Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengaku akan melibatkan seluruh pihak dalam proses penyusunan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) terkait penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek.
Sebelumnya, Kemenkes mendapatkan kritik tajam akibat minimnya partisipasi publik dalam proses penyusunan aturan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) tersebut.
Baca Juga
Menurut Staf Ahli Bidang Hukum Kesehatan Kemenkes Sundoyo, pihaknya akan melibatkan seluruh pihak, baik dari sisi kesehatan maupun ekonomi.
Advertisement
Dia mengatakan, isu yang bergulir atas penyusunan Rancangan Permenkes diakui memang sangat berkaitan dari dua sektor tersebut, sehingga pelibatannya harus seimbang untuk menghasilkan kebijakan yang bersifat win-win solution.
"Kebijakan yang sedang disusun pasti akan menyerap seluruh pemangku kepentingan. Hari ini akan banyak aspirasi untuk menentukan kebijakan ke depan," ujar Sundoyo, melalui keterangan tertulis, Kamis (21/11/2024).
Menurutnya, pelibatan pihak-pihak yang terkait ini merupakan upaya agar terjadi harmonisasi. Diharapkan nantinya akan menemukan titik temu yang tidak akan merugikan banyak pihak, baik dari segi kesehatan atau ekonomi.
"Rancangan Permenkes mendapatkan banyak penolakan dari publik karena dinilai dapat membawa dampak negatif bagi perekonomian berbagai lapisan masyarakat, mulai dari petani, pekerja, dan pedagang di industri tembakau," kata Sundoyo.
"Aturan tersebut berpotensi besar memicu gelombang PHK dan menjadi batu sandungan bagi target pertumbuhan ekonomi pemerintahan Prabowo Subianto," sambung dia.
Sudah Konfirmasi Rancangan Permenkes
Sundoyo mengonfirmasi bahwa Rancangan Permenkes saat ini masih dalam proses internalisasi di Kemenkes. Namun, pihaknya mencatat segala masukan yang disampaikan untuk menyempurnakan kebijakan tersebut, yang nantinya akan diharmonisasikan dengan Kementerian dan lembaga terkait.
"Kita harus mencari keseimbangan, arahnya ke sana, belum ada titik temunya. Jadi masih dikaji terus," terang dia.
Melihat penolakan yang semakin membesar atas penyusunan Rancangan Permenkes, Kemenkes pun terus mendorong public hearing. Bahkan, Sundoyo mengklaim, pihaknya telah membuka hotline untuk menampung partisipasi masyarakat.
"Teman-teman dari masyarakat, asosiasi tembakau bisa kasih masukkan ke situ," kata Sundoyo/
Sundoyo pun mengklaim, keterbukaan Kemenkes dalam menerima masukan terbukti dengan adanya situs Partisipasi Sehat milik Kemenkes. Laman itu bertujuan untuk menjaring masukan masyarakat yang akhirnya menjadi kajian dan penyempurnaan kebijakan.
Berbeda dengan pernyataan Sundoyo, sebelumnya Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, mengaku tidak bisa menerima semua masukan seputar aturan pertembakauan.
Â
Advertisement
Jalani Proses Public Hearing
Siti Nadia menyatakan Kemenkes memang telah menjalani proses public hearing, hanya saja tidak semua masukan yang diterima dapat diakomodasi dalam aturan yang sedang disusun itu.
"Kita bisa berbeda pendapat, tapi bukan berarti seluruh masukan harus diterima 'kan?," kata Siti NAdia.
Kemudian, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Indah Anggoro Putri menyebutkan sampai saat ini, Kemenaker belum diajak berdiskusi bersama untuk membahas perumusan aturan Kemenkes yang akan mengancam keberlangsungan pekerja.
Indah mengatakan, negara perlu hadir untuk melindungi pekerja tembakau agar dapat menekan dampak sosial yang akan terjadi dari banyaknya angka PHK dan pengangguran.
"Kami concern bahwa PP 28/2024 dan turunannya akan berpotensi meningkatkan PHK. Kalau aturan ini terlalu kencang sesuai dengan keinginan teman-teman Kemenkes, akan ada 2,2 juta orang ter-PHK, baik dari industri tembakau maupun industri kreatif yang mendukung industri tembakau," ucap Indah.
Indah menegaskan untuk bersama-sama mendukung target pertumbuhan ekonomi nasional 8% yang telah digagas oleh pemerintahan Presiden Prabowo dengan mempertimbangkan keseimbangan pengusaha dan pekerjanya.
"Hal ini dapat dilakukan dengan terus hadir untuk melindungi kelompok rentan, dalam hal ini pekerja tembakau yang mayoritas berasal dari keluarga berpendidikan terbatas dan termasuk bagian pekerja kategori lemah," ucap dia.
"Kita perlu selamatkan sektor tembakau ini, mitigasinya dari kami tentu serap aspirasi. Izin juga untuk Kemenkes, kalau rapat kami juga perlu diundang. Karena sebelumnya Kemenkes dikritik kurang public hearing, ke depannya kami siap untuk mendukung dan diajak berdiskusi," tandas Indah.