Sukses

YAR-TSRA 2024 Wadahi Peneliti Muda Hadirkan Solusi Inovatif

Melalui kesuksesan pelaksanaan YAR-TSRA tahun 2023, program tahun ini memperluas jangkauannya dengan melibatkan mahasiswa dari Pulau Sumatera, dengan total partisipan sebanyak 96 mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Youth as Researchers – Tanoto Student Research Awards (YAR-TSRA) yang diprakarsai oleh UNESCO dan Tanoto Foundation hadir kembali setelah tahun lalu sukses meluncurkan program inovatif dengan misi mengangkat suara pemuda melalui penelitian sosial dan berkontribusi pada pembuatan kebijakan.

Knowledge Summit tahun ini, yang diadakan di Ganara FX Sudirman, Jakarta, menandai babak baru dalam memberdayakan pemuda Indonesia untuk menghadapi tantangan masyarakat melalui solusi berbasis bukti (evidence-based solutions).

Melalui kesuksesan pelaksanaan YAR-TSRA tahun 2023, program tahun ini memperluas jangkauannya dengan melibatkan mahasiswa dari Pulau Sumatera, dengan total partisipan sebanyak 96 mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia.

Knowledge Summit memberikan wadah dan kesempatan bagi para peneliti muda untuk mempresentasikan hasil riset mereka kepada pembuat kebijakan, akademisi, dan pemimpin sektor swasta, menampilkan pendekatan inovatif untuk menangani isu-isu sosial di Indonesia dengan tema-tema seperti kesehatan mental, aksi iklim, teknologi digital, dan pendidikan inklusif.

Program YAR-TSRA bukan hanya inisiatif penelitian seja, melainkan platform transformatif untuk membekali pemuda Indonesia dengan keterampilan penting untuk menghadapi tantangan dunia nyata.

Melalui pelatihan, pendampingan, dan penelitian terarah, para peserta diberdayakan untuk menyelidiki topik yang relevan secara personal maupun sosial, merancang metodologi yang solid, dan menganalisis data untuk menghasilkan rekomendasi yang dapat diterapkan.

Maki Katsuno-Hayashikawa, Direktur dan Perwakilan UNESCO Regional Office Jakarta, mengatakan bahwa UNESCO telah bekerja sama dengan ribuan pemuda di seluruh dunia melalui pembentukan dan dukungan terhadap inisiatif serta jaringan yang dipimpin oleh pemuda, memperkuat kapasitas mereka, mendorong produksi pengetahuan, dan menciptakan ruang dialog antara pemuda, pembuat kebijakan, dan organisasi masyarakat sipil.

“Saat ini, kita menyaksikan bagaimana para pelajar menghasilkan penelitian berkualitas, seperti dampak pelaksanaan kebijakan pemerintah terkait aksi iklim di Kepulauan Seribu; menggunakan teknologi digital untuk memetakan petualangan kuliner tersembunyi di Kota Makassar; serta strategi untuk mendorong pendidikan yang lebih inklusif bagi anak-anak di desa nelayan di Medan. Hal ini menjadi bukti nyata bahwa pemuda dapat berkontribusi dan mendorong perubahan. Peserta YAR-TSRA menjadi bukti bahwa pemuda adalah pemimpin hari ini dan masa depan,” sambung Maki.

Michael Susanto, Head of Leadership Development & Scholarship, Tanoto Foundation, di tempat yang sama mengatakan bahwa saat ini semakin banyak suara dan peran pemuda yang menjadi kunci untuk mendorong pembangunan berkelanjutan.

“Kesadaran generasi muda terhadap isu-isu global seperti pendidikan, inklusi sosial, dan ketahanan iklim terus berkembang. Tanoto Foundation, organisasi filantropi independen di bidang pendidikan yang didirikan oleh Sukanto Tanoto dan Tinah Bingei Tanoto pada tahun 1981, focus untuk mengembangkan sumber daya manusia dari berbagai segmen termasuk Pendidikan tinggi. Pemerintah yang bekerja sama dengan perguruan tinggi dan sektor pembangunan dapat menciptakan platform untuk membekali mereka dan menjadi landasan bagi mereka untuk menciptakan perubahan,” sebut Michael.

“Tanoto Foundation berkolaborasi dengan UNESCO dan mitra universitas kami untuk menghadirkan program Global Youth as Researchers sebagai model bagi pemuda di Indonesia untuk mendapatkan pembelajaran langsung di lapangan serta menciptakan solusi dan rekomendasi kebijakan guna mengatasi kesenjangan di komunitas mereka. Harapannya, lebih banyak pemuda yang menyadari bahwa mereka juga dapat menjadi agen perubahan dan berkontribusi dalam mendorong aksi-aksi lokal. Kami berharap ke depannya semakin banyak upaya kolaboratif yang diinisiasi untuk menghadirkan perspektif dan kreativitas pemuda ke dalam solusi pembangunan,” tutup Michael.

Salah satu peserta YAR-TSRA, Muh Nurfaiz Fahmi, dari Universitas Hasanuddin merasa senang menjadi bagian dari program bergengsi UNESCO Youth as Researchers Tanoto Student Research Awards.

“Saya dan kelompok saya sangat senang dapat berkontribusi menuju masa depan digital yang lebih adil melalui proyek kami untuk meningkatkan pengakuan domestik kota kami. Meski menghadapi berbagai tantangan, seperti tenggat waktu dan kendala teknis, kami bangga atas ketahanan dan dedikasi kelompok kami. Kami bersyukur suara kami sebagai peneliti muda didengar dan dihargai oleh UNESCO dan Tanoto Foundation,” sambung Nurfaiz.

2 dari 2 halaman

Platform untuk Perubahan: Bidang Penelitian Utama

Knowledge Summit ini menyoroti penelitian yang dipimpin oleh pemuda dalam empat kategori, masing-masing menangani tantangan mendesak dan menawarkan solusi inovatif.

1. Peningkatan Kesehatan Mental

Pemuda secara langsung terpengaruh oleh pemahaman terkait kesehatan mental yang ada dimasyarakat, dan program YAR-TSRA menyediakan platform penting bagi mereka untuk berkontribusi pada perumusan kebijakan terkait isu ini. Peserta YAR-TSRA secara kritis menerapkan perspektif ini pada konteks lokal dengan isu-isu kesehatan mental seperti depresi pasca-melahirkan di Posyandu dan dinamika hubungan yang tidak sehat (toxic relationship) di kalangan remaja. Semangat mereka untuk menghilangkan stigma terlihat jelas dalam proyek penelitian YAR-TSRA, di mana mereka secara universal mendorong dukungan kesehatan mental yang lebih baik.

2. Masa Depan Digital yang Setara

Transformasi digital yang cepat tidak hanya meningkatkan efisiensi dan menciptakan peluang baru, tetapi juga memperlebar kesenjangan. Di Indonesia, literasi digital masih menjadi tantangan signifikan bagi komunitas marjinal, terutama bagi UMKM. Kelompok YAR-TSRA mengkaji celah ini dan mengusulkan solusi praktis untuk menciptakan ekosistem digital yang lebih inklusif di Indonesia.

3. Pendidikan Inklusif Transformatif

Pendidikan adalah jalur kehidupan bagi komunitas yang terpinggirkan, namun ketidaksetaraan sistemik sering kali menghambat akses yang inklusif. Melalui penelitian, peserta YAR-TSRA mengusulkan solusi kreatif untuk meningkatkan akses pendidikan di seluruh Nusantara. Mereka menganalisis isu-isu sosial yang krusial, salah satunya meliputi penerapan pendidikan holistik untuk melibatkan siswa Papua yang terpinggirkan di Bogor. Hasil kerja mereka menyoroti potensi transformatif pendidikan inklusif untuk memberdayakan komunitas yang kurang terlayani.

4. Solusi Iklim Inovatif

Perubahan iklim adalah ancaman nyata—merupakan krisis mendesak yang memengaruhi kehidupan dan mata pencaharian saat ini. Salah satu isu paling krusial adalah mendorong penerapan solusi inovatif terhadap perubahan iklim. Mulai dari penggunaan residu biodigester sebagai pupuk di Jatinangor hingga penanganan emisi UMKM di Yogyakarta, penelitian tahun ini menggarisbawahi pentingnya solusi lokal dalam menghadapi tantangan global. Penelitian mahasiswa ini memberikan wawasan praktis tentang praktik berkelanjutan yang melindungi komunitas sekaligus menjaga kelestarian planet.Penelitian yang dipimpin oleh pemuda sangat penting untuk menciptakan riset ilmiah yang inklusif, mencerminkan beragam perspektif dan pengalaman kaum muda. Pendekatan ini juga menawarkan cara baru yang dapat membentuk kebijakan dan legislasi berbasis bukti, memastikan suara kaum muda didengar dalam proses pengambilan keputusan. UNESCO dan Tanoto Foundation dengan bangga mengumumkan selesainya program YAR-TSRA tahun kedua di Indonesia, yang berhasil mengangkat suara pemuda Indonesia dalam penelitian dan pembuatan kebijakan.