Liputan6.com, Jakarta - Perhatian kepada pengembangan dan pendidikan anak usia dini di Indonesia masih jauh dari yang diharapkan. Padahal, masa-masa usia dini menjadi fondasi keberhasilan anak di kemudian hari dan pembangunan sumber daya manusia yang akan memutus mata rantai kemiskinan serta meningkatkan produktivitas ekonomi.
Pengembangan dan pendidikan yang berkualitas adalah hak asasi setiap anak. Hak ini harus dipenuhi sejak usia dini agar anak-anak kita dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, tanpa terkecuali. Pemenuhan juga berdampak besar pada pembangunan masyarakat yang inklusif dan berkelanjutan.
Di Indonesia, pengembangan dan pendidikan anak usia dini masih menghadapi berbagai tantangan. Kesadaran akan pentingnya beragam kebutuhan anak yang saling terkait masih rendah.
Advertisement
Masih banyak yang mengartikan tumbuh kembang anak usia dini hanya sebatas isu kesehatan dan gizi. Anak usia dini juga membutuhkan pengasuhan yang responsif, stimulasi yang cukup, serta perlindungan. Koordinasi penyedia layanan yang melibatkan banyak sektor juga belum optimal. Penyedia layanan masih berdasar pada segmentasi kepentingan setiap sektor belum sebagai sebuah layanan yang menyeluruh (holistik) dan terintegrasi.
Inilah yang menjadi dasar Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Bappenas, dan Tanoto Foundation berkolaborasi menyelenggarakan International Symposium on Early Childhood Education and Development 2024 di Jakarta, pada 20 November 2024.
Mengangkat tema “Nurturing Care for Early Childhood Development (Pengembangan Anak Usia Din HolistikI Integratif)”, kegiatan ini bertujuan untuk mengumpulkan para ahli dan pemangku kepentingan untuk berbagi pengetahuan, hasil riset terkini dan praktek baik, serta menyeleraskan pemikiran dan perencanaan program-program pengembangan dan pendidikan anak usia dini yang mengacu kepada kerangka Nurturing Care Framework (NCF) atau dikenal di Indonesia sebagai Pengembangan Anak Usia Dini Hoslistik dan Integratf (PAUD HI).
Kerangka NCF juga digunakan untuk membantu negara-negara mencapai target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB / SDGs) terutama yang terkait dengan anak usia dini, seperti peningkatan gizi, pengurangan angka kematian bayi, akses universal ke pendidikan pra-sekolah yang berkualitas, dan pencegahan kekerasan serta pengabaian terhadap anak.
“Simposium internasional ini diharapkan dapat mendorong arah kebijakan pemerintah dalam penyusunan Rencana Aksi Nasional (RAN) PAUD HI tahap kedua untuk periode 2025-2029, yang akan menjadi panduan penyelenggaraan layanan di tingkat pusat dan daerah agar lebih baik lagi dan sesuai dengan standar internasional,” kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Arifah Fauzi, membuka acara International Symposium on Early Childhood Education and Development 2024.
Arifah menjelaskan, saat ini Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak memiliki beberapa program unggulan seperti Ruang Bersama Merah Putih yang merupakan wadah pemenuhan hak serta perlindungan perempuan dan anak di tingkat desa, call center untuk kekerasan anak dan perempuan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129, serta basis data Satu Data Gender dan Anak. Program-program unggulan tersebut juga menyasar usia dini.
“Apresiasi kami sampaikan kepada Tanoto Foundation yang telah menginisiasi simposium ini. Semoga acara ini menjadi momen penting untuk memperkuat sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga internasional dalam mendukung pengembangan anak usia dini holistik integratif,” sambung Arifah.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan dan Pemuda Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Woro Srihastuti yang turut hadir menyatakan adanya potensi sinergi antar-lembaga melalui Ruang Bersama Merah Putih.
“Mekanismenya akan disiapkan untuk implementasi 2025-2029. Salah satu hal penting adalah merumuskan kembali instrumen pengukuran PAUD HI, karena selama ini hanya ada satu yaitu Early Childhood Development Index (ECDI). Butuh dirumuskan lagi turunan ECDI yang berguna untuk masing-masing lembaga mengukur setiap komponen PAUD HI,” jelas Woro.
1.000 Hari Pertama Masa Perkembangan Otak
Pada kesempatan yang sama, Country Head Tanoto Foundation Indonesia, Inge Kusuma mengatakan bahwa 1.000 hari pertama pada anak adalah masa perkembangan otak yang paling pesat, yang tidak akan terulang di kemudian hari.
“80% perkembangan otak terjadi di tiga tahun pertama dan puncak perkembangan visual sensori, pendengaran, bahasa, dan kognitif terjadi di satu tahun pertama. Apabila gagal mengintervensi perkembangan anak pada periode emas, dampaknya signifikan bagi masa depan anak, serta dapat menghambat pertumbuhan di tahap kehidupan selanjutnya,” sambung Inge.
“NCF dan PAUD HI telah memberikan panduan yang jelas untuk memastikan anak usia dini tumbuh dan berkembang optimal. Tantangannya bagaimana komitmen kita, serta pengimplementasiannya di Indonesia. Semoga simposium ini memperkuat komitmen pihak-pihak terkait, menjadi platform untuk bertukar pengetahuan, serta memperkuat implementasi PAUD HI,” jelas Inge.
Simposium ini yang melibatkan pemerintah, akademisi, badan dunia, lembaga non pemerintah, asosiasi profesi, praktisi, media, diharapkan akan menjadi fondasi peningkatan kesadaran berbagai pemangku kepentingan anak usia dini dan bergerak bersama mendorong pengembangan anak usia dini menjadi prioritas dalam agenda pembangunan nasional.
Hadir sebagai pembicara untuk berbagi pengetahuan wakil-wakil dari Kemenko PMK, KemenPPN/Bappenas, KemenKes, Badan Gizi Nasional, UNICEF EAPRO, UNICEF Indonesia, WHO, The World Bank, ARNEC, SEAMEO CECCEP, Ishk Tolaram, Tulodo, UPTD PPA Depok dan Tanoto Foundation.
Advertisement