Liputan6.com, Jakarta - Mantan Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo menegaskan, operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Calon Gubernur Bengkulu nomor urut 2 yang juga Gubernur Bengkulu petahana Rohidin Mersyah, menjadi bukti pentingnya OTT dalam praktek pemberantasan rasuah.
Hal tersebut disampaikan Eks Penyidik KPK Yudi Purnomo usai ramai-ramai para calon pimpinan atau capim KPK menyebut OTT akan ditiadakan ke depannya.
Baca Juga
"Saya mengapresiasi kinerja KPK dalam melakukan OTT di Bengkulu dan sudah menetapkannya sebagai tersangka. Ini sekaligus membuktikan OTT masih penting dalam membongkar kasus korupsi," kata Yudi dalam keterangan diterima, Selasa (26/11/2024).
Advertisement
Sebagai seorang berpengalaman dalam banyak OTT terhadap kepala daerah selama di KPK, Yudi mencatat modus korupsi kepala daerah cenderung senada dan itu itu saja.
Dia merinci, tindakan dilakukan seperti suap dari pengusaha menang proyek, setoran dari anak buahnya yang diangkat menjadi pejabat atau imbal perizinan yang dikeluarkan.
"Sebab itulah calon petahana sebagai penyelenggara negara rawan akan potensi korupsi," wanti Yudi Purnomo.
Yudi meyakini, kebutuhan akan uang menjelang pemilu tentu terkait money politic karena membutuhkan dana yang besar untuk mempengaruhi pemilih.
Hal ini, kata dia, tentu membuat para calon yang ingin berbuat curang memutar otak bisa memperoleh uang secara instan.
"Celaka jika dia petahana maka tentu akan mudah mendapatkan uang dengan melakukan pemerasan ke stafnya apalagi jika dia yang mengangkatnya dijabatan tersebut dan takut kehilangan jabatan," kritik mantan Ketua Wadah Pegawai KPK ini.
Yudi menyayangkan, praktek tersebut masih ada dan membuat demokrasi jauh dari ketidakadilan, persaingan yang kompetitif serta kebebasan masyarakat untuk memilih karena dipengaruhi faktor uang.
"Maka dari itu, para petahana jadikan ini (OTT KPK Cagub Petahana Bengkulu) sebagai efek jera dan meminta juga KPK mengawasi secara penuh uang uang yang beredar sebelum proses pemilihan berlangsung. Sehingga Pilkada menghasilkan pemimpin daerah yang antikorupsi," dia menandasi.
Capim KPK Wacanakan Hapus OTT
Sebelumnya, calon pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak mengaku siap menghapus Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang biasa dilakukan lembaga antirasuah. Pernyataan itu pun langsung disambut riuh dan tepuk tangan Komisi III DPR RI.
"Seandainya saya bisa jadi, mohon izin, jadi ketua, saya akan tutup, close, karena itu (OTT KPK) tidak sesuai dengan pengertian yang dimaksud dalam KUHAP,” tutur Johanis dalam fit and proper test capim KPK di Gedung KPK, Senayan, Jakarta, Selasa 19 November 2024.
Johanis menegaskan, penggunaan OTT tidaklah tepat. Namun begitu, selama menjadi bagian dari KPK dia tidak dapat menghentikan hal itu lantaran pimpinan yang lainnya tetap mempertahankan, dengan dalih tradisi lembaga antirasuah.
"Apakah ini tradisi bisa diterapkan, ya saya juga nggak bisa juga saya menantang," tandasnya.
Advertisement
DPR Dukung Wacana Penghapusan OTT
Kemudian, Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Hasbiallah Ilyas sepakat dengan penilaian Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan bahwa Operasi Tangkap Tangkap (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah cara kampungan. Menurutnya, OTT KPK hanya merugikan uang negara.
Hal ini disampaikan saat menggelar uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap calon Dewan Pengawas (Dewas) KPK Wisnu Baroto di Komisi III DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu 20 November 2024.
"Saya setuju dengan kalau OTT itu hanya kampungan, sebab OTT itu hanya merugikan uang negara," ujar Hasbiallah.
Ia mengaku pernah bicara dengan salah satu pimpinan KPK bahwa ketika ingin melakukan OTT membutuhkan waktu lama. Proses yang lama itu pun mengakibatkan pemborosan uang negara.
"Saya pernah tanya salah satu pimpinan KPK, untuk mengejar OTT itu satu tahun, berapa banyak uang kita yang harus habis. Ini kan permasalahan di kita seperti ini," ujar Hasbiallah.
"KPK ini lebih banyak pemborosannya kenapa? OTT satu tahun, setelah itu uang negara hilang dulu baru ditangkap," sambungnya.