kami dari DPR menyatakan bahwa memang PP 51 itu sudah tidak berlaku," kata Dasco.

2 dari 3 halaman

MK Kabulkan Uji Materi UU Cipta Kerja, DPR: Angin Segar bagi Buruh

Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, memberikan apresiasi terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan uji materi Undang-Undang Cipta Kerja pada Kamis (31/10). Putusan ini, menurut Edy, mengutamakan tenaga kerja dalam negeri dalam persaingan kerja.

Edy menjelaskan, putusan MK terkait Pasal 42 ayat (4) dan Pasal 81 angka 4 Lampiran Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 memperlihatkan upaya melindungi tenaga kerja lokal dalam menghadapi persaingan dengan tenaga kerja asing.

“Putusan MK ini menekankan bahwa persyaratan bagi tenaga kerja asing (TKA) yang bekerja di Indonesia harus didasarkan pada hubungan kerja yang jelas, dengan jabatan dan waktu tertentu serta kompetensi yang sesuai," ujar Edy kepada Liputan6.com, Minggu (3/11/2024).

Kewenangan Menaker

Menurutnya, Menteri Ketenagakerjaan kini memiliki kewenangan untuk memberikan izin bagi TKA. Karena itu, Edy berharap Kementerian Ketenagakerjaan, sebagai mitra Komisi IX, dapat memprioritaskan warga negara Indonesia.

Lebih lanjut, Edy juga mengingatkan bahwa meskipun putusan MK ini menekankan penggunaan tenaga kerja Indonesia, implementasi dari syarat tambahan ini bisa menjadi kabur. Oleh sebab itu, diperlukan aturan yang lebih rinci untuk benar-benar mengutamakan tenaga kerja Indonesia.

"Pertanyaannya adalah, seberapa besar proporsi tenaga kerja Indonesia yang harus diutamakan? Ketentuan ini perlu dijabarkan lebih lanjut agar tidak menimbulkan ketidakpastian dalam pelaksanaannya,” katanya.

Edy berharap, melalui putusan ini, pengusaha lebih memperhatikan dan memprioritaskan penggunaan tenaga kerja lokal.

3 dari 3 halaman

Tenaga Kerja Harus Bersaing

Selain itu, tenaga kerja Indonesia juga harus mampu bersaing dalam menghadapi tantangan globalisasi. Ia menyebutkan bahwa pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kerja perlu disesuaikan dengan kebutuhan pasar.

"Setelah diberikan keutamaan, tenaga kerja harus mampu menunjukkan kualitas di dunia kerja," tambahnya.

Selain itu, Edy mengingatkan bahwa dalam konteks globalisasi dan investasi asing, pengusaha mungkin menghadapi dilema antara memenuhi syarat ketenagakerjaan lokal dan tetap kompetitif di pasar internasional. Oleh karena itu, Edy mengusulkan agar pemerintah dan lembaga terkait merumuskan kebijakan yang jelas mengenai pengutamaan tenaga kerja Indonesia.

"Sehingga ini tidak hanya menjadi retorika, tetapi juga dapat diimplementasikan secara efektif dan adil," tutupnya.