Sukses

Menteri P2MI: Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Harus Diatur Lebih Dalam Lagi

Abdul Kadir Karding mengatakan, pekerja migran perlu mendapatkan perlindungan tidak hanya saat mereka bekerja di luar negeri, tetapi juga sebelum keberangkatan hingga setelah kembali ke tanah air.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) sekaligus Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Abdul Kadir Karding menegaskan, reformasi regulasi menjadi prioritas utama untuk menghadirkan perlindungan menyeluruh bagi pekerja migran.

Ia menyoroti bahwa isu perlindungan pekerja migran Indonesia masih menjadi tantangan besar bagi pemerintah. Hal ini diungkapkannya dalam wawancara eksklusif bersama Liputan6.com pada Rabu, 4 Desember 2024.

Menurut Ketua Komisi VIII DPR RI periode 2009-2012 ini, pekerja migran perlu mendapatkan perlindungan tidak hanya saat mereka bekerja di luar negeri, tetapi juga sebelum keberangkatan hingga setelah kembali ke Tanah Air.

"Regulasi ini harus dipastikan mengatur semua soal perlindungan. Jadi perlindungan sebelum dia berangkat, setelah dia penempatan, setelah dia pulang, itu harus diatur dan lebih dalam lagi," ujar Karding.

Salah satu fokus utama adalah memastikan bahwa seluruh pekerja migran terdaftar melalui sistem resmi. Dia menggambarkan adanya risiko besar yang dihadapi pekerja yang tidak terdaftar atau unprocedural.

"Kalau orang tidak terdaftar, maka dia kategorinya unprocedural. Kalau dia unprocedural, dia seperti itu tadi, kita punya anak mau keluar rumah, nggak pamit, kita kan nggak tau dia di mana. Dia di nongkrong di kafe mana, dia sama siapa, dia lagi ngapain, kira-kira sama gitulah," jelas dia.

Lebih lanjut, Karding menuturkan bahwa data dari Bank Dunia pada 2017 menunjukkan jumlah pekerja migran Indonesia yang tidak terdaftar bahkan melebihi mereka yang terdaftar.

"Terdaftar itu 5 juta sekian. Nah yang tidak terdaftar, 5,4 juta," tambahnya.

2 dari 2 halaman

Usul Penerapan 1 Pintu

Karding juga mengungkapkan bahwa pekerja migran unprocedural memiliki risiko yang jauh lebih besar karena ketiadaan pengawasan pemerintah. Ia menyoroti betapa minimnya informasi yang dimiliki pemerintah tentang keberadaan dan kondisi mereka.

"Pekerjaan migran yang keluar unprocedural, kita nggak tau dia bekerja dengan siapa, bekerja dengan apa, alamatnya di mana, perusahaan yang mengirim siapa, dia sehat atau tidak sehat, dia lagi ngapain, kita nggak tau sama sekali. Dia punya perlindungan asuransi atau tidak, kita nggak tau," tegas Karding.

Untuk mengatasi masalah ini, ia mengusulkan penerapan sistem penempatan satu pintu, di mana seluruh pekerja migran harus mendaftar di satu sistem resmi.

"Saya inginnya ke depan yang kita benahi dulu, regulasi dan sistem penempatan. Tata kelola penempatan, istilah yang tepat saya kira tata kelola penempatan (dan) perlindungan," sebut Karding.

"Jadi di mana dia bisa satu pintu. Mau modusnya magang, harus daftar di sini. Mau modusnya awak kapal laut, harus daftar di sini," tandasnya.

 

Video Terkini