Sukses

Saksi Ahli Sidang Kasus Dugaan Korupsi Timah Sebut BUMN Bukan Keuangan Negara, Sudah Ada Putusan Inkracht

Saksi Ahli Hukum Keuangan Negara Dian Puji N Simatupang mengungkapkan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bukan termasuk dalam keuangan negara dalam sidang lanjutan dugaan korupsi timah.

Liputan6.com, Jakarta - Saksi Ahli Hukum Keuangan Negara Dian Puji N Simatupang mengungkapkan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bukan termasuk dalam keuangan negara dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi timah, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Rabu 4 Desember 2024.

Dian dihadirkan sebagai saksi ahli dalam persidangan kasus dugaan korupsi timah dengan terdakwa Direktur Utama PT RBT Suparta Harvey Moeis dan Direktur Pengembangan Biisnis PT RBT Reza Ardiansyah.

Dian menjelaskan hal tersebut saat ditanyai Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengenai pernyataannya yang menyebutkan perusaahaan BUMN bukan termasuk keuangan negara.

"Selama saudara memberikan keterangan, pernah ada tidak putusan pengadilan yang mengadopsi keterangan saudara bahwa putusan keuangan negara itu memang bukan bagian dari BUMN," tanya JPU kepada saksi ahli Dian saat sidang kasus dugaan korupsi timah, Rabu 4 Desember 2024.

Dian menjawab, hal tersebut pernah diterapkan dalam putusan di PN Pangkalpinang dengan kasus PT Timah yang berlanjut sampai ke putusan Mahkamah Agung (MA).

Selain itu, ada juga putusan PT Bukit Asam (PTBA) di PN Palembang karena mengacu pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 10 Tahun 2020.

"Kalau di putusan PT Timah ada, dari PN, PT, Mahkamah Agung. Kemudian yang Bukit Asam baru-baru ini yang mulia tahun lalu itu juga di Pengadilan Negeri Palembang mengatakan, karena mengacu pada SEMA Nomor 10 Tahun 2020," jawab Dian.

 

2 dari 2 halaman

MA Disebut Sependapat dengan MK

Dian mengungkapkan, kalau MA memiliki pendapat yang sama dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 4862, maka MA tidak akan mengeluarkan Sema 10/2020.

"Kalau misalnya MA juga sependapat dengan putusan MK 4862, enggak mungkin MA mengeluarkan SEMA yang mengatakan dua kriteria anak perusahaan BUMN itu rugi, kalau dua itu," ucap dia.

"Kalau MA sependapat dengan MK, ya sudah, bahwa Anak Perusahan BUMN merugikan keuangan negara karena mendapat penyertaan modal dari BUMN. Kalau begitu ya berarti similar. Tapi kan ternyata tidak juga," saambung Dian.

Dian menambahkan, dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2014, penyertaan modal tidak mengalihkan kepemilikan kepada pemerintah.

"Mari kita baca pasal 1 angka 21 PP 27/2014, penyertaan modal negara adalah pengalihan kepemilikan, pemerintah saja tidak," katanya.

Menurut Dian, negara tidak seharusnya mengurus perusaahaan BUMN, lebih baik mengurus negara yang dapat memberikan dampak kepada masyarakat atas pajak yang dibayarkan oleh rakyat.

"Ngapain ngurusin BUMN. Kita mau ngurus pendidikan makan siang gratis, itu kan lebih utama daripada ngurusin perusahaan-perusahaan," terang dia.

"Awasi itu BUMN dan anak perusahaan BUMN. Bahwa bukan berarti tidak menjadikan dia keuangan negara itu negara tidak mengendalikan. Itu keliru. Kita itu lebih mementingkan soal kepemilikan. Tapi melemahkan pengendalian. Itu yang keliru yang selalu kita lakukan selama ini," jelas Dian.