Sukses

Prihatin Nasib Kaum Marginal, Kandidat ILUNI FHUI Ini Siapkan Proker Konsultasi Hukum Gratis

Raden Rahmat Bastian mengingatkan kewajiban melakukan pro bono ada dalam Undang-Undang Advokat.

Liputan6.com, Jakarta - Hukum seharusnya bisa menjamin hak-hak warga negara. Tidak peduli dari kalangan sosial mana dan status ekonomi apa. Tapi yang terjadi saat ini, hukum seperti tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Hukum menjadi momok menakutkan bagi masyarakat miskin dan kaum marginal.

Hukum seperti kehilangan rohnya, karena oknum-oknum penegak hukum yang tidak berpegang pada prinsip keadilan. Sehingga belakangan, muncul slogan, "no viral no justice". Orang seakan-akan perlu memviralkan kasus hukum, baru bisa mendapat keadilan. Belum lagi, biaya berperkara hukum itu mahal.

Melihat fenomena tersebut, kandidat Ketua Umum Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (ILUNI FHUI) nomor urut 5, Raden Rahmat Bastian mencoba menterjemahkan masalah tersebut dan memasukkannya dalam program kerjanya, jika terpilih menjadi Ketum ILUNI FHUI.

"Saya sudah menyiapkan program kerja yang akan lebih banyak mengadakan konsultasi hukum gratis dan pro bono. Karena kendalanya bagi masyarakat kita adalah, kalau mereka ke LKBH (Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum) atau LBH itu belakangan ini ada komponen biaya, ada komponen success fee itu harus kita akui. Ada beberapa klien mengatakan hal itu. Sedangkan yang harus diberikan adalah kualitas yang tertinggi dan terbaik, sebagaimana kita melayani klien yang membayar," ucap Raden Rahmat Bastian.

CEO Kalimatera Kotawaringin Rahmat (KKR) itu mengingatkan, bahwa kewajiban melakukan pro bono ada dalam Undang-Undang Advokat.

"Jadi kita akan mengadakan konsultasi hukum gratis itu secara masif. Bukan hanya di UI, tapi juga di tiap provinsi," janji pria yang pernah berprofesi sebagai korporat lawyer dan kini terjun ke dunia pertambangan itu.

 

2 dari 2 halaman

Pro Bono

Maka itu, ia sekaligus mengajak para alumni FHUI untuk bergerak membantu program layanan hukum pro bono tersebut. "Jika ada teman kita di provinsi tersebut, kita akan mengajak dan bahkan menyediakan sekretariat bagi konsultasi hukum pro bono tersebut. Karena sekarang saya lihat di sosmed saja sudah banyak, tapi kita tidak bisa mengandalkan legalitasnya, terutama mengenai konsultasi yang diberikan," ulas pria lulusan FHUI tahun 1997 itu.

Fakta bahwa masih banyak masyarakat awam yang terjerat hukum, namun memilih menunda mengadukan ketidakdilan yang mereka terima, karena faktor biaya yang cukup besar. Ditambah dengan energi yang terkuras dalam menjalankan proses hukum tersebut, semakin menguatkan tekad Rahmat untuk bisa mengimplementasikan program kerjanya itu agar bermanfaat bagi banyak orang.

"Itu sebabnya, kami ingin menjembatani persoalan-persoalan itu lewat program kerja ini. Karena sebenarnya, banyak kasus hukum yang apabila ditangani secara detail kita sebenarnya bisa mencapai perdamaian bahkan hanya dengan satu kali somasi saja dan biayanya murah, hanya cukup kop surat, kurir, dan pengetahuan yang cukup," ungkap pria yang sudah melanglang buana ke Massachusetts, Amerika Serikat dan Zurich, Swiss untuk menempuh pendidikan dan menggali wawasan hukum yang lebih luas lagi.

"Saya yakin, apabila dilakukan secara masif dengan bantuan alumni FHUI, yang mengambil extention, bahkan notaris juga bisa membantu dengan pengetahuan mereka. Pun mereka yang sudah bergelar MH dan doktor bisa terlibat, tentunya bisa sangat berarti sekali bagi masyarakat," yakinnya.

Melalui konseling hukum gratis itu, masyarakat tidak mampu sudah tidak perlu lagi dibebani biaya macam-macam. "Contohnya saja, belakangan ini, teman saya lagi butuh bantuan hukum, tapi dia dikenakan biaya Rp50 juta untuk biaya awal, tentu sangat memberatkan. Dengan program ini, servis pro bono, mereka tidak perlu khawatir, karena tanpa biaya alias zero fee," imbuhnya lagi.

Ia kembali mengingatkan pentingnya peran alumni FHUI untuk ambil bagian menjaga konstitusional RI. "Karena FHUI ini kan panutan ya, usia fakultas hukum sudah 100 tahun, tapi hukum kita ini secara konstitusional harus dijaga oleh punggawa-punggawanya dan itu beban berat bagi alumni FHUI," bijaknya.

Maka itu, ia memastikan, jika dirinya dipercaya oleh para alumni memimpin ILUNI FHUI, ia akan membangkitkan FHUI supaya lebih kuat di UI dan di Indonesia, demi kemajuan hukum di Indonesia. "Kembali saya tekankan, keikutsertaan saya dalam pemilihan Ketum ILUNI FHUI ini murni pengabdian. Jadi, walaupun saya tidak terpilih, saya berharap program kerja yang baik harus tetap dijalankan. Saya juga tidak ragu untuk membantu, jika diminta bergabung," papar pemilik slogan RISE (Recht, Intelligent, Stern, Empathy) itu.

Begitupun sebaliknya, jika dirinya dipercaya untuk memimpin ILUNI FHUI periode 2024-2027, ia tidak ragu untuk mengajak calon lain yang dirasa punya visi misi dan rasa pengabdian yang sama untuk ikut bergabung dalam kepengurusannya.

"Calon lain yang saya lihat memiliki kekuatan (membangun ILUNI FHUI) akan saya ajak untuk bergabung," tuntasnya.