Sukses

Perkuat Ketahanan Pangan, Reformasi Antar Lembaga Jadi Atensi

Keberadaan institusi yang efektif dan terkoordinasi dapat membantu Indonesia dalam menghadapi fluktuasi harga pangan global, perubahan iklim, serta berbagai faktor lainnya yang memengaruhi ketersediaan pangan di tanah air.

Liputan6.com, Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) IBLAM, Radian Syam menyatakan perlu penataan kelembagaan yang kuat di bidang pangan guna menghadapi berbagai tantangan ketahanan pangan di Indonesia.

Menurut dia, keberadaan institusi yang efektif dan terkoordinasi dapat membantu Indonesia dalam menghadapi fluktuasi harga pangan global, perubahan iklim, serta berbagai faktor lainnya yang memengaruhi ketersediaan pangan di tanah air.

“Tata kelola pangan saat ini membutuhkan reformasi yang lebih komprehensif, melibatkan koordinasi yang lebih baik antara kementerian dan lembaga terkait,” kata Radian dalam keterangan tertulis diterima, Rabu (13/11/2024).

Radian menegaskan, penataan kelembagaan adalah hal penting, bukan hanya untuk memastikan ketersediaan pangan tetapi juga untuk menjamin akses masyarakat terhadap bahan pangan yang aman dan terjangkau.

“Dalam konteks hukum tata negara, peran negara sangat penting untuk mengatur dan mengawasi kebijakan pangan nasional. Hal ini perlu diwujudkan melalui lembaga-lembaga yang memiliki kewenangan jelas, sistem pengawasan yang ketat, serta peraturan yang mendorong efisiensi dan transparansi,” saran dia.

2 dari 3 halaman

Harmonisasi

Radian pun mendorong, demi mencapai hal tersebut, diperlukan adanya harmonisasi antara peraturan di tingkat pusat dan daerah, serta penyusunan kebijakan yang lebih berfokus pada kebutuhan dan kearifan lokal, sehingga ketahanan pangan menjadi terwujud.

“Reformasi kelembagaan harus mencakup perbaikan pada tata kelola (governance) dan peningkatan transparansi, untuk memastikan distribusi dan stabilisasi harga pangan berjalan efektif,” dorong dia.

3 dari 3 halaman

Adaptasi

Maka dari itu, Radian menilai institusi seperti Bulog perlu beradaptasi dengan perubahan lingkungan eksternal, seperti dinamika pasar dan kebutuhan masyarakat, namun tetap mempertahankan akuntabilitas dan efisiensi.

Selain itu, penerapan teori kelembagaan memerlukan Bulog untuk membangun struktur manajemen yang responsif dan terintegrasi, dengan dukungan teknologi dan data yang akurat guna memprediksi kebutuhan dan mengelola stok pangan secara tepat.

"Seperti yang kita tau Bulog awalnya adalah Lembaga Negara Non Kementerian, kemudian pasca reformasi dijadikan BUMN, sehingga hal ini harus dikembalikan untuk menjadi Badan Stabilitas Pangan, dan itu adalah Bulog," Radian menutup.