Sukses

Puan Persilakan Masyarakat Lapor jika Ada Bukti Partai Coklat Cawe-cawe di Pilkada 2024

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani meminta para pihak melaporkan bukti soal isu adanya 'Partai Coklat' alias Parcok ikut cawe-cawe di Pilkada 2024.

Liputan6.com, Jakarta Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani meminta para pihak melaporkan bukti soal isu adanya 'Partai Coklat' alias Parcok ikut cawe-cawe di Pilkada 2024. Dia pun mempersilakan masyarakat melapor jika bila menemukan bukti keterlibatan Parcok.

Istilah Partai Coklat atau Parcok merujuk pada dugaan keterlibatan aparat kepolisian dalam proses politik, khususnya Pilkada 2024.

"Jika ada bukti kemudian memang terlihat secara nyata, saya meminta untuk dilaporkan," kata Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (3/12/2024).

"Biar masyarakat yang kemudian juga melaporkan jika memang ada bukti-bukti terkait dengan hal tersebut," kata Puan Maharani.

Puan lalu ditanya soal kemungkinan Fraksi PDIP sedang mendalami untuk melaporkan dugaan keterlibatan Partai Coklat cawe-cawe di Pilkada 2024. Dia menyatakan hal itu bukan urusan satu atau dua fraksi di DPR karena sudah menyangkut masalah nasional.

"Saya rasa ini kan merupakan suatu masalah yang ada di nasional. Jadi ini bukan masalah satu fraksi, dua fraksi, tapi masalah berbangsa dan bernegara. Jadi kalau memang ada bukti, dilaporkan," kata Ketua DPP PDIP ini.

Sementara itu, Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya tidak melihat adanya dugaan keterlibatan Partai Coklat dalam proses Pilkada Serentak 2024. Menurutnya, tak ada pola terstruktur dan sistematis dari seluruh daerah lantaran kasusnya berbeda-beda.

"Kami tidak melihat pola yang terstruktur dan sistematis. Setiap aduan itu pasti disesuaikan dengan kasusnya masing-masing, daerahnya seperti apa," kata Bima di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (2/12/2024).

Bima menjelaskan, setiap daerah memiliki kasusnya masing-masing. Sehingga, tak bisa disimpulkan adanya pola yang sama di setiap daerah terkait Pilkada 2024.

"Jadi tidak terpola misalnya dari partai ini, kelompok ini. Tidak. Jadi ini belum ada kami temukan pola yang khas, aduan yang seperti tadi," jelasnya.

Bima menerangkan, setiap daerah ada aduannya masing-masing seperti dari ASN mengadukan politikus, petahana mengadukan penantang, maupun sebaliknya.

"Jadi saya kira belum ada polanya. Tidak ada pola tertentu, dan setiap dugaan itu pasti harus dibuktikan dengan data dan ditindaklanjuti dengan proses hukum," pungkasnya.

Baca juga Partai Coklat Itu Apa? Berikut Asal-Usul dan Penjelasan Lengkapnya

2 dari 3 halaman

Anggota DPR Fraksi PDIP Disanksi karena Sebut Partai Coklat Cawe-cawe di Pilkada 2024

Sebelumnya, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI menjatuhkan sanksi teguran tertulis kepada anggota Komisi I DPR Fraksi PDIP Yulius Setiarto karena pernyataannya menyinggung "Partai Coklat" atau ketidaknetralan aparat kepolisian di Pilkada 2024.

Ketua MKD DPR RI Nazaruddin Dek Gam membacakan putusan itu dalam sidang musyawarah MKD di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (3/12/2024).

"Berdasarkan pertimbangan hukum dan etika, MKD memutuskan bahwa teradu Yth Yulius Setiarto, SH. MH No anggota A234 Fraksi PDIP terbukti melanggar kode etik dan diberikan sanksi teguran tertulis," kata Nazaruddin di ruang rapat MKD.

Nazaruddin menyatakan putusan MKD tersebut bersifat final dan mengikat sejak dibacakan.

Yulius dilaporkan ke MKD buntut pernyataannya melalui akun tiktok pribadinya yang menyinggung cawe-cawe polisi di Pilkada 2024.

Dalam penjelasannya, Yulius menyebut bahwa di unggahannya itu, dia meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengklarifikasi temuan Bocor Alus Politik yang dirilis Tempo.

Sebab, Bocor Alus Politik mengungkapkan sejumlah dugaan keterlibatan aparat kepolisian di Pilkada 2024.

Diketahui, Yulius Setiarto dilaporkan seorang warga asal Bekasi, Jawa Barat, Ali Lubis, terkait pernyataan yang diunggah Yulius melalui akun tiktoknya pada 25 November 2024 lalu.

Dalam video itu, Yulius menanggapi temuan Bocor Alus Politik yang dirilis Tempo mengenai dugaan keterlibatan aparat di Pilkada 2024.

"Polisi secara aktif menggalang dukungan untuk memenangkan calon-calon yang didukung oleh Mulyono," kata Yulius dalam video yang diunggahnya.

Mulyono merupakan nama kecil dari Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Yulius berpendapat, pengerahan aparat untuk memenangkan kontestan tertentu merupakan pelanggaran serius yang dapat mengancam keutuhan negara.

Karena itu, dia meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam waktu 1x24 jam untuk mengklarifikasi temuan Bocor Alus Politik.

3 dari 3 halaman

Yulius Dilaporkan ke MKD oleh Politikus Gerindra

Pelapor dalam kasus ini, Ali Hakim Lubis, adalah anggota DPR dari Fraksi Gerindra. Ali melaporkan Yulius ke MKD karena menilai pernyataan itu melanggar kode etik.

Klarifikasi awal dilakukan pada 2 Desember 2024, di mana Ali menyerahkan bukti berupa video unggahan Yulius Setiarto.

Ali mengeklaim laporan ini dilakukan sebagai warga negara biasa, bukan atas nama partai atau institusi tertentu. Namun, keterlibatan politisi dalam melaporkan sesama anggota legislatif memunculkan spekulasi adanya kepentingan politik.

 

Reporter: Muhammad Genantan Saputra

Sumber: Merdeka.com