Liputan6.com, Jakarta - Peningkatan jumlah masyarakat terdidik yang mengalami gangguan kesehatan mental menjadi sorotan utama tahun ini. Pakar Trauma dan Pencipta Metode DOA Physio Psychotherapy Coach Rheo pun mengungkapkan keprihatinannya terhadap fenomena yang semakin mengkhawatirkan di Indonesia.
"Tahun 2025 menjadi fase krusial bagi Indonesia di tengah dinamika global yang semakin kompleks. Salah satunya terdampak oleh tekanan ekonomi dan kompleksitas global yang memicu krisis kesehatan mental," ujar Rheo, melalui keterangan tertulis, Kamis (5/12/2024).
Baca Juga
Menurut dia, tekanan ekonomi yang berat akibat otomatisasi pekerjaan dan adopsi kecerdasan buatan (AI) telah memicu peningkatan signifikan masalah kesehatan jiwa di kalangan masyarakat terdidik.
Advertisement
"Tekanan ekonomi bukan sekadar angka di atas kertas, ini adalah realitas yang menghantam langsung kehidupan individu. Banyak profesional terdidik kehilangan pekerjaan karena AI menggantikan peran mereka," ucap Rheo.
"Banyak industri yang aman justru kehilangan stabilitasnya. Hal ini menciptakan beban mental berat dan memicu gangguan kesehatan jiwa," ujar Coach Rheo kepada wartawan di Jakarta," sambung dia.
Lebih jauh menurut Coach Rheo, semua yang dulunya aman bisa dalam waktu dekat tergantikan oleh AI, para profesional seperti pemusik, designer, arsitek, animator, transcriber dan lainnya, sudah mulai merasakannya.
"Kuliah dan belajar bertahun tahun tapi kemampuan mereka tergantikan AI. Seperti yang disebut Pak Hermawan Kertajaya, AI menciptakan Useless Generation, generasi yang keahliannya menjadi obsolete, dan tidak lagi memiliki 'harga' seperti dulu," terang Coach Rheo.
Â
Pelajaran Coding Komputer
CEO NVIDIA Jensen Huang, perusahaan penyedia Processing Unit terbesar di dunia untuk keperluan AI menambahkan, bahkan pelajaran coding komputer sudah tidak lagi berguna di masa depan.
"Karena semua hal itu akan digantikan oleh AI. Pada waktu sebelumnya kemampuan ini sangat bernilai di atas bumi," terang Jensen.
Terkait dengan kasus stres, depresi, dan bahkan bunuh diri, Coach Rheo menambahkan, data menunjukkan peningkatan signifikan.
"Kita melihat tren yang mengkhawatirkan. Jumlah orang yang mengalami gangguan mental meningkat, dan ini tidak bisa diabaikan. Ini adalah alarm bagi kita semua," terang dia.
Coach Rheo menjabarkan, data yang dihimpun dari World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa 720 ribu jiwa meninggal karena bunuh diri setiap tahun. Bunuh diri, kata dia, menjadi salah satu penyebab kematian paling tinggi di dunia dan ditemui pada remaja hingga dewasa dengan rentang usia dari 15 sampai 29 tahun.
"Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI (Bareskrim Polri) menunjukkan kasus bunuh diri di Indonesia terjadi sepanjang tahun. Angkanya terus meningkat setiap tahun, bahkan bertambah hingga 60% dalam lima tahun terakhir," terang Rheo.
Data menunjukkan pada 1 Oktober 2024, Raphael David seorang mahasiswa Universitas Kristen Petra di Surabaya, tewas melompat dari lantai 12 kampusnya. Pada tanggal 18 September 2024, mahasiswi semester lima Universitas Ciputra, melompat dari lantai 22 gedung kampus tersebut.
"Pada 9 November 2024, empat orang satu keluarga di Penjaringan Jakarta melompat dari lantai 22 Apartemen Teluk Intan. Jika diteruskan seluruh daftar menyedihkan ini seperti tidak ada habisnya," papar Coach Rheo prihatin.
Â
Advertisement
Generasi Strawberry dan Tantangan Masa Depan
Belum lagi, menurut Rheo, fenomena KDRT, suami pukul istri, koboo jalanan yang bekelahi main hakim sendiri, termasuk viral kasus pengusaha yang memaksa anak SMA untuk sujud dan menggongong, cyberbullying di internet.
"Lalu ujaran kebencian dan permasalahan lain yang menciptakan fenomena senggol bacok dan gen sakit mental, seolah menjadi hal biasa di berbagai belahan wilayah di Indonesia," ucap dia.
Rheo menjelaskan, fenomena 'Generasi Strawberry' yaitu generasi muda yang terlihat kuat di luar, namun rapuh di dalam. Saat ini, kata dia, banyak pengusaha gencar mengeluhkan etos kerja generasi muda yang sangat kurang.
"Generasi ini menghadapi tekanan luar biasa dari masyarakat, media sosial, dan diri mereka sendiri. Mereka membutuhkan dukungan khusus agar bisa tumbuh menjadi individu tangguh secara mental," kata dia.
Agar masyarakat tetap produktif dan memiliki kinerja yang baik, Rheo menekankan pentingnya literasi informasi terkait kesehatan mental.
"Kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Sayangnya literasi kita terkait hal ini masih rendah. Banyak yang tidak menyadari tanda-tanda awal gangguan mental atau ke mana harus mencari bantuan," kata dia.
Coach Rheo mengajak semua pihak untuk meningkatkan edukasi dan kesadaran tentang pentingnya menjaga kebahagiaan mental.
"Informasi yang tepat dan akses terhadap bantuan profesional adalah kunci. Masyarakat perlu diberdayakan dengan pengetahuan agar bisa mengenali dan mengatasi masalah sejak dini," tambahnya.
Coach Rheo pun memperkenalkan program DOA TRTO (Divine Oracular Assistance - Tension Releasing Technique Online) yang diciptakannya pada tahun 2020.
"Kami berkomitmen menjadikan DOA TRTO sebagai 'world’s first multi-trauma elimination system' yang diakui secara ilmiah di tahun 2025. Ini adalah kontribusi Indonesia bagi dunia dalam bidang kesehatan mental," terang dia.
Metode ini dikenal mampu menghilangkan beban emosi traumatik secara menyeluruh dan permanen.
"Dengan DOA TRTO, individu dapat melepaskan diri dari belenggu masa lalu yang menghambat. Kami melihat banyak kasus di mana klien dapat melanjutkan hidup tanpa dibayangi trauma, dan menjadi bahagia," papar Coach Rheo.