Sukses

Resmi Diakui UNESCO, Zita Anjani Sebut Kebaya Identitas Budaya yang Mendunia

Utusan Khusus Presiden Bidang Pariwisata, Zita Anjani, menyampaikan kebanggaannya atas penetapan kebaya sebagai Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan oleh UNESCO.

Liputan6.com, Jakarta - Utusan Khusus Presiden Bidang Pariwisata, Zita Anjani, menyampaikan kebanggaannya atas penetapan kebaya sebagai Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan oleh UNESCO. Menurutnya, pengakuan ini adalah bukti nyata keindahan dan kekayaan budaya Indonesia yang harus terus dirawat.

Kebaya itu bukan cuma baju, ini identitas kita. Ada cerita di setiap lipatan kainnya, ada kebanggaan yang nggak bisa diganti,” ujar Zita, Kamis (5/12/2024).

“Sekarang kebaya sudah diakui dunia, artinya tanggung jawab kita untuk terus menjaganya makin besar. Kita harus bawa kebaya ke depan, jadi bagian dari hidup modern kita.” lanjutnya

Zita juga melihat momentum ini sebagai peluang untuk memperkuat pariwisata budaya Indonesia.

“Kebaya ini bisa jadi daya tarik luar biasa kalau kita bawa ke festival, pameran internasional, atau acara budaya besar. Wisatawan pasti akan jatuh cinta dengan keindahan dan ceritanya,” imbuhnya.

Sebagai UKP Pariwisata, Zita Anjani menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, komunitas, dan pelaku industri pariwisata dalam memanfaatkan momentum ini.

“Kita perlu mengintegrasikan kebaya dalam berbagai aspek pariwisata, seperti festival budaya, pameran internasional, dan promosi destinasi, untuk menarik wisatawan dan memperkenalkan warisan budaya kita,” tambahnya.

Zita mengajak generasi muda untuk menjadikan kebaya lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari.

“Nggak harus nunggu acara formal buat pakai kebaya. Yuk, kita bangga pakai kebaya, kita tunjukkan ke dunia kalau ini bagian dari gaya hidup kita. Kalau bukan kita yang melestarikan, siapa lagi?” tutupnya.

2 dari 3 halaman

UNESCO Akui Kebaya sebagai Warisan Budaya Dunia Takbenda

Diketahui, United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) secara resmi menetapkan kebaya sebagai warisan budaya dunia. Pengajuan bersama oleh Indonesia, Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura dan Thailand ini ditetapkan pada 4 Desember 2024, dalam sidang ke-19 Session of the Intergovernmental Committee on Intangible Cultural Heritage (ICH) di Asuncion, Paraguay.

"Kami bersyukur yang teramat sangat karena perjuangan panjang untuk pendaftaran ke UNESCO akhirnya membuahkan hasil yang sesuai harapan. Bagaimana pun sejarah keberadaan kebaya adalah perjalanan budaya Nusantara yang diwariskan para leluhur kita," ujar Rahmi Hidayati, Ketua Umum Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI), organisasi yang pertama bergerak soal pelestarian kebaya dalam keterangan tertulis yang diterima Tim Lifestyle Liputan6.com, Kamis (5/11/2024).

Menurut Rahmi, selama ini para pecinta kebaya berupaya melestarikan busana warisan leluhur Nusantara ini melalui berbagai kegiatan yang melibatkan semua generasi. Ke depannya, dia berharap bisa semakin fokus bergerak bersama generasi muda karena mereka lah yang akan berjuang menjaga kelestarian kebaya.

3 dari 3 halaman

Usulan Pengajuan ke UNESCO

Usulan pengajuan ke UNESCO ini pertama kali disampaikan pada 2017 saat PBI menggelar acara 1.000 Perempuan Berkebaya. Kemudian dipertegas lagi pada saat Kongres Berkebaya Nasional yang diadakan pada 5-6 April 2021 sehingga akhirnya dibentuklah Tim Nasional untuk pengurusan pendaftaran ke UNESCO.

Memang sempat terjadi kehebohan soal pengajuan bersama empat negara lain karena sejarah munculnya kebaya ada di Indonesia. Tapi peraturan yang dikeluarkan UNESCO bukanlah soal asal-usul budaya, melainkan menyangkut pelestarian. Bila satu negara bisa membuktikan bahwa mereka sudah menjaga keberadaan suatu budaya selama 20 tahun, maka negara tersebut berhak mendaftarkannya ke UNESCO. 

Video Terkini