Sukses

Menaker Yassierli Nilai Putusan MK Terkait Uji Materi UU Nomor 18 Tahun 2017 Beri Kepastian bagi PMI

Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli menyambut baik keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi Pasal 4 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli menyambut baik keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi Pasal 4 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Ia menilai, putusan ini memberikan kepastian hukum, sosial, dan ekonomi bagi pekerja migran Indonesia.

Menaker Yassierli mengatakan, keputusan MK tersebut menjadi langkah signifikan dalam mempertegas perlindungan hukum bagi pekerja migran Indonesia, termasuk pelaut Indonesia yang bekerja di kapal berbendera asing, baik pada sektor niaga maupun perikanan.

“MK menegaskan bahwa pelaut Indonesia berhak mendapat pelindungan khusus sesuai dengan ketentuan dalam instrumen/standar internasional seperti Maritime Labour Convention 2006 (MLC 2006) yang diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2016, serta Konvensi PBB Tahun 1990 (ICRMW) yang diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2012,” katanya.

Selain itu, Menaker Yassierli mengungkapkan, keputusan MK itu juga memberikan kepastian bagi perusahaan penempatan awak kapal migran.

"Perusahaan wajib mengikuti ketentuan perizinan, termasuk memiliki Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia dan Surat Izin Perekrutan Pekerja Migran Indonesia sesuai dengan UU Nomor 18 Tahun 2017 dan PP Nomor 22 Tahun 2022," ungkapnya.

“Keputusan ini memperkuat langkah pemerintah dalam membangun sistem pelindungan pekerja migran Indonesia yang lebih terintegrasi, baik di dalam maupun luar negeri sesuai perintah Presiden Prabowo Subianto,” jelas Menaker Yassierli.

2 dari 2 halaman

Putusan MK

Dilansir dari Antara, MK memutuskan bahwa pelaut awak kapal dan pelaut perikanan dikategorikan sebagai pekerja migran Indonesia (PMI), sebagaimana diatur di dalam ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang PMI adalah konstitusional atau tidak bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945.

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan, istilah “pelaut” dan “awak kapal” dalam MLC 2006 telah terakomodasi dalam Pasal 4 ayat (1) huruf C UU 18/2017, serta diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2022 tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran.

Dalam konteks ini, kata Enny, UU 18/2017 dan PP 22/2022 menggunakan istilah “pelaut awak kapal” dan “pelaut perikanan” dalam satu kesatuan karena berbagai dokumen yang terkait dengan pelaut dan awak kapal sebagai pekerja migran juga menggunakan istilah “pelaut”.

Menurut Mahkamah, pada prinsipnya UU 18/2017 dibentuk untuk mengatur pelindungan pelaut awak kapal dan pelaut perikanan yang selama ini belum ada kejelasan pengaturan perlindungannya.

Dengan demikian, Mahkamah menilai pelindungan yang diberikan kepada pelaut awak kapal dan pelaut perikanan dalam UU 18/2017 tidak hanya mencakup pemenuhan hak-hak dasar sebagai pekerja, tetapi juga meliputi pengaturan yang lebih rinci dan komprehensif mengenai kondisi kerja yang aman, jaminan sosial, serta hak-hak lainnya.

“Setelah mencermati secara keseluruhan UU 18/2017 telah ternyata undang-undang a quo sesungguhnya bersesuaian dengan prinsip-prinsip pelindungan pelaut sebagaimana diatur dalam MLC 2006,” kata Enny.

Enny mengatakan adanya norma Pasal 4 ayat (1) huruf C UU 18/2017 justru untuk memberi pelindungan yang mencakup hak-hak dasar serta memberi kepastian hukum dan pelindungan yang komprehensif bagi pelaut awak kapal dan pelaut perikanan Indonesia sebagai pekerja migran.

 

(*)