Sukses

PDIP Akan Terus Persoalkan Demokrasi yang Dikebiri Jokowi dan Partai Coklat

Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyatakan, demokrasi di Indonesia menghadapi masalah yang sangat serius.

Liputan6.com, Jakarta Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyatakan, demokrasi di Indonesia menghadapi masalah yang sangat serius.

Menurut Hasto, prinsip-prinsip demokrasi yang seharusnya berada di tangan rakyat ternyata bisa dimanipulasi dengan keterlibatan 'Partai Coklat'.

Istilah Partai Coklat atau Parcok merujuk pada dugaan keterlibatan aparat kepolisian dalam proses politik, khususnya Pilkada 2024.

Terkait hal ini, Hasto menyatakan partainya tidak akan tinggal diam terhadap pihak-pihak yang mencoba mengebiri dan mencoba membunuh demokrasi di Indonesia.

Hal itu disampaikan Hasto dalam konferensi pers terkait Pilkada Serentak 2024 di Sekolah Partai PDIP Lenteng Agung, Jakarta, Rabu (4/12/2024). Turut mendampingi, Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah dan Ronny Talapessy serta Wasekjen DPP PDIP Yoseph Aryo Adhie.

"Betapa mahalnya kemerdekaan dan kedaulatan rakyat itu. Karena itulah PDI Perjuangan akan terus mempersoalkan terkait dengan berbagai turunnya pembunuhan demokrasi kita," kata Hasto.

Hasto kemudian menguak pelbagai fakta yang memperlihatkan upaya pengebirian demokrasi.

Dimulai dengan intervensi Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah melakukan berbagai upaya perubahan tentang syarat-syarat calon presiden dan calon wakil presiden. Sehingga meloloskan putra Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, menjadi wakil presiden.

"Apa yang disampaikan PDI Perjuangan ini terinspirasi dari pernyataan Prof. Ikrar Nusa Bakti yang menegaskan bahwa perlu 5 kali pemilu untuk memperbaiki kerusakan demokrasi akibat Jokowi," ujar Hasto.

Lebih lanjut, Hasto mengatakan pihaknya juga menemukan begitu banyak aparatur negara yang tidak disiplin dalam pelaksanaan Pilkada 2024.

Meskipun Mahkamah Konstitusi telah menetapkan bahwa aparatur negara, termasuk TNI, Polri, kepala desa, penjabat, kepala daerah yang tidak netral bisa dikenakan pidana. Nyata, keputusan Mahkamah Konstitusi belum berjalan dengan baik.

"Kita melihat masih banyak kepentingan-kepentingan kekuasaan yang dimainkan, termasuk bagaimana PDI Perjuangan juga mencatat ambisi kekuasaan dari Bapak Jokowi dan keluarga ternyata belum berhenti dengan menjadikan Mas Gibran sebagai Wakil Presiden," kata Hasto Kristiyanto.

Hasto menegaskan, pihaknya menemukan begitu banyak masalah yang terjadi terkait Pilkada 2024, tidak hanya di Jawa Tengah, Sulawesi Utara, Banten, tetapi di beberapa wilayah-wilayah lain termasuk Jakarta dan juga Jawa Timur.

"Akibat keterlibatan Partai Coklat, akibat dijauhkan mata-mata demokrasi yang berkeadilan, yang mendasarkan hukum sebagai suatu kekuatan yang sangat penting di dalam menjaga tegaknya demokrasi itu sendiri," sambung dia.

2 dari 4 halaman

Hasto Sebut Cawe-cawe Partai Coklat Harus Disikapi Serius

Hasto mengatakan, fenomena Partai Coklat harus ditanggapi secara serius. Hal ini demi keberlangsungan demokrasi Indonesia ke depan.

"Ketika kita tidak persoalkan secara serius, maka tidak hanya lima kali pemilu untuk menyelesaikan kerusakan demokrasi. Ini adalah pembunuhan masa depan dari Indonesia yang diperjuangkan lebih dari 6,7 juta jiwa rakyat Indonesia yang menyebabkan kemerdekaan. Suara rakyat adalah suara Tuhan," ucap Hasto.

Dia menilai, prinsip-prinsip demokrasi berada di tangan rakyat ternyata bisa dimanipulasi dengan keterlibatan Partai Coklat alias Parcok.

"Karena itulah kritik yang terbesar dalam membangun disiplin baik dalam pemerintahan maupun dalam partai adalah bahwa tanpa ketaatan terhadap etika, moral dan aturan hukum, maka demokrasi akan menjadi sia-sia," sambung dia.

Hasto juga meyakini, jika tanpa adanya ketaatan pada hukum, maka republik ini dibangun bagaikan tubuh tanpa tulang.

"Dia tidak berdaya untuk melakukan suatu pergerakan, apalagi menegakkan suatu keadilan," jelas Hasto Kristiyanto.

 

3 dari 4 halaman

Puan Persilakan Masyarakat Lapor jika Ada Bukti Partai Coklat Cawe-cawe di Pilkada 2024

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani meminta para pihak melaporkan bukti soal isu adanya 'Partai Coklat' alias Parcok ikut cawe-cawe di Pilkada 2024. Dia pun mempersilakan masyarakat melapor jika bila menemukan bukti keterlibatan Parcok.

"Jika ada bukti kemudian memang terlihat secara nyata, saya meminta untuk dilaporkan," kata Puan Maharani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (3/12/2024).

"Biar masyarakat yang kemudian juga melaporkan jika memang ada bukti-bukti terkait dengan hal tersebut," kata Puan Maharani.

Puan lalu ditanya soal kemungkinan Fraksi PDIP sedang mendalami untuk melaporkan dugaan keterlibatan Partai Coklat cawe-cawe di Pilkada 2024. Dia menyatakan hal itu bukan urusan satu atau dua fraksi di DPR karena sudah menyangkut masalah nasional.

"Saya rasa ini kan merupakan suatu masalah yang ada di nasional. Jadi ini bukan masalah satu fraksi, dua fraksi, tapi masalah berbangsa dan bernegara. Jadi kalau memang ada bukti, dilaporkan," kata Ketua DPP PDIP ini.

Baca juga MKD Sanksi Anggota DPR Fraksi PDIP Yulius Setiarto soal Cawe-cawe 'Partai Coklat' di Pilkada 2024

4 dari 4 halaman

Pemerintah Bantah Ada Keterlibatan 'Partai Coklat' di Pilkada 2024

Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya menyatakan tidak melihat adanya keterlibatan Partai Coklat dalam proses Pilkada Serentak 2024. Menurutnya, tak ada pola terstruktur dan sistematis dari seluruh daerah lantaran kasusnya berbeda-beda.

"Kami tidak melihat pola yang terstruktur dan sistematis. Setiap aduan itu pasti disesuaikan dengan kasusnya masing-masing, daerahnya seperti apa," kata Bima di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (2/12/2024).

Bima menjelaskan, setiap daerah memiliki kasusnya masing-masing. Sehingga, tak bisa disimpulkan adanya pola yang sama di setiap daerah terkait Pilkada 2024.

"Jadi tidak terpola misalnya dari partai ini, kelompok ini. Tidak. Jadi ini belum ada kami temukan pola yang khas, aduan yang seperti tadi," jelasnya.

Bima menerangkan, setiap daerah ada aduannya masing-masing seperti dari ASN mengadukan politikus, petahana mengadukan penantang, maupun sebaliknya.

"Jadi saya kira belum ada polanya. Tidak ada pola tertentu, dan setiap dugaan itu pasti harus dibuktikan dengan data dan ditindaklanjuti dengan proses hukum," pungkasnya.