Liputan6.com, Jakarta - Pakar Hukum Pieter C. Zulkifli menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian gugatan Perkara Nomor 87/PUU-XXI/2023 memperkuat komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam memberantas korupsi.
Pasalnya, putusan tersebut memberikan wewenang lebih luas bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengusut kasus korupsi, termasuk di ranah militer.
Baca Juga
"Sebagai Presiden dengan latar belakang militer, Prabowo harus mampu menunjukkan komitmennya terhadap pemberantasan korupsi, termasuk di institusi militer," kata dia seperti dilansir Antara.
Advertisement
Menurut Pieter, putusan tersebut secara langsung mendukung rencana kerja 100 hari pertama Prabowo sebagai Presiden dalam memberantas korupsi.
Selain sesuai dengan program kerja pemberantasan korupsi, putusan itu juga memberikan kepercayaan diri bagi KPK untuk mengusut kasus yang berkaitan dengan instansi militer.
"Selama ini terdapat celah hukum yang membuat KPK terlihat ragu dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan militer. Misalnya, kejadian korupsi Basarnas yang melibatkan anggota militer menunjukkan bahwa ketidaksepahaman antara peradilan sipil dan militer dapat menghambat penegakan hukum," kata dia.
Namun demikian, Pieter menilai Prabowo juga harus berhati-hati dalam menggunakan putusan ini.
Dia mewanti-wanti Ketua Umum Partai Gerindra itu agar tidak terjebak konflik internal di kalangan militer dalam menindak kasus korupsi.
"Prabowo juga harus berhati-hati agar tidak terjebak dalam konflik politik atau kepentingan yang justru melemahkan upayanya membangun bangsa," kata Pieter.
Namun terlepas dari itu, Pieter berharap wewenang KPK yang semakin luas ini menjadi awal mula keseriusan pemerintah dalam memberantas korupsi.
KPK Berwenang Usut Korupsi di Ranah Militer
Sebelumnya, MK menegaskan bahwa KPK berwenang mengusut kasus korupsi di ranah militer hingga adanya putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkrah), sepanjang kasus tersebut dimulai pertama kali oleh KPK.
Penegasan tersebut merupakan pemaknaan baru Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 42 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK (UU 30/2002). MK mengabulkan sebagian perkara uji materi Nomor 87/PUU-XXI/2023 yang dimohonkan oleh seorang advokat, Gugum Ridho Putra.
“Amar putusan, mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan dalam sidang pengucapan putusan di Ruang Sidang Pleno MK RI, Jakarta, Jumat.
Pasal 42 UU 30/2002 semula hanya berbunyi, “KPK berwenang mengoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum.”
MK memutuskan, pasal tersebut bertentangan secara bersyarat dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 sehingga ditambahkan frasa penegasan pada bagian akhir yang berbunyi, “Sepanjang perkara dimaksud proses penegakan hukumnya ditangani sejak awal atau dimulai/ditemukan oleh KPK.”
Pada pertimbangan hukumnya, Mahkamah menjelaskan, persoalan dalam perkara korupsi yang melibatkan unsur sipil dan militer atau dikenal juga dengan istilah korupsi koneksitas, bersumber dari penafsiran yang berbeda-beda di antara penegak hukum terhadap rumusan Pasal 42 UU 30/2002.
Padahal, menurut MK, jika ketentuan pasal tersebut dipahami secara gramatikal, teleologis, dan sistematis, seharusnya tidak ada keraguan bagi penegak hukum bahwa KPK berwenang mengoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan kasus korupsi dari unsur sipil dan militer.
Advertisement