Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI, Ravindra Airlangga menyerukan aksi kolektif yang lebih adil untuk mengatasi tantangan perubahan iklim.
Hal ini disampaikannya saat Parliamentary Meeting on 29th United Nations Climate Change Conference COP29 di Baku, Azerbaijan, Sabtu (16/11/2024).
Baca Juga
Menurut Anggota Komisi IX DPR RI itu, hal tersebut dibutuhkan untuk mempercepat transisi keberlanjutan dan melindungi negara berkembang dari dampak buruk perubahan iklim.
Advertisement
Ravindra pun senada dengan perwakilan parlemen Inggris, di mana mengapresiasi komitmen pendanaan iklim dari negara-negara maju yang dinaungi UNFCCC. Menurutnya hal ini menjadi penting untuk digaungkan dan dilaksanakan.
"Pendekatan inovatif diharapkan dapat mempercepat transisi menuju keberlanjutan dan melindungi negara berkembang dari dampak terburuk perubahan iklim. Tanggung jawab bersama harus dibarengi dengan kontribusi yang proporsional,” kata dia dalam keterangannya, Minggu (17/11/2024).
Politikus partai Golkar ini menekankan urgensi pendanaan bagi negara berkembang sebagai pihak yang paling terdampak dari perubahan iklim. Meskipun, menurutnya, kontribusi emisi historinya relatif kecil.
"Sebanyak 79 persen emisi CO2 global secara historis berasal dari segelintir negara maju, sementara negara berkembang menjadi pihak yang paling merasakan dampak buruk perubahan iklim,” ujar Ravindra.
Menurutnya, berdasarkan proyeksi Postdam Institute of Climate Change, kerugian akibat perubahan iklim dapat mencapai hampir setengah dari PDB dunia pada 2050. Dalam kondisi itu, Dia menegaskan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi.
Komitmen Indonesia
Ravindra menyebut, berdasarkan Global Climate Atlas, Indonesia menyumbang 1,7 persen dari total emisi global pada 2021.
"Indonesia berkomitmen melalui Nationally Determined Contribution (NDC) mengurangi emisi sebesar 31,89 persen secara mandiri dan hingga 43,2 persen dengan dukungan pendanaan internasional," jelas dia.
Ravindra juga menyoroti perlunya pendanaan iklim sebagai bentuk mitigasi dan adaptasi. Menurutnya, dalam inisiatif New Collective Quantified Goal, angka pendanaan diproyeksikan mencapai 5,4 triliun dolar AS per tahun hingga 2030.
Selain itu, ia juga menekankan pentingnya insentif bagi sektor publik untuk terlibat dalam mitigasi iklim. Selanjutnya, perlunya pengembangan pasar global untuk ecosystem as a Service.
Advertisement