Liputan6.com, Jakarta - Ahli Hukum Pidana dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (Sumut) Mahmud Mulyadi mengungkapkan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) tidak bisa untuk semua tindak pidana atau disebutnya 'Sapu Jagad'.
Hal itu disampaikan Mahmud saat dihadirkan sebagai ahli dengan terdakwa Suwito Gunawan dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi timah di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin 2 Desember 2024.
"Dalam Pasal 14 UU Tipikor sudah mengatur secara jelas orang yang melakukan Tipikor sesuai dengan isi pasal dibawahnya, lalu ditambahkan dengan UU lainnya diluar Tipikor," ujar Mahmud, Senin 2 Desember 2024.
Advertisement
"Tetapi dengan syarat kalau dia menegaskan bahwa UU tersebut, pasal tersebut dalam UU khusus tersebut adalah termasuk Tipikor," sambung dia.
Dia menyebut, dalam perkara pidana pertambangan, sudah diatur pidananya dalam Pasal 158 UU Mineral dan Batubara (Minerba), sehingga tidak bisa dikenakan UU Tipikor, karena dibatasi oleh Pasal 14 UU Tipikor.
"Jadi memang UU Minerba, kalau memang domainnya adalah UU Minerba yang ada di atur dalam delik-delik Minerba 158 dan seterusnya itu maka yang seharusnya diterapkan adalah UU Minerba bukan Tipikor, itu makna derivat dari lek spesialis sistematik yang juga memang di atur dalam pasal 14 (UU Tipikor) tadi," papar Mahmud.
Mahmud juga menerangkan, Pasal 14 UU Tipikor hadir sebagai penghalang untuk penerapan UU Tipikor. Hal ini pun sudah dipikirkan oleh pembuat UU agar tidak menjadi UU yang general.
"Karena ada pasal 14 (UU Tipikor), maka dia terhalang untuk penerapan Tipikor. Tetap harus diterapkan UU Minerba, atau UU Kepabeayan, atau UU Perikanan. Ini juga memang dibuat oleh para pembuat UU antara Pasal 2 dengan sebutan melawan hukum, dan juga Pasal 14 itu supaya takutnya jangan sampai penerapan Tipikor itu dia kayak UU sapu jagad," jelas dia.
Â
Kata Saksi Ahli Hukum Pidana
Selain itu, Saksi Ahli Hukum Pidana dari Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta Chairul Huda dengan terdakwa Rosalina juga mengungkapkan hal serupa.
Chairul berpendapat, kalau ada UU yang mengatur lebih khusus mengenai sanksi atas suatu tindak pidana harusnya menggunakan UU tersebut, bukan UU Tipikor.
"Berlaku lah Ketentuan UU itu yang mempunyai sanksi pidana, ini juga mengandung Asas yang namanya lex specialis sistematik. Jadi Kalau ada UU yang secara sistematik lebih khusus daripada UU korupsi, maka gunakanlah UU yang khusus itu, jangan UU korupsi," kata dia.
Menurut Chairul, UU Tipikor sudah dibuat secara khusus oleh pembuat UU, sehingga dibuat penyidikannya dan pengadilannya secara khusus.
"Makanya kemudian tindak pidana lain itu kalau mau diperlakukan sebagai tindak pidana korupsi harus di declare dulu dalam UU itu. Dinyatakan dulu dalam UU itu bahwa ini adalah Tipikor, sehingga seluruh ketentuan instrumen yang sifatnya khusus untuk Tipikor, termasuk penegakan hukumnya dan peradilan berlaku juga terhadap tindak pidana," papar dia.
Dalam Pasal 14 UU Tipikor juga mengatur batasan kekuasaan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk menerapkan UU Tipikor dalam suatu kasus tindak pidana.
"Maupun pasal 14 UU Tipikor itu membatasi. Membatasi kewenangan, membatasi kekuasaan APH dan peradilan di dalam mengundangan UU Tipikor, supaya kemudian tidak semua gebyah-uyah diterapkan dengan UU Tipikor," tandas Chairul.
Advertisement