Liputan6.com, Jakarta - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bertanggung jawab atas keterlibatan anggota polisi di Pilkada Serentak 2024. Bahkan, hal itu dinilai bersifat komando pimpinan institusi lantaran terjadi di banyak wilayah Indonesia.
Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus menyampaikan, semua itu bermula saat Presiden ke-7 RI Joko Widodo atau Jokowi melakukan segala cara untuk menghasilkan pemilu sesuai dengan keinginannya.
Baca Juga
"Jadi secara moral dan secara substantif, pemilu kita kemarin cacat karena berbagai tindakan pelanggaran yang TSM sifatnya, Terstruktur Sistematis dan Masif. Budaya politik buruk ini kami menamakan sebagai budaya Jokowisme,” tutur Deddy di Kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Selatan, Kamis (28/11/2024).
Advertisement
"Bermula pada saat seorang penguasa bernama Jokowi dengan segala cara, dengan segala kekuasaan yang dimilikinya melakukan upaya-upaya untuk menghasilkan pemilu sesuai keinginannya. Apakah target sasaran dari kegiatan itu adalah seluruh populasi pemilik? Sudah tentu tidak. Tetapi didesain untuk jumlah persentase yang memadai agar agenda mereka tercapai,” sambungnya.
Untuk itu, kata Deddy, Jokowi membutuhkan rangkaian instrumen demi mewujudkan keinginannya. Salah satunya dengan menggunakan institusi besar yang dapat berjalan kuat, punya kemampuan melakukan penggalangan dana, serta menggaet kelompok-kelompok tertentu, yakni Polri.
"Yang sudah menjadi pengetahuan publik, sekarang kita mengenal Partai Coklat. Partai Coklat sudah menjadi kosa kata baru dalam politik Indonesia. Sudah dibicarakan oleh media masa,” jelas dia.
Terjadi di Banyak Daerah
Menurutnya, DPR RI sendiri telah mensinyalir adanya masalah tersebut, sehingga membicarakannya langsung di hadapan Kapolri.
PDIP sendiri ogah menyebut adanya oknum polisi lantaran peristiwa pengerahan anggota di momen Pilkada Serentak 2024 itu terjadi di banyak daerah.
"Karena yang dimaksud Partai Coklat ini sudah barang tentu adalah oknum-oknum kepolisian. Cuma karena tidak hanya satu, tidak hanya satu tempat. Mungkin sebaiknya kita tidak menyebut oknum-oknum. Tapi ini sudah sesuatu yang bersifat dari komando. Dan saya kira pemegang kuncinya adalah Listyo Sigit. Beliau bertanggung jawab terhadap institusi yang dia kendalikan, yang dia pimpin,” ungkapnya.
"Yang ternyata merupakan bagian dari kerusakan demokrasi kita. Ini tanggung jawab yang saya kira harus dibebani, dipikul sepanjang sejarah ini," Deddy menandaskan.
Advertisement