Liputan6.com, Jakarta Tidak banyak birokrat kita yang bisa menduduki posisi sebagai penjabat gubernur secara berulang. Salah satunya adalah Prof. Dr. Drs. Akmal Malik, M.Si yang saat ini menjabat sebagai Penjabat (Pj) Gubernur Kalimantan Timur sejak 2 Oktober 2023, setelah sebelumnya menjabat sebagai Pj. Gubernur Sulawesi Barat periode 2022–2023.
Akmal Malik dilahirkan di Pulau Punjung, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat pada 16 Maret 1970. Usai menjalani pendidikan dasar dan menengah, ia melanjutkan studi Diploma III di Sekolah Tinggi Ilmu Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) Jatinangor dan lulus pada 1993. Sementara gelar S-1 Manajemen Pembangunan didapat Akmal dari Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) Jakarta pada 1998.
Baca Juga
Tak sampai di situ, Akmal meraih gelar Magister Sains bidang Perencanaan dan Kebijakan Publik dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada 2002. Sedangkan gelar doktor dalam bidang Administrasi Publik dia raih dari Universitas Brawijaya pada 2021.
Advertisement
Akmal memulai karier di birokrasi sebagai Kepala Sub Seksi Lingkungan Hidup pada Seksi Pembangunan Masyarakat Desa Kecamatan VII Koto Sungai Sarik, Padang Pariaman, Sumatera Barat (1993). Pada 29 September 1994 ia juga sempat menjadi penjabat sementara Kepala Desa Barangan.
Pada 1996, Akmal dipromosikan ke Kantor Gubernur Sumatera Barat dan pada 19 September 2008 diangkat sebagai Kepala Sub Bagian Pendidikan Formal Keagamaan Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Barat (Setdaprov Sumbar). Pada 1 Januari 2009 ia sempat menjadi Penjabat Kepala Bagian Bina Agama pada Biro Bina Sosial Setdaprov Sumbar.
Pada 5 Oktober 2011 Akmal diangkat menjadi Kepala Seksi Wilayah IIIa pada Sub Direktorat Fasilitasi Kepala Daerah dan DPRD Wilayah III Direktorat FKDH, DPRD dan HAL. Ia kemudian bergabung menjadi tim pelatihan aparatur pemerintahan daerah dan desa di Ditjen Otda dan memilih daerah yang jarang diminati para instruktur seperti Nusa Tenggara Timur.
Pada 2014, ia bergabung dengan Kementerian Dalam Negeri, khususnya Direktorat Jenderal Otonomi Daerah, di Subbag Kepegawaian pada Bagian Perundang-Undangan dan Kepegawaian Setditjen Otonomi Daerah. Pada 1 April di tahun yang sama Akmal diangkat menjadi Kepala Subdit Otonom Khusus Wilayah I pada Direktorat Penataan Daerah, Otonomi Khusus dan DPOD.
Pada 19 Agustus 2015 ia diangkat menjadi Kepala Sub Direktorat Pemerintah Aceh, DKI dan DIY pada Direktorat Penataan Daerah, Otonomi Khusus dan DPOD. Pada 2 September 2016 ia diangkat menjadi Direktur Fasilitasi Kepala Daerah dan DPRD Kemendagri.
Pada 7 Juni 2018, ia diangkat menjadi Sekretaris Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri. Pada 1 Mei 2019, ia merangkap jabatan sebagai pelaksana tugas Dirjen Otda dan pada 9 September 2019 dilantik menjadi pejabat definitif Direktur Jenderal Otonomi Daerah hingga sekarang.
Pada 12 Mei 2022 Akmal ditunjuk sebagai Pj Gubernur Sulawesi Barat sampai 12 Mei 2023. Karena dianggap berprestasi, dia mendapat tugas baru sebagai Pj Gubernur Kalimantan Timur sejak 2 Oktober 2023.
Sebagai seorang birokrat yang memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman yang kuat, Akmal dianggap sebagai pemimpin yang mampu menghadapi tantangan dalam mengelola otonomi daerah. Ia telah berperan aktif dalam pengembangan dan implementasi kebijakan yang berdampak pada kemajuan daerah dan masyarakat.
Atas semua capaian itu, Akmal dianugerahi sejumlah penghargaan dan tanda jasa, seperti Satyalencana Karya Satya X (2006), Satyalencana Karya Satya XX (2016), Satyalencana Karya Satya XXX (2021) dan Kartika Pamong Praja (2023).
Selain itu, hingga kini Akmal juga tercatat sebagai Ketua Umum Ikatan Keluarga Alumni Pendidikan Tinggi Kepamongprajaan (IKAPTK).
Lantas, apa saja gagasan Profesor Kehormatan Universitas Islam Sultan Agung ini untuk Kalimantan Timur, khususnya terkait pemanfaatan lahan bekas tambang dan ketahanan pangan Kaltim?
Berikut petikan wawancara Akmal Malik dengan Sheila Octarina dalam program Bincang Liputan6.
Â
Nostalgia Kewenangan Masa Lalu
Apa kesulitan mengelola 5 juta hektare area tambang yang ada di Kalimantan Timur?
Ya kita tahu ada kebijakan negara memberikan konsesi kepada perusahaan-perusahaan dan juga ada PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara), perusahaan-perusahaan tertentu yang diberikan kerja sama oleh negara untuk mengelola sumber daya alam. Karena pengelolaan mining itu tidak bisa dengan UMKM, harus pemodal yang kuat.
Nah, artinya sampai dengan sejauh ini, 5,1 juta hektare lahan tepatnya, itu dikelola oleh hampir 1.000 pemilik konsesi, 1.400 tepatnya pemilik konsesi, dengan luas yang sangat beragam. Secara umum kita bahagia dan berkah bagi Indonesia dan juga bagi Kalimantan Timur sendiri, karena tentunya ada pendapatan negara dan juga ada kontribusinya kepada daerah.
Tetapi itu kalau pengelolaannya dilakukan dengan baik dan mengikuti kaidah-kaidah operasi tambang dan eksplorasi yang baik. Tetapi dalam banyak hal, mereka yang pemilik konsesi kadang-kadang tidak sepenuhnya juga bisa mengelola konsesi yang diberikan oleh negara dengan baik, sehingga beberapa titik yang mungkin pengawasannya tidak bagus akhirnya dikelola secara ilegal oleh oknum-oknum tertentu.
Inilah yang menjadi persoalan. Secara umum 1.400 pemegang konsesi termasuk PKP2B itu, mereka justru memberikan banyak pendapatan, lapangan pekerjaan dan juga belum lagi mereka punya program pemberdayaan masyarakat, CSR. Tetapi sekali lagi saya katakan, memang isu-isu yang sering muncul adalah dampak negatifnya.
Tapi dampak negatif itu memang ada ya, Pak?
Sejatinya kita harus jujur, dampak positifnya juga ada selain dampak negatifnya. Kemarin terjadi terakhir, bagaimana kondisi meninggalnya beberapa anak-anak kita di eks tambang yang tidak ditutup kembali oleh aktivitas ilegal.
Juga kemarin kita berduka, ada warga kita yang meninggal karena kecelakaan, karena kendaraan pengangkut tidak melalui jalur hauling (jalan yang dirancang khusus untuk mengangkut material dalam skala besar, seperti hasil tambang, pasir, batubara, atau hasil panen).
Memang ada aturannya, tetapi ini menjadi dinamika yang harus duduk bersama antara negara atau pemerintah pusat dengan pemerintah daerah tentang bagaimana kita mengelola agar pertambangan itu betul-betul memberikan dampak bagi kesejahteraan masyarakat.
Kalau sekarang kondisinya bagaimana, apakah sudah ada perbaikan terhadap pengamanan eks tambang ini?
Ini berkait tentang kewenangan ya? Kita tahu Undang-Undang Pertambangan menegaskan bahwa kewenangan pertambangan itu mulai dari pengawasan, pemberi izin, itu semua dilakukan oleh pemerintah pusat, dalam hal ini adalah Kementerian ESDM. Nah, pemerintah daerah hanya diberikan kewenangan untuk memfasilitasi terbentuknya blueprint.
Namanya Rencana Induk Kerja Pemberdayaan Masyarakat ya, yang menjadi dasar nanti bagi perusahaan untuk membuat RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya) yang nanti disetujui oleh kementerian pusat.
Nah, dalam konteks ini saya katakan tentu pasti ada miss antara kewenangan yang dimiliki oleh pusat dengan daerah. Contoh, kita tahu regulasi berubah dari waktu ke waktu. Berubahnya Undang-Undang Nomor 23 tentang Pemerintah Daerah tentang kewenangan yang berbeda, dulu kewenangannya ada di daerah, kemudian sesuai dengan UU Cipta Kerja kemudian diambil pusat.
Tetapi dalam praktiknya tidak secepat itu. Dalam praktiknya ada transisi, contoh seperti pengawasan. Dulu ada yang namanya pengawas pertambangan, inspektur pertambangan. 5,1 juta hektare konsesi yang sudah diberikan itu hanya diawasi oleh 34 orang, 34 orang saja, inspektur pertambangan yang adalah matanya Kementerian ESDM, jumlah itu di Kaltim saja ya?
Menurut saya ini sangat tidak memadai. Akhirnya tentunya pengawasan, belum lagi apakah pengawasan sudah dilakukan belum dengan menggunakan pendekatan-pendekatan yang smart? Contoh menggunakan drone atau menggunakan pemetaan spasial dan sebagainya. Kalau menggunakan mesin menggunakan motor ya enggak bisalah, 5,1 juta enggak bisa.
Lantas, bagaimana solusinya?
Nah, ini bagi saya kita harus duduk bersama antara pemerintah pusat dan daerah untuk mengatasi persoalan seperti ini. Karena kalau pengawasannya tidak maksimal, miss-miss yang terjadi tadi pasti akan menimbulkan perdebatan yang panjang di masyarakat.
Bagi saya harus ada tabayyun, duduk bersama antara pemerintah pusat dan daerah membicarakan hal-hal yang belum selesai pasca-terjadinya perubahan regulasi, terjadinya perubahan-perubahan cara berpikir orang terkait dengan pertambangan.
Kita semua sama ingin menghadirkan pertambangan itu membawa kesejahteraan masyarakat. Tetapi ketika dalam praktiknya ada terjadi hal-hal yang tidak seperti itu, kita duduk bersama dulu ya. Sudah banyak protes di masyarakat, tapi sekali lagi, kami kan pemerintah provinsi itu adalah wakil pemerintah pusat di daerah. Kami wajib untuk menjaga kebijakan pusat, tetapi kami pun harus menyampaikan aspirasi pemerintah daerah kepada pusat. Ini lho persoalan kita.
Bagi saya, sekali lagi tabayyun, duduk bersama antara pemegang konsesi, pemerintah daerah dengan pemerintah pusat pemilik kewenangan, itu sebuah keniscayaan.
Tapi, menurut pandangan Bapak, apakah wilayah kabupaten atau kota sudah diberi keleluasaan untuk mengelola sumber daya alamnya sendiri?
Undang-Undang Nomor 23 tentang Pemerintahan Daerah sudah mengatakan kewenangan tentang perizinan perkebunan sekarang ada di kabupaten-kota. Perkebunan ya, tetapi bidang pertambangan mineral itu memang ada di pusat. Kecuali non-mineral, kayak batu itu sudah diserahkan kepada pemerintah daerah.
Saya tidak mau berdebat kenapa kita harus membuka lagi nanti asbabul asbab kenapa perubahan kewenangan itu, panjang lagi ceritanya. Bagi saya, kita samikna wa atokna, ketika kita bekerja dengan kewenangan-kewenangan yang sudah diatur sedemikian rupa, laksanakanlah kewenangan itu dengan tepat. Ketika terjadi persoalan-persoalan dalam implementasi kewenangan, kita duduk bersama.
Bagi saya, apakah daerah tidak memiliki keleluasan? Ada keleluasannya. Tapi sekali lagi, kadang-kadang kita suka bernostalgia, dulu ketika kewenangan itu ada di kita enak sekali, bla..bla..bla, bagi saya enough. Ayo kita memulai dengan apa yang sudah menjadi kewajiban kita. Karena daerah itu kan sejatinya hanya mengeksekusi tugas-tugas yang diberikan oleh pemerintah pusat ya.
Coba lihat apa makna dari desentralisasi? Desentralisasi adalah pelaksanaan urusan-urusan pemerintah pusat yang dilakukan oleh pemerintah daerah, maknanya itu. Jadi kita hanya mengeksekusi. Memang ada fleksibilitas di dalamnya, di sinilah penting duduk bersama antara kementerian yang diberikan kewenangan oleh presiden untuk mengelola urusan itu dengan eksekutornya.
Ada dua eksekutornya, satu pemerintah provinsi, dua pemerintah kabupaten-kota. Sudah sejauh mana? Tidak akan sama. Kondisi di Papua berbeda, Kaltim berbeda, Jakarta berbeda. Jadi tidak ada sebuah yang sama. Jadi, fleksibilitas menjadi sebuah keniscayaan.
Â
Â
Advertisement
Pertanian Juga Menjanjikan, Tak Hanya Mining
Data yang kami dapat menyebutkan di Kalimantan Timur ada 154.000 lubang bekas tambang dan 29.000 di antaranya ada di sekitar kawasan IKN. Apa saja masalah yang ditimbulkan dari lubang bekas tambang ini?
Saya ingin klarifikasi data itu dulu, 154.000 itu mungkin titiknya ya? Tapi kalau saya mengeluarkan datanya Jaringan Advokasi Tambang, Jatam itu ada 168 area. Ada 10 di Berau, ada 111 di Kutai Kartanegara, ada 29 di Samarinda ada 16 di Kutai Timur dan ada 2 di Kutai Barat. Saya hapal semua karena saya rajin turun ke lapangan.
Ini spotnya, kalau titiknya mungkin iya, karena satu spot itu ada yang 3, ada 10, ada ratusan titik. Nah, jadi ada sebagian yang sudah menikmati kewenangan mengelola lahan tambang ini dulu. Sayang lho, ini barang kan bagus digali-gali sedikit, kalau dia jual dapat uang kan? Tapi sekarang kan konsesi ada di pemegang konsesi, kewenangannya diatur oleh pusat.
Ketika pemegang konsesi memiliki area yang sangat luas sampai 1.000 hektare dan ada juga puluhan ribu hektare dan mereka tidak mempunyai kapasitas yang cukup untuk mengawasi. Mereka menambang itu kan tidak seluruh wilayah 1.000 itu, dia bagi di sini dulu, nambang di sini.
Nah wilayah lain dia mungkin tidak bisa mengawasi dikelola oleh orang lain secara ilegal. Akhirnya muncullah titik-titik seperti itu. Itu untuk yang berada di 5,1 juta tadi. Tapi di samping itu juga ada penambangan dilakukan di luar konsesi, di mana itu? Di tanah masyarakat.
Bisa dikasih contoh, Pak?
Misalnya saya punya tanah 10 hektare, di bawahnya ada batubara ya. Nah ini yang saya katakan harusnya ada komunikasi antara yang punya urusan mengelola. Bagaimana dengan mereka-mereka ini? Itu tanahnya sendiri lho? Boleh enggak mereka menggali tanahnya sendiri? Secara hukum boleh-boleh saja, itu kan tanah mereka.
Persoalannya bagaimana mekanisme governance-nya atau tata kelolanya? Setelah mereka gali batubaranya mereka jual ke mana? Pasti dijual kepada penampung-penampung itu gitu loh. Nah ini siapa yang mengatur? Daerah tidak punya kewenangan mengatur itu. Nah, ini yang saya katakan tadi, miss yang harus kita dudukkan bersama, dan itu jumlahnya banyak sekali. Catatan kita, dari teman-teman Jatam itu 168 area ya, banyak sekali.
Saya ingin katakan, sekarang ada teman-teman pemegang konsesi bergabung dalam FPM, Forum Pemberdayaan Masyarakat, mereka memberikan dukungan kepada masyarakat sekitarnya. Saya sudah datang ke beberapa perusahaan, mereka ada yang sudah melakukan reklamasi, kemudian tanahnya itu dibikin sawah ada 75 hektare dan sawahnya bisa produksi 3 sampai 4 ton per hektare, bagus.
Ada yang membangun hortikultura, ada yang membangun lokasi wisata, ada yang membangun juga UMKM, bahkan ada yang bangun pisang di hilirisasi. Banyak loh cerita-cerita positif itu.
Saya contohkan saja di daerah Kutai Timur ada sebuah pemegang konsesi, dia menanamkan sekian hektare pisang untuk masyarakat kemudian pisangnya dihilirisasi. Biasanya kita jual pisang cuma paling Rp2.000 satu biji pisang, ini dengan hilirisasi dan diberikan bantuan fried dry dan dia bisa jual ke Singapura dan Belgia itu Rp25.000 satu biji dengan packaging yang bagus.
Jadi saya katakan sesungguhnya banyak cerita-cerita bagus. Satu lagi, di Berau, saya datang di Berau kemarin kan, itu perusahaan yang ada di sana itu menyiapkan cokelat, menanam cokelat di eks tambangnya. Dan cokelat itu dikelola oleh masyarakat dan diproduksi menjadi sebuah cokelat yang sangat enak. Enak sekali.
Nah, bagi saya banyak cerita-cerita positif. Cuma memang yang lebih banyak keluar itu negatifnya. Kenapa? Butuh sebuah komunikasi yang berimbang berkaitan ini, ada yang negatif dan ada juga yang positif. Jadi kita timbang-timbanglah dulu, mana yang lebih banyak mudaratnya atau manfaatnya.
Jadi bisa dibilang lahan eks tambang itu ternyata banyak manfaatnya untuk masyarakat?
Beberapa yang dikelola dengan baik, tidak semua ya. Nanti saya di-bully lagi nih ya. Maksudnya tidak semua, ada juga yang menimbulkan masalah. Contoh meninggalnya anak-anak karena tidak diawasi dengan baik, banyak itu dan juga bis pengangkutannya melewati jalan-jalan masyarakat yang rusak ya seperti itu.
Nah, tapi saya katakan eks tambang itu banyak juga yang sudah dikonversi ke pertanian. Saya contohkan salah satu perusahaan saja, saya enggak usah sebutlah namanya, di daerah Kutai Kartanegara, Tenggarong. Mereka menanam, bekerja sama dengan kelompok tani menanam 10 hektare odot, odot itu pakan ternak dan tumbuh subur. Kemudian dia jual dan hasilnya luar biasa, hampir Rp50 juta dia dapat sebulan.
Maksud saya harus ada will yang baik mengolah eks tambang. Tapi kan ini kembali kepada kultur pemerintah daerah dan kultur masyarakatnya. Pemerintah daerah harus melihat itu sebagai sebuah peluang.
Saya sekarang lagi melakukan itu ya, saya sekarang mengajak ada SMK swasta di daerah Samboja, Kutai Kartanegara untuk mengerahkan 300 siswanya mengelola eks tambang. Kita tanami jeruk, kita bikinkan embungnya di situ, kita kasih sapi dan sekarang mereka bahagia sekali sekolah itu.
Dulu sekolah itu tidak punya jurusan pertanian. Sekarang yang jurusan otomotif pindah semua ke pertanian, kenapa? Ternyata bertani itu enak. Dia menanam jagung, dia menanam jeruk, menanam pakchong dan juga odot yang dia kasih sapinya. Dan akhirnya menurut saya bagus itu.
Jadi sebetulnya potensi untuk mengembangkan agrikultur di Kaltim itu dengan memanfaatkan eks tambang itu besar. Cuma masalahnya kembali kepada nawaitu pemerintah daerah dan juga masyarakatnya. Karena jujur, Kaltim itu tidak maksimal kultur agrarisnya. Jadi memang butuh sebuah dorongan agar kultur agraris itu menjadi bagian dari pemanfaatan eks tambang.
Jadi, Apa yang sudah Bapak lakukan untuk memastikan masyarakat di Kalimantan Timur bisa merasakan manfaat dari aktivitas pertambangan di wilayah mereka?
Begini, stigma banyak orang tentang Kalimantan Timur itu tanahnya tidak subur yes, tapi bukan tidak bisa ditumbuhi ya. Nah itu kenapa untuk menjawab Kaltim itu tidak subur, kita mendorong sekolah-sekolah membikin pertanian secara smart, smart farming. Sekarang kita lagi dorong sekolah itu punya greenhouse.
Saya ingin tunjukkan kepada anak-anak sekolah. Eh, kalau kamu mau, kamu bisa menanam lho. Tidak harus di atas tanah yang menurut kamu tidak subur, walaupun sesungguhnya subur. Kita sekarang banyak sekolah, saya sekarang dari sekolah ke sekolah, SMK itu saya dorong membuat greenhouse, greenhouse sayuran dan buahan.
Bahkan Asrama Haji Balikpapan pun sekarang bikin greenhouse, tumbuh anggur. Orang enggak percaya di atas lahan parkirnya Asrama Haji Balikpapan bisa tumbuh anggur. Saya tumbuhkan anggur di sana dan bagus hasilnya.
Di samping itu juga saya mendorong sekali lagi anak-anak sekolah, kuncinya adalah gerakan bersama. Dan yang paling gampang memobilisasi itu adalah anak muda dan mereka adalah bagian dari mengubah mindset mereka untuk lebih care juga kepada agraris. Bahwasanya agraris itu menjanjikan kok, tidak hanya mining lho.
Â
Ekspansi Pertambangan, Lahan Pertanian Makin Turun
Data BPS menyebutkan, Kaltim belum bisa memenuhi sendiri kebutuhan berasnya dan masih mengandalkan dari luar daerah. Untuk mewujudkan ketahanan pangan, bagaimana langkah yang Bapak ambil?
Ya tidak ada pilihan harus melakukan ekstensifikasi. Karena kalau sekarang kecenderungan terjadi penurunan luas lahan itu 5 sampai 10 persen dalam 10 tahun terakhir. Artinya, ekspansi pertambangan terhadap pertanian itu memang cukup tinggi di sana. Tentunya itu berpengaruh terhadap tingkat produksi kita.
Belum lagi juga sisi kualitas tanah. Pertambangan yang dilakukan di dekat-dekat sentra-sentra pertanian kita itu menyebabkan ada infiltrasi logam berat. Saya kemarin baru menguji itu. Nah, ini menyebabkan produktivitas rendah, turun. Nah ini yang lagi kita atasi sekarang untuk mencoba melindungi lokasi-lokasi pertanian kita itu ada di Babulu, Penajam Paser Utara, ada di Kutai Kartanegara.
Ini dua daerah yang sentra, ada juga dari Samarinda sentra pertanian kita. Kita lagi melakukan proteksi, termasuk juga kondisi ketersediaan air. Kami bekerja sama dengan Kodam VI Mulawarman sekarang membangun sentra-sentra pipanisasi. Karena kalau kita berharap dari ada dua bendungan, Bendungan Telake dan Lambakan yang ada di daerah Paser, itu membutuhkan dana yang besar.
Kami minta bantuan pusat sekarang. Tapi untuk sementara mengantisipasi kekurangan air, kami sedang membangun sekarang hampir 16 pompanisasi untuk air pengairan. Jadi kita berharap nanti kendalanya bukan lagi soal air. Kalau diambil air dari Mahakam pertama jauh, yang kedua tercemar.
Jadi memang hal-hal seperti ini menjadi PR yang besar bagi Kalimantan Timur ke depan. Tantangan ke depan yang paling besar adalah ekspansi pertambangan yang sangat tinggi. Kemudian juga terjadinya intervensi kimia terhadap produk-produk pertanian kita. Jadi memang butuh gerakan yang bersama.
Saya berharap pemerintah pusat juga ikut bersama-sama, karena apa? Nanti kebutuhan kurang lebih 1,5 juta orang yang akan hidup di IKN itu kalau mengandalkan Sulawesi, kalau mengandalkan Jawa, itu pasti akan men-trigger inflasi yang tinggi sekali. Jadi kita mencoba daerah-daerah buffer zone ini akan menjadi penyuplai kebutuhan untuk IKN nanti ke depan. Tetapi sekali lagi, ini butuh komitmen yang besar.
Di Kalimantan Timur sendiri kabarnya desa-desa di sana mulai bertransformasi menuju lumbung pangan dan tentunya untuk menyokong kebutuhan para penghuni IKN di masa depan. Konsepnya seperti apa, Pak?
Ya harus ada kemandirian dulu. Bagi saya, secara fiskal sesungguhnya tidak ada kendala bagi beberapa daerah yang menjadi buffer zone IKN. Sebutlah Kutai Kartanegara itu dua digit lho, APBD-nya hampir Rp11 triliun di atas Samarinda, Balikpapan, PPU, mungkin PPU agak kecil ya satu digit.
Tetapi bagi saya harus ada kolaborasi antara daerah-daerah ini ya. Contoh Kutai Kartanegara itu connect ke PPU, dan kedua-duanya adalah basis untuk pengembangan pangan, sentra pangan. Hanya kendalanya adalah bagaimana kedua daerah ini bisa berkolaborasi membangun irigasi karena kendalanya air.
Saya berterima kasih kepada Pangdam dan juga dari TNI membantu kita untuk pompanisasi. Tapi itu kan sifatnya cuma sebentar. Jangka panjang tidak ecofriendly karena kita menyedot air dari bawah. Sebetulnya yang butuh adalah mengoptimalkan ada namanya bendungan Telake dan bendungan Lambakan, itu bisa mengairi dua kabupaten ini.
Dan itu kalau kita laksanakan nanti di daerah yang selama ini, maaf ya, yang di pangannya bertransformasi kemudian menjadi sawit itu bisa balik lagi. Saya pernah diancam oleh salah satu petani, Pak Pj kalau tidak menghadirkan air juga ini sawah-sawah saya tanami nanti sawit semua. Tapi saya bilang kita enggak bisa salahkan mereka karena memang kendalanya itu.
Nah, memang butuh pendekatan-pendekatan yang persuasif. Saya rajin datang memberikan bantuan, pupuk juga bibit ya dan juga saya bersyukur teman-teman pemegang konsesi pertambangan, perkebunan itu juga rajin memberikan bantuan kepada desa-desa itu sehingga desa-desa ini bisa bertumbuh menjadi sentra-sentra penyuplai kebutuhan pangan.
Kaltim itu ketergantungannya tinggi sekali dari Sulawesi, beras, sayuran. Itulah yang jadi PR kami sekarang untuk mencoba mereduksi harga-harga itu agar inflasinya terkendali. Itulah kami melakukan sekarang pasar-pasar penyeimbang, ada 12 itu sampai sekarang. Tetapi ini butuh desain yang lengkap dan harus ada kolaborasi antara semua kabupaten kota dengan provinsi.
Kendalanya adalah orkestrasi yang baik, kuncinya orkestrasi yang baik. Pusat, provinsi, kabupaten harus enak bergerak di satu gerak yang sama, komit untuk menghadirkan ketahanan pangan. Kalau gerak-gerak sendiri anggarannya habis tapi enggak kelihatan.
Â
Advertisement
Petugas KPPS Diasuransikan dan Diberi Vitamin
Kalimantan Timur juga akan mengikuti Pilkada Serentak 2024, sejauh mana persiapannya, Pak?
Alhamdulillah kemarin kita bergerak dari Pileg kemarin ya, itu terjadi peningkatan partisipasi yang cukup signifikan. Yang dulu hanya 67, 73, sekarang kemarin sekitar 79, 80 persen. Alhamdulillah ya. Dan kita berharap semangat yang sudah terjalin bagus kemarin ketika Pileg dan Pilpres itu juga menular ke Pilkada kita.
Kita targetkan juga sama, 79 atau 80 persen partisipasinya. Konsekuensinya penyelenggara dalam hal ini adalah KPU, Bawaslu tentu harus kita support. Saya sudah berkunjung ke 10 kabupaten kota, mulai dari Mahakam Ulu sampai ke Berau saya sudah berkunjung semua dan saya melihat semua sudah running well.
Memang ada beberapa kondisi yang tidak biasa seperti di daerah Mahakam Ulu, itu karena pergerakan logistik harus melalui riam-riam yang besar-besar itu, sungai. Jadi saya minta agar tidak satupun suara masyarakat yang nanti rusak kita bungkus dengan plastik dan kemudian setiap kotak suara kita kasih pelampung.
Jadi kalau jatuh ke sungai masih bisa terselamatkan. Jadi dua, untuk Mahakam Ulu, Kutai Barat itu semua kita kasih pelampung. Dan semua yang paling tidak ada di Indonesia adalah di Kaltim, semua petugas KPPS kita asuransikan BPJS. Ini hanya di Kaltim ya.
Semua juga saya minta semua kepala daerah kasih vitamin, jadi semua kita kasih vitamin dan kasih BPJS. Dan ini mungkin di Indonesia cuma kita lho yang melakukan itu, karena kita sangat menjaga agar demokrasi kita lebih berkualitas.
Kita ingin para pahlawan-pahlawan demokrasi yang bergerak di ujung tombak itu mereka bisa nyaman, sehat, tidak kejadian lagi seperti Pileg waktu 2019 yang lalu, banyak yang sakit dan sebagainya. Itu kenapa vitamin dan juga BPJS kita kasih semua.
Kalau soal kondisi keamanan bagaimana?
Alhamdulillah, walaupun oleh Bawaslu kita dimasukkan kategori 5 rawan, tapi sesungguhnya rawannya bukan keamanan. Rawannya justru karena pergerakan, karena luas ya. Dan rawannya juga dikhawatirkan karena partisipasi akan rendah karena kan area kita sampai 15 juta hektare.
Kaltim itu 15 koma sekian juta hektare wilayahnya, luas sekali dan banyak wilayah remote. Tapi kita berkolaborasi dengan Forkopimda untuk yang pergerakan ke sungai, ke laut kita menggandeng teman-teman dari Angkatan Laut, darat juga dibantu dengan heli nanti dan sebagainya. InsyaAllah kita akan support habis-habisan teman-teman penyelenggara.
Bapak dikenal expert dalam hal otonomi daerah, tak heran setelah menjabat Pj Sulawesi Barat dialihkan ke Kalimantan Timur. Apakah di setiap provinsi itu ada tantangannya masing-masing?
Ya, saya sebagai Dirjen Otda pernah ditugaskan di Sulawesi Barat, itu daerah potensial. Cuma memang secara geografis ada kendala, saya harus katakan itu. Ini daerah memanjang ya, dia diapit oleh dua kekuatan besar, satu Sulawesi Tengah satu lagi Sulawesi Selatan yang secara ekonomi bagus.
Nah, celakanya di daerah pinggiran mereka ini ekonominya lari, yang daerah Pasangkayu lari ke Sulawesi Tengah, yang daerah Polman lari ke Sulawesi Selatan, tinggal di tengah-tengahnya nih. Nah ini kan butuh sebuah kebijakan yang tidak mudah.
Saya katakan, memang merancang pemekaran daerah itu harus memperhatikan bagaimana integratif sebuah wilayah. Itu pelajaran saya dapat dari Sulawesi Barat, bahwasanya butuh effort yang besar untuk mendorong ekonomi Sulbar.
Pilihannya adalah mengaktifkan jalur laut, tapi itu tidak mudah karena jalur udara juga relatif sulit, tapi bukan tidak bisa. Ini daerah bisa berkembang sepanjang jalur memanfaatkan ALKI 2 itu dioptimalkan. Nah, di Kalimantan Timur, ALKI 2, Alur Laut Kepulauan Indonesia, itu juga berpotensi untuk mengembangkan ekonomi Kaltim karena kan berhadapan itu.
Nah, bagaimana kita mengoptimalkan alur laut ini, karena sehari itu hampir ratusan kapal yang lewat, cuma lewat saja. Pertanyaannya, seberapa bagus pemerintah daerah dan pemerintah pusat mendesain agar kapal-kapal itu, contohnya mengisi air ya, dan ada pengisian BBM.
Jadi tidak hanya Surabaya dan Semarang saja mengisi BBM, mengisi airnya di tempat kita dong gitu loh, sehingga kecipratan jugalah di daerah-daerah sepanjang ALKI 2 ini. Bagi saya itu potensi sesungguhnya harus ada kolaborasi.
Memang perbedaan di kedua daerah ini mungkin Sulbar fiskalnya kecil, tapi bukan tidak mungkin bisa berkembang. Kaltim fiskalnya besar karena punya mining gitu kan? Tapi sekali lagi, kalau pelajaran dari yang saya dapat dari dua daerah ini, itu fiskal bukan segala-galanya.
Kuncinya adalah kreativitas dan komitmen aktor-aktor yang ada di dalamnya, baik pelaku ekonomi, pemerintah daerah atau pemerintah pusat agar bisa meng-create sebuah gagasan-gagasan yang men-trigger pertumbuhan. Itu pelajaran yang saya dapat.
Harus ada kolaborasi dari kedua wilayah untuk memanfaatkan kondisi geografis?
Pastinya tadi saya katakan, Sulbar kondisi geografisnya memanjang ya. Kaltim banyak memiliki potensi mining, di Sulbar agak kurang, tetapi sebetulnya kedua daerah ini bisa berkolaborasi dengan baik dengan memanfaatkan, jadi disatukan oleh Selat Makassar lho.
Jadi ALKI 2 itu kalau kedua-duanya bisa manfaatkan di tengah-tengahnya juga ada pulau kepulauan, namanya Pulau Balabalakang, pulaunya lebih dekat ke Kaltim walaupun itu miliknya Sulbar. Nah kalau ini dikelola menjadi wisata, ini wisata yang premium, kita punya next Maldives di sana, saya sudah ke sana.
Saya bilang begini, di daerah seperti itu Kaltim kan punya juga Derawan, kita punya juga Maratua, itu jangan menjadi wisata murahan, harus mahal. Mohon maaf saya katakan, banyak wisatawan kita hanya datang membawa sampah, pulangnya enggak dibawa sampahnya lagi.
Nah, justru dia meng-create wisata-wisata premium seperti ini nilai tambahnya akan lebih tinggi. Bagi saya antara Kaltim dan Sulbar itu bisa dikerjasamakan Balabalakang menjadi sebuah kawasan wisata premium berdua sama, karena pasti sumber daya yang akan datang pasti banyak dari Kaltim nanti.
Karena kan income perkapitanya lebih tinggi dari Kaltim. Karena dekat dari Kaltim juga. Kerja sama menjadi sebuah keniscayaan untuk membangun daerah.
Â
Â
Pilih Jadi Birokrat Meski DNA Entrepreneur
Apakah menjadi birokrat memang menjadi cita-cita Bapak atau saran orangtua?
Enggak, saya menjalani hidup saya saja. Sebagai orang Padang kebanyakan, sesungguhnya DNA saya itu lebih banyak DNA-nya entrepreneur, dagang. Sebelum jadi pegawai dulu saya pedagang, enggak tahunya coba-coba masuk IPDN eh lulus. Jadi saya akhirnya mengatakan ini hanya jalan hidup, saya jalani saja.
Dan kuncinya di manapun Anda berkarier, di manapun Anda bertugas, serius saya bilang itu, kuncinya satu saja. Ketika kemudian almarhum Ibu mengatakan ya sudah kamu fokus jadi pegawai, ya saya fokus jadi pegawai, saya enggak jadi pedagang. Tapi berdagang juga sih kadang-kadang.
Jiwanya enggak bisa dibohongi ya?
Enggak bisa. Cuma berdagang dengan cara yang benar. Artinya begini, jujur negara ini kan belum cukup, mohon maaf ya, belum cukup baguslah memberikan reward terhadap pekerjanya. Gaji pegawai kan kecil, maka rata-rata saya sarankan buatlah PT Umega, tahu enggak PT Umega? Usaha Menambah Gaji.
Artinya, sepanjang itu tidak melanggar etika-etika kita berprofesi, tidak ada halangan kok. Boleh kan pegawai negeri punya kontrakan? Boleh dong pegawai negeri punya rumah kos? Boleh, sepanjang itu dilakukan dengan cara yang benar. Jadi dengan kekuatan ekonomi yang tidak kaya-kaya banget, kita bisalah tidak tergoda.
Karena godaan di birokrasi kan tinggi sekali ya. Kita pegang uang, kita pegang kekuasaan ya. Tapi kalau kemudian kita pegang uang yang banyak sementara kita enggak punya uang, ini kan kondisi yang sangat ini sekali.
Bagaimana Bapak melihat peran Generasi Z dan Milenial saat ini, khususnya di Kaltim?
Kaltim itu komposisi penduduk Generasi Milenial dan Generasi Z itu 53%, penduduk Kaltim sekarang mengalami bonus demografi, 53% adalah Milenial dan Generasi Z. Ketika kita tidak mempersiapkan mereka ya, nanti mereka akan tumbuh menjadi generasi yang hanya mengandalkan mining saja.
Makanya transformasi bagaimana mereka nanti menjadi benteng untuk menjaga lingkungan, benteng untuk menghadapi ketahanan pangan, mereka tidak hanya mengandalkan di sisi pertambangan, harus ada transformasi ke entrepreneurship.
Saya selalu bilang, hadirnya IKN di Kalimantan Timur itu adalah kesempatan emas untuk bertransformasi dari mining ke entrepreneur, ke jasa. Karena dengan adanya IKN nanti itu akan tumbuh sektor-sektor jasa yang besar nanti.
Nah, pertanyaannya, siapa yang akan memainkan ini? Apakah harus didatangkan lagi dari Jawa? Atau harus didatangkan lagi dari Sulawesi? Bagi saya ini kesempatan bagi anak-anak muda untuk Anda menjadi tuan di rumah Anda sendiri. Inilah bagian hal seperti ini yang menurut saya komitmen yang harus kita optimalkan ke depan.
Bapak sebagai Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri, ternyata putra kelahiran Kabupaten Dharmasraya, kabupaten hasil pemekaran ya. Boleh diceritakan perubahan positifnya setelah Dharmasraya menjadi kabupaten sendiri?
Saya itu orang yang bersyukur sekali lahir dan tumbuh sampai dengan sekolah menengah pertama di Dharmasraya, karena ini daerah masa depan. Ini daerah yang tumbuh karena akulturasi budaya yang berjalan dengan sangat bagus. Saya orang yang percaya proses itu menentukan hasil.
Dharmasraya adalah proses akulturasi antara saudara-saudara kita yang ada di Jawa bertransmigrasi ke sana. Hampir 50% penduduknya adalah Jawa dengan penduduk lokal yang notabene dari Minang. Nah, proses akulturasi ini berjalan sangat bagus sehingga boleh dikatakan itu daerah menghadirkan orang-orang yang nasionalis seperti saya.
Kenapa? Kita terbiasa duduk berdampingan dengan teman-teman dari Jawa, dengan suku-suku lain. Nah, inilah yang menurut saya potensinya juga akan bagus di Kalimantan Timur. Kaltim itu 32% adalah etnis Jawa, 27% etnis Bugis, 22% etnis Banjar, 9% etnis Dayak, kurang dari 5% adalah etnis Kutai, Melayu, dan sisanya adalah campuran yang lain.
Ini adalah kesempatan luar biasa. Saya belajar dari Dharmasraya sebagai daerah yang mengalami akulturasi yang cukup bagus. Dan ini kalau Kaltim mampu melewati proses akulturasi dengan baik. Makanya Pak Presiden memilih Kaltim sebagai IKN kan karena proses akulturasinya bagus.
Ini modal yang luar biasa bagi kita untuk bertumbuh menjadi Indonesia. Ini modal yang sangat bagus bagi kita untuk mengatakan inilah NKRI yang sesungguhnya. Itu kenapa saya bangga lahir di daerah yang proses akulturasinya berjalan dengan baik seperti Dharmasraya.
Â
Advertisement
Asam Padeh sampai Film Action
Sekarang ada games buat Bapak, namanya Pilih Satu Jangan Galau dan Bapak harus jawab cepat.
Oke.
Kopi atau teh?
Teh.
Paddling atau jetski?
Jetski.
Asam padeh atau sambal gami?
Asam padeh.
Seafood atau vegan?
Vegan.
Trail atau offroad?
Trail.
Tambang atau swasembada pangan?
Swasembada pangan dong.
Film action atau kolosal?
Action.
Bertani atau berpolitik?
Bertani?
Mantap sekali jawabannya. Oke kita kupas nih, tadi Bapak kopi atau teh milihnya teh, kenapa Bapak suka teh?
Saya tidak terlalu suka dengan kopi, tapi jujur di Kaltim itu saya bisa minum kopi kalau kopinya Liberika, hanya ada di Kaltim itu di daerah Kutai Kartanegara, ada kopi Liberika. Tapi kalau Arabika saya ampun, saya maag.
Oke, next paddling atau jetski.
Saya pilih jetski, sekarang karena butuh speed. Kalau untuk healing atau lagi galau ya bagus paddling. Tapi kalau ingin lagi spirit bagus jetski.
Di sela-sela kesibukan, Bapak masih sempat menjalankan hobi?
Pasti Sabtu-Minggu.
Kalau soal asam padeh tadi?
Asam padeh itu kan karena saya dibesarkan dengan ikan yang tanpa santan. Saya mengurangi santan sekarang. Asam padeh itu cuma cabe, kuah air, kunyit, daun kunyit, kemudian asam jawa, sudah itu saja, saya bisa bikin itu.
Tadi memilih vegan, suka banget sayur-sayuran berarti. Sayur apa yang paling suka, Pak?
Mushroom?
Tadi memilih trail?
Trail dong, saya sudah khatam.
Masih naik motor?
Masih, saya dari dulu kan pemotor. Kalau menuju lokasi-lokasi yang tidak bisa dijangkau di Kaltim, saya pakai motor. Tapi kalau di Sulbar, saya pasti pakai motor. Biasanya saya main di Bogor. Lokasi saya kan di Bogor mainnya, di Cisadon.
Film action apa yang paling Bapak suka?
Yang bintangnya Denzel Washington atau Equalizer saya suka, Equalizer 1,2,3 saya nonton semua. Kemudian Jason Statham juga nonton semua. Kalau dulu Mel Gibson suka Patriot, pokoknya film-film begitulah.
Bapak tegas memilih bertani, kenapa?
Karena begini, ada 2 jenis usaha di dunia itu yang tidak pernah mati. Satu bisnis energi, kedua bisnis pangan. Di antara dua ini saya lebih memilih pangan. Orang bisa hidup tanpa listrik, tapi tak bisa hidup tanpa nasi.
Pangan adalah masa depan dunia. Penduduk bertambah terus, sementara Tuhan tidak pernah menciptakan tanah lebih dari sekarang, kecuali reklamasi. Reklamasi juga enggak bisa menggantikan pangan, ya kan? Makanya saya bilang, masa depan Indonesia itu pangan. Jadi Pak Prabowo itu sudah benar, sangat benar, kita harus support itu.
Terakhir, ada enggak sih motto hidup, Bapak?
Saya pikir ya bekerja yang terbaik saja, just do the best. Kalau sekarang ya saya itu menghindari konflik-konflik, menghindari drama-drama. Biarlah jadi domainnya drama Korea saja. Menghindari drama, hidup yang sehat saja.
Â