Liputan6.com, Jakarta - Harvey Moeis, Suparta, dan Reza Ardiansyah dalam agenda pemeriksaan terdakwa sidang kasus dugaan korupsi timah mengungkapkan kerjasama PT Timah dengan perusahaan swasta memberikan dampak yang positif.
Harvey Moeis menjelaskan, dirinya mendapatkan pesan dari Kapolda Bangka Belitung di tahun 2018 untuk membantu PT Timah melalui Suparta sebagai pemilik dari PT Refined Bangka Tin (RBT) agar dapat mewujudkan mimpi PT Timah sebagai produsen timah nomor 1 di dunia.
Baca Juga
"Ketika sudah ada kerjasama, dari pertama kali ini adalah pesan dari Pak Kapolda untuk bantu PT Timah. Saya laporkan ke beliau (Kapolda), beliau bilang bagus kalau memang itu bisa meningkatkan produksinya PT Timah," ujar Harvey dalam sidang kasus dugaan korupsi timah di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Jumat (6/12/2024).
Advertisement
"Waktu itu mimpinya kan PT Timah jadi produsen timah nomor satu di dunia, bisa kontrol harga timah dunia dan lain-lain, beliau bilang bagus," sambung dia.
Awal mula kerja sama tersebut, Harvey bertemu dengan Kapolda Bangka Belitung di acara pisah sambut, dan berlanjut mendatangi kantornya di keesokan harinya, disitulah Harvey mendapatkan pesan dari Kapolda.
"Beliau (Kapolda) karena malam sebelumnya saya perkenalkan dengan Suparta sebagai pemilik dari salah satu smelter yang ada di daerah (Bangka belitung), jadi Kapolda menitipkan pesan ke saya. Tolong kasih tahu Suparta yang kemarin itu, tolong bantuin PT Timah mereka lagi susah katanya," cerita Harvey.
Setelah mendapatkan pesan dari Kapolda, Harvey pun menyampaikan pesan kepada Suparta agar dapat membantu PT Timah yang sedang susah mendapatkan bijih timah untuk diolah menjadi logam.
"Saya bilang (kepada Suparta) ada pesan dari Pak Kapolda, bantu PT Timah. PT Timah susah pasir," kata Harvey.
Â
Diajak Bertemu Direktur Operasional PT Timah
Setelah PT RBT berhasil membantu kekurangan bijih timah, Harvey diajak bertemu dengan Direktur Operasional PT Timah pada masa itu, Alwin Albar untuk meminta bantuan mencarikan smelter agar dapat mengolah bijih timah yang berlebih di PT Timah.
"Beliau (Alwin) bilang ini PT Timah analisanya bakal banyak barang (bijih timah) masuk, bahasa beliau tuh kelebihan, kekurangan kapasitas tapi akan banyak biji masuk," ucap Harvey.
Dari situlah awal mula terjadinya kerja sama sewa smelter dengan PT RBT dan perusahaan swasta lainnya.
"Lalu beliau nanya, RBT katanya ada kelebihan kapasitas atau enggak. Saya bilang saya sampaikan ke Pak Suparta. Akhirnya setelah pertemuan itu saya laporkan ke Pak Suparta kalau PT Timah menanyakan PT RBT ada kelebihan kapasitas atau enggak. Beliau (Suparta) bilang yaudah coba ketemu lagi bareng sama Pak Reza," tambah harvey.
Sementara itu, dalam pelaksanannya, Suparta membeberkan kalau pembayaran dari PT Timah kepada perusahaanya sering terlambat dan mengganggu keuangan PT RBT.
"Jujur waktu itu kan 2018, kami banyak cashflow yang terpakai untuk mengolah bijih dari PT Timah, jadi itu banyak kesedot di situ, saya tidak bisa expand besar, itu yang menyebabkan kita punya cashflow agak terganggu," kata Suparta.
Â
Advertisement
Miliki Izin IUP
Selain itu, Suparta menjelaskan, PT RBT tanpa adanya kerja sama dengan PT Timah juga akan berjalan seperti biasa. Sebab, PT RBT memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) sendiri.
"Tidak benar, kalau dibilang kita tidak punya (RKAB). Tetap berjalan (tanpa ada kerja sama), mungkin berbeda dengan (perusahaan) yang lain," jelas Suparta.
Sebelumnya, Mantan Direktur Utama PT Timah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani mengungkapkan kontribusi PT Timah kepada negara meningkat saat kerja sama tersebut berjalan.
Dalam laporan tahunan PT Timah tahun 2019, kontribusi kepada negara disetorkan sebesar Rp1,198 triliun yang mana mengalami peningkatan dari tahun 2018 sebesar Rp818 miliar.
"Ini kan ada annual report, sudah di audit, sudah di setor ke negara juga," kata Riza.
Mantan Direktur Keuangan Emil Ermindra juga membenarkan rincian kontribusi kepada negara yang disetorkan PT Timah kepada negara dari Dividen Rp120 miliar, Royalti Rp556 miliar, Pajak (PPH & PPN) Rp397 miliar, PBB Rp104miliar, dan iuran lainnya Rp18 miliar.
"Ini laporan pasti betul, enggak mungkin bohong," kata Emil.
Secara terpisah, Kementerian ESDM pernah menyinggung PT Timah yang tidak pernah mencapai target RKAB sejak tahun 2020 sampai saat ini.
Direktur Jenderal (Dirjen) Mineral dan Batubara (Minerba) Tri Winarno mengatakan, target RKAB PT Timah tahun 2024 sebesar 48.000 ton tidak dapat tercapai.
"PT Timah itu kalau enggak salah mulai tahun 2020 sampai sekarang RKABnya selalu di bawah," kata Tri dalam acara MIND ID Commodities Outlook 2025 di Jakarta, Selasa 26 November 2024.
Diketahui, PT Timah mencapai puncak produksi logam pada tahun 2019 saat kerja sama berlangsung sebanyak 76.389 ton. Setelah tidak adanya kerja sama tersebut, produksi logam timah mengalami penurunan, yakni pada tahun 2020 menurun menjadi 45.698 ton, 2021 sebanyak 26.465 ton, 2022 sebanyak 19.825 ton, dan 2023 sebanyak 15.340 ton.