Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Nasional (Aspermigas) mengaku mendapatkan kabar soal rencana Shell Indonesia yang dikabarkan bakal menutup seluruh stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) miliknya di Indonesia.
Menurut Ketua Komite Investasi Aspermigas Moshe Rizal, dirinya mengaku tak heran mendengar desas-desus tersebut. Hal itu dikarenakan, kata Moshe, menilai jaringan ritel penyaluran produk BBM di SPBU Indonesia saat ini sudah sangat dikuasai oleh Pertamina.
Baca Juga
"Kalau di Indonesia terlihat jelas, saya enggak heran kalau dia mau tutup bisnis SPBU-nya di Indonesia. Karena kita lihat sendiri, mayoritas dari SPBU itu dikelola atau di bawah Pertamina. Jadi untuk mereka bersaing itu sulit," ujar Moshe Rizal kepada Tim Bisnis Liputan6.com, Sabtu 23 November 2024.
Advertisement
Dia lalu bercerita, Shell sempat berjaya di bisnis jaringan ritel Tanah Air saat produk BBM miliknya punya nilai tambah lebih dibanding Pertamina dan perusahaan sejenis lain.
"Namun, ketika perusahaan minyak yang bermarkas di Inggris tersebut punya niat berinvestasi lebih masif di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU), Shell sempat membuat pernyataan akan menutup 1.000 SPBU hingga 2025," terang Moshe.
Ditambah, kata dia, pesaingnya di bisnis serupa yakni Pertamina sudah lebih kompetitif dan punya keunggulan yang tak bisa disaingi. Sebagai satu-satunya badan usaha di Indonesia yang berhak menyalurkan jenis BBM subsidi.
"Pertamina semakin lama semakin baik, dari kualitasnya, servisnya, dan lain sebagainya. Di satu sisi, Pertamina satu-satunya perusahaan yang diperbolehkan pemerintah untuk menjual BBM bersubsidi," ungkap Moshe.
Berikut sederet fakta terkait kabar SPBU Shell tutup seluruh gerai miliknya di Indonesia dihimpun Tim News Liputan6.com:
1. Reaksi Aspermigas terhadap Isu Penutupan
Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Nasional (Aspermigas) telah menerima informasi mengenai kemungkinan Shell Indonesia menutup seluruh Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) miliknya di Indonesia.
Hal ini pun menarik perhatian banyak pihak, terutama di kalangan industri energi. Termasuk Ketua Komite Investasi Aspermigas Moshe Rizal. Dia mengungkapkan bahwa ia tidak terkejut dengan kabar tersebut.
Menurutnya, dominasi Pertamina dalam jaringan ritel penyaluran produk BBM di Indonesia menjadi salah satu alasan utama mengapa Shell menghadapi kesulitan untuk bersaing.
"Di Indonesia, situasi pasar sangat jelas. Saya tidak heran jika mereka mempertimbangkan untuk menutup bisnis SPBU-nya. Sebagian besar SPBU dikelola oleh Pertamina, sehingga sulit bagi mereka untuk bersaing," ujar Moshe Rizal kepada Tim Bisnis Liputan6.com, Sabtu 23 November 2024.
Advertisement
2. Alasan Penutupan, Bisa Jadi Karena Kalah Saing dengan Pertamina
Moshe lalu bercerita, Shell sempat berjaya di bisnis jaringan ritel Tanah Air saat produk BBM miliknya punya nilai tambah lebih dibanding Pertamina dan perusahaan sejenis lain.
"Namun, ketika perusahaan minyak yang bermarkas di Inggris tersebut punya niat berinvestasi lebih masif di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU), Shell sempat membuat pernyataan akan menutup 1.000 SPBU hingga 2025," terang dia.
Dalam persaingan ini, Pertamina telah menunjukkan keunggulan yang signifikan. Sebagai satu-satunya badan usaha yang diizinkan pemerintah untuk menyalurkan BBM bersubsidi di Indonesia, Pertamina terus memperbaiki kualitas layanan dan produk mereka.
"Pertamina semakin baik dari segi kualitas dan pelayanan. Mereka adalah satu-satunya perusahaan yang diperbolehkan menjual BBM bersubsidi," tambah Moshe.
3. Pertamina Dinilai Kualitasnya Semakin Baik, Shell Belum Merespons
Ditambah, menurut Moshe, pesaingnya di bisnis serupa yakni Pertamina sudah lebih kompetitif dan punya keunggulan yang tak bisa disaingi. Sebagai satu-satunya badan usaha di Indonesia yang berhak menyalurkan jenis BBM subsidi.
"Pertamina semakin lama semakin baik, dari kualitasnya, servisnya, dan lain sebagainya. Di satu sisi, Pertamina satu-satunya perusahaan yang diperbolehkan pemerintah untuk menjual BBM bersubsidi," ucap dia.
"Jadi ya susah kalau mau bersaing. Satu kualitasnya makin tinggi, Shell sudah mulai berkurang competitive advantage-nya, nilai jual dia terhadap kompetitornya sudah mulai disamai. Di lain sisi, dia juga enggak bisa berkembang karena sudah dimonopoli oleh Pertamina yang difasilitasi oleh pemerintah," jelas Moshe.
Hingga berita ini diturunkan, Liputan6.com sudah hubungi Shell Indonesia, dan belum mendapatkan respons.
Advertisement