Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka meminta Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti untuk menghapus kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan sistem zonasi. Menurut dia, PPDB jalur zonasi belum bisa diterapkan di semua wilayah.
Gibran merujuk pada pengalamannya saat menjabat Wali Kota Solo, di mana dia kerap menerima keluhan yang sama terkait sistem zonasi. "Tiap tahun fenomenanya sama. Pasti ada kenaikan ini apa, perpindahan domisili menjelang BPDP. Ini perlu dikaji lagi," kata Gibran.
Baca Juga
Ia menegaskan komitmen pemerintah untuk menyambut Indonesia Emas 2045. Kuncinya, menurutnya, diperlukan sumber data manusia (SDM) unggul melalui perbaikan sistem pendidikan.
Advertisement
Dan salah satu cara mewujudkan misi tersebut adalah dengan menghapus kebijakan PPDB dengan sistem zonasi.
Tujuannya Bagus, Tapi Implementasi Penuh Kecurangan
Pengamat Pendidikan Ina Liem menilai pernyataan Gibran terlalu buru-buru. Harusnya dikaji dulu berdasarkan data nasional.
"Zonasi kan tujuannya bagus, hanya implementasinya yang dipenuhi kecurangan," kata Ina kepada Liputan6.com, Jumat (22/11/2024).
Ia menjelaskan, bertahun-tahun belum ada Pemda yang berhasil mengatasi masalah percaloan jual beli kursi PPDB dan kecurangan data.
"Tapi saya tidak mau buru-buru menghakimi dulu, jadi kita tunggu solusi yang ditawarkan Mas Gibran sebagai pengganti zonasi kalau memang dihapus."
Ia menjelaskan, secara prinsip zonasi harus tetap ada karena kewajiban pemerintah menyediakan pendidikan bagi seluruh anak Indonesia, bukan hanya anak-anak yang pintar saja.
"Namun, solusi dan komposisi di tiap daerah harusnya tidak bisa disamakan, mengingat ketimpangan yang ada."
Ina menjelaskan, ada beberapa solusi untuk mengatasi masalah ini. Mulai dari pemetaan zonasi yang lebih dinamis dimana bisa menggunakan teknologi daripada mengandalkan data dari Pemda yang belum tentu akurat.
Lalu, penyadaran dan edukasi masyarakat yang selama ini sangat kurang. Selanjutnya transparansi sistem penerimaan dengan teknologi.
"Kemudian kolaborasi dengan sekolah swasta, dengan sistem beasiswa. Dan terakhir bisa membentuk tim independen untuk memantau pelaksanaan PPDB dan memberi rekomendasi berbasis data," ucapnya.
Harus Dievaluasi
Sementara Pakar Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah mengatakan jika PPDB zonasi tidak dihapus, maka harus disesuaikan dan dievaluasi lagi. Sebab, selama ini banyak sekolah-sekolah yang justru tak mendapat murid.
Trubus mengatakan, sisi positif dari zonasi adalah merata. Di mana semua sekolah sesuai dengan KTP murid, orangtua, domisili, dan sekolah yang terdekat.
"Nah, masalahnya, sisi negatif atau yang rugi itu sekolah-sekolah yang jauh dari permukimannya itu. Kalau jauh, kan berarti enggak ada murid jadinya," kata Trubus kepada Liputan6.com, Jumat (22/11/2024).
Ia melanjutkan, solusi terbaik adalah zonasi dipertahankan, tapi harus disesuaikan dengan sekolahnya.
"Evaluasi dulu, karena banyak juga sekolah-sekolah yang akhirnya tidak dapat murid," tutupnya.
Jangan Asal Hapus Tanpa Kajian Akademik
Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menilai bahwa sistem PPDB Zonasi tujuan awalnya sangat baik yaitu menciptakan pemerataan kualitas dan akses sekolah dan pendidikan, mendekatkan anak dari rumah ke sekolah, dan memberikan affirmative action bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu.
"Tapi, setelah 7 tahun berjalan, sistem PPDB Zonasi masih berkutat dengan masalah yang sama yaitu: Tidak meratanya sebaran sekolah negeri di wilayah Indonesia; Pelaksanaan PPDB di daerah tak didasarkan pada analisis demografis siswa; Tak didasarkan analisis geografis akses dari rumah ke sekolah; Manipulasi KK demi sekolah favorit; Adanya praktik pungli dan intervensi agar diterima di sekolah tertentu; Dan belum terciptanya pemerataan kualitas sekolah secara nasional seperti tujuan semula zonasi," kata Koordinator Nasional (Kornas) P2G Satriwan Salim dalam keterangannya kepada Liputan6.com, Jumat (22/11/2024).
Ia menilai, pernyataan Gibran seperti terkesan tergesa-gesa dan reaksioner.
"Jangan sampai pemerintah pusat asal menghapus saja, jangan tergesa-gesa begitu tanpa ada kajian akademik yang objektif dan tanpa melibatkan partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation)," lanjutnya.
Sejauh ini, kata Satriwan, pihaknya belum melihat Mendikdasmen Abdul Muti sudah melakukan kajian dan pelibatan publik dalam diskusi yang mengundang semua unsur pemangku kepentingan pendidikan seperti: organisasi pendidikan, organisasi guru, akademisi, kampus LPTK, dan orangtua murid.
Memang, lanjut dia, Abdul Muti sudah mengumpulkan para kepala dinas pendidikan seluruh Indonesia dalam acara Rapat Koordinasi Nasional mengevaluasi kebijakan pendidikan termasuk PPDB Zonasi, tapi publik belum melihat bagaimana hasil rekomendasinya.
Jangan Sampai Kontraproduktif
"Jangan sampai keputusan mendadak menghapus sistem PPDB Zonasi ini berdampak kontraproduktif kepada siswa dan sistem pendidikan secara umum, yaitu: Makin tingginya angka putus sekolah, menciptakan kastaisasi sekolah kembali, biaya pendidikan di sekolah swasta makin mahal, dan anak-anak dari keluarga miskin makin tertinggal jauh di belakang."
"Yang dibutuhkan saat ini adalah evaluasi dan kajian mendalam mengenai sistem PPDB Zonasi. Misalnya, jika dilanjutkan, perbaikannya di aspek apa saja. Jika dihapus, bagaimana sistem penggantinya bagaimana skema masuk sekolah negeri? Bagaimana dampak negatif terhadap pemenuhan hak-hak anak? Dampak terhadap sistem pendidikan nasional?"
Satriwan mengatakan, Mendikdasmen hendaknya melibatkan partisipasi publik semua unsur pemangku kepentingan pendidikan. Jadi, tidak bisa asal memutuskan apalagi dilakukan tergesa-gesa.
"P2G berharap Kemdikdasmen membuat grand design skema Penerimaan Peserta Didik Baru yang lebih berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berpihak pada seluruh anak Indonesia," pungkasnya.
Advertisement
Perlu Alternatif Jika PPDB Zonasi Dihapus
Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian menegaskan zonasi diperlukan untuk mengurangi ketimpangan kualitas sekolah dan mencegah diskriminasi.
"Zonasi diperkenalkan untuk mendekatkan akses pendidikan, mengurangi ketimpangan kualitas sekolah, dan mencegah diskriminasi. Namun, sistem ini memang menghadapi tantangan implementasi, seperti ketidaksiapan fasilitas pendidikan di berbagai wilayah dan ketimpangan kualitas antar sekolah," kata Hetifah pada wartawan, Jumat (22/11/2024).
Menurut Hetifah, penghapusan zanasi harus lebih dahulu dengan berdiskusi dan mendengar pendapat masyrakat hingga stakeholder.
"Mendengar pendapat publik dan stakeholder, dengan mengundang para pemangku kepentingan, termasuk Mendikdasmen, dinas-dinas pendidikan, guru, orang tua siswa, dan pemerhati pendidikan, untuk membahas efektivitas zonasi serta keluhan masyarakat," kata dia.
Politikus Golkar itu menilai, sebelum menghapus sistem zonasi perlu disiapkan lebih dulu penggantinya atau sistem alternatifnya terlebih dahulu.
"Jika sistem zonasi dianggap tidak efektif, maka diperlukan alternatif yang lebih adil, seperti seleksi berbasis nilai atau dengan tambahan kuota afirmasi bagi siswa dari keluarga tidak mampu,” kata dia.
Swasta Bisa Jadi Alternatif
Menurut Herifah, sebenarnya sekolah swasta bisa menjadi menjadi alternatif bagi Siswa di luar zonasi atau meringankan beban sekolah negeri.
"Sekolah swasta sebenarnya dapat membantu meringankan tekanan pada sekolah negeri. Sekolah swasta dapat berpartisipasi dalam program afirmasi dengan menyediakan beasiswa atau subsidi untuk siswa dari keluarga kurang mampu," kata dia
"Langkah mendesak adalah memastikan kebijakan pendidikan tetap menjunjung prinsip keadilan, aksesibilitas, dan peningkatan mutu pendidikan. Zonasi tidak semestinya langsung dihapus tanpa solusi yang lebih baik," pungkasnya.
Usulan Penghapusan Zonasi Sedang Diolah Mendikdasmen
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno menyatakan segera membahas soal usulan penghapusan sistem zonasi sekolah bersama Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti.
"Kami juga belum membahas itu. Nanti saya konfirmasi ke Pak Mendikdasmen," ujar Pratikno seusai Rapat Tingkat Menteri di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Jumat (22/11/2024) seperti dilansir Antara.
Pratikno mengatakan dirinya sudah mengetahui soal usulan dari Wapres Gibran. Menurut dia, Mendikdasmen tengah mengolahnya.
"Kami sudah tahu ini. Dan ini diolah di Menteri Dikdasmen. Kami cek ya," kata dia.
Mendikdasmen Abdul Mu'ti sendiri mengakui timnya sedang mempelajari wacana penghapusan zonasi.
"Masih dalam proses pengkajian," kata Abdul kepada Liputan6.com, Jumat (22/11/2024).
Plus Minus Sistem Zonasi
Kelebihan
- Keadilan Geografis: Setiap daerah/wilayah punya akses merata terhadap fasilitas pendidikan dan cegah konsentrasi siswa di sekolah favorit
- Redam Tekanan Kompetisi: Kurangi tingkat kompetisi tinggi perebutkan kursi di sekolah dianggap berkualitas/unggulan
- Perkuat Komunitas Lokal: Prioritaskan siswa tinggal sekitar wilayah sekolah , sehingga bangun ikatan kepemilikan/kebersamaan partisipasi iswa, orangtua dan masyarakat.
Kekurangan
- Pilihan Sekolah Terbatas: Batasi pilihan ekolah bagi siswa dan orang tua lantaran tak punya opsi memilih sekolah di luar zona.
- Kualitas Sekolah Timpang: Terkadang masih terjadi ketimpangan kualitas sekolah di berbagai zona.
- Potensi Manipulasi Alamat: Berisiko/berpotensi terjadi manipulasi alamat oleh sejumlah orang tua/siswa untuk masuk zona sekolah diinginkan.
Advertisement
Perintah Gibran
Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka memantapkan komitmen pemerintan untuk menyambut Indonesia Emas 2045. Kuncinya, menurut Gibran, diperlukan sumber data manusia (SDM) unggul melalui perbaikan sistem pendidikan.
Menurut Gibran, salah satu cara mewujudkan misi tersebut adalah dengan menghapus kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan sistem zonasi.
Gibran mengaku sudah meminta Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti untuk menghapus kebijakan peninggalan menteri terdahulu tersebut.
“Saya sampaikan secara tegas ke pak menteri pendidikan, 'pak ini zonasi harus dihilangkan',” kata Gibran saat berpidato dalam acara Pembukaan Tanwir I Pemuda Muhammadiyah di Hotel Aryaduta Jakarta, Jumat (21/11/2024).
Selain itu, guna menggenjot kecerdasan pelajar Indonesia, Gibran juga meminta ada pelajaran soal coding, programming, hingga digital marketing di sekolah.
“Penting sekali untuk mengajarkan anak-anak kita dari muda pentingnya coding, programming, digital marketing’,” ujar mantan Wali Kota Solo ini.
Gibran menegaskan, misi menuju Indonesia Emas 2045 bukanlah pekerjaan orang per orang. Dia mengajak, semua pihak terlibat untuk mewujudkan momentum yang hanya datang satu kali tersebut.
“Jadi bapak ibu sekali lagi ya kita harus sama-sama kerja keras kerja fokus kerja cerdas untuk menuju Indonesia emas 2045,” ucap Gibran Rakabuming Raka menandasi.
Guru Tidak Merata
Sebelumnya diberitakan, Wakil Presiden (Wapres) RI Gibran Rakabuming Raka, meminta para Kepala Dinas Pendidikan di seluruh Tanah Air untuk mengkaji ulang mengenai sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jalur zonasi.
Hal tersebut disampaikan Gibran dalam Rapat Koordinasi Evaluasi Kebijakan Pendidikan Dasar dan Menengah yang dihadiri Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Muti dan seluruh Kepala Dinas Pendidikan di Sheraton Grand Jakarta Gandaria City Hotel, Jakarta Selatan, Senin (11/11/2024).
Gibran menyoroti persoalan ini lantaran melihat tidak meratanya keberadaan guru-guru di setiap sekolah yang ada di berbagai provinsi di Indonesia. Meski begitu, dia tak menampik zonasi untuk PPDB merupakan program yang baik.
"Jadi bapak-ibu, zonasi ini program yang baik. Tapi silakan nanti bapak-ibu selama rakor mungkin bisa memberi masukan karena jumlah guru kita itu belum merata. Ada provinsi, tempat-tempat yang kelebihan guru, ada provinsi, tempat-tempat yang kekurangan guru," kata Gibran.
Menurut Gibran program PPDB jalur zonasi belum bisa diterapkan di semua wilayah. Gibran juga merujuk pada pengalamannya saat menjabat Wali Kota Solo, dimana dia kerap menerima keluhan yang sama terkait sistem zonasi.
"Jadi intinya bapak-ibu, ini mohon dikaji lagi, apakah akan diteruskan atau apakah akan kembali ke sistem yang lama. Silakan nanti didiskusikan," ujar dia
Gibran menyatakan, selain jumlah guru yang belum merata, fasilitas di setiap sekolah di Tanah Air juga belum merata. Sehingga, sering ditemukan adanya peserta didik yang rela pindah domisili demi bisa mengecap pendidikan di sekolah yang diinginkan.
"Tiap tahun fenomenanya sama. Pasti ada kenaikan ini apa, perpindahan domisili menjelang BPDP. Ini perlu dikaji lagi," kata dia.