Sukses

Kejagung Limpahkan Tersangka Eks Direktur PT Timah Alwin Albar ke Kejari Jaksel

Kejaksaan Agung (Kejagung) melimpahkan Tahap II terhadap eks Direktur PT Timah Alwin Albar (AA) yang merupakan tersangka kasus korupsi komoditas timah, beserta barang buktinya ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel).

Liputan6.com, Jakarta Kejaksaan Agung (Kejagung) melimpahkan Tahap II terhadap eks Direktur PT Timah Alwin Albar (AA) yang merupakan tersangka kasus korupsi komoditas timah, beserta barang buktinya ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel).

Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menyampaikan, penyidik melakukan penjemputan terhadap tersangka Alwin Albar yang sebelumnya ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IIB Sungailiat, Bangka Belitung, terkait kasus korupsi pengadaan peralatan washing plant pada PT Timah Tbk oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bangka Belitung.

“Setelah dilakukan penjemputan, tersangka AA dibawa ke Gedung Menara Kartika Kejaksaan Agung untuk dilakukan pemeriksaan kesehatan. Lalu, tersangka AA dilakukan penyerahan tersangka dan barang bukti atau Tahap II ke Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan,” tutur Harli di Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (5/12/2024).

Harli mengulas peran dari tersangka Alwin Albar dalam kasus korupsi tata niaga komoditas di Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Timah Tbk Tahun 2015 sampai dengan Tahun 2022.

Tersangka Alwin Albar yang menjabat sebagai Direktur Operasi Produksi PT Timah Tbk tahun 2017-2020 bersama-sama dengan terdakwa Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Direktur Utama PT Timah Tbk dan Terdakwa Emil Ermindra selaku Direktur Keuangan, mengeluarkan kebijakan untuk tidak melakukan penambangan sendiri di WIUP melainkan membeli bijih timah dari penambangan ilegal yang melakukan penambangan di WIUP PT Timah Tbk, menggunakan mitra jasa penambangan dan mitra borongan pengangkutan dengan metode jemput bola serta pengaman aset.

“Namun senyatanya, PT Timah Tbk melakukan pembelian bijih timah yang ditambang dari IUP PT Timah Tbk sendiri oleh penambang ilegal maupun kolektor timah ilegal di Provinsi Bangka Belitung,” jelas dia.

 

2 dari 3 halaman

Beli Biji Timah dari Penambang Ilegal Lewat Perusahaan Boneka

Selanjutnya, pada 2018, saat Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tidak menerbitkan persetujuan RKAB beberapa smelter swasta, yakni kompetitor PT Timah Tbk yang juga memperoleh sebagian bahan baku dari penambang ilegal maupun kolektor timah di Wilayah IUP PT Timah Tbk, tersangka Alwin Albar, terdakwa Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, dan terdakwa Emil Ermindra melakukan permufakatan jahat dengan Harvey Moeis, Robert Indarto, Suwito Gunawan, Fandi Lingga, Hendry Lie dan Tamron alias Aon dengan cara seolah-olah bekerja sama dalam pemurnian dan pelogaman timah.

“Akan tetapi nyatanya membeli bijih timah dari penambang ilegal melalui 12 perusahaan boneka yang terafiliasi dengan PT Refined Bangka Tin, PT Tinindo Internusa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan CV Venus Inti Perkasa,” ungkap Harli.

Selain itu, biaya pemurnian dan pelogaman yang disepakati sebesar USD3.700 sampai dengan USD4.000 lebih tinggi dari biaya yang biasanya dikeluarkan oleh PT Timah Tbk, yang berkisar antara USD1.000 sampai dengan USD1.500 per metrik ton.

“Akibat perbuatan tersebut, negara dirugikan Rp300.003.263.938.131,14,” Harli menandaskan.

 

3 dari 3 halaman

Alwin Albar Divonis 3 Tahun Penjara

Sebelumnya, Alwin Albar dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan melanggar Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang R.I. No. 31 tahun 1999 yang telah diubah dan diperbaharui dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Majelis hakim pun menjatuhkan vonis kepada Alwin Albar dengan pidana penjara selama 3 tahun dan pidana denda sejumlah Rp100 juta, dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayarkan maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan.

Dalam kasus korupsi timah, Alwin Albar disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.