Liputan6.com, Jakarta - PDI Perjuangan (PDIP) akan mengajukan gugatan terkait dugaan kecurangan di sejumlah daerah dalam pelaksanaan Pilkada 2024 serentak. Rencananya, gugatan didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada 15 Desember 2024.
Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto pun mendorong penggunaan alat uji kebohongan atau poligraf pada saat proses pemeriksaan saksi di MK nanti.
Baca Juga
"Gugatan ke Mahkamah Konstitusi nantinya akan dilakukan sesuai dengan tingkatan. Ada yang kabupaten-kota, kemudian ada yang tingkat provinsi," kata Hasto di Lenteng Agung, Rabu (4/12/2024).
Advertisement
"Ya sejak awal bagaimana dalam wawancara saya dengan Akbar Faisal, disitu kan ditegaskan bagaimana tekanan yang ditujukan kepada saya agar tidak campur tangan terhadap pilkada di Sumatera Utara, di Jateng, di Jatim, kemudian Jogja, beberapa wilayah Jogja, karena semua sudah diatur dan akhirnya itu kan terbukti terjadi," imbuh dia.
Hasto menerangkan, PDI Perjuangan terus mengumpulkan bukti-bukti terkait keterlibatannya Partai Coklat atau Parcok meskipun sejak awal berbagai operasi-operasi khusus dengan melibatkan Parcok memang dirancang tanpa bukti.
"Tetapi yang kami yakini adalah ketika seseorang melakukan suatu tindakan dan tidak mau mengakui tindakan tersebut, maka salah satu solusi yang ditawarkan para psikolog adalah uji kebohongan," ujar dia.
Â
Usulan Psikolog
Hasto mengatakan, pemeriksaan menggunakan poligraf juga merupakan usulan dari beberapa psikolog, sehingga diharapkan dapat membuat terang adanya keterlibatan partai cokelat di dalam Pilkada serentak.
"Nah itu harusnya para pemimpin-pemimpin ini yang ternyata terbukti secara empiris di lapangan, fakta-fakta di lapangan menjadi penggerak dari Parcok, itu sebaiknya juga bersedia menerima tantangan dari para psikolog untuk bersedia mengikuti tes kebohongan. Karena ini kaitannya dengan masa depan negeri ini," tandas dia.
Lebih lanjut, Hasto menyampaikan penyalahgunaan aparatur negara untuk tujuan Pemilu merupakan bagian dari kejahatan demokrasi.
"Itu merupakan bagian dari pelanggaran HAM terhadap hak konstitusi dan warga negara untuk memilih secara bebas, secara berdaulat," ucap dia.
Advertisement