Sukses

Kejagung Tegaskan Penetapan Tersangka Korporasi di Kasus Duta Palma Sesuai Prosedur

Kejagung meminta majelis hakim menerima dan mengabulkan jawaban Termohon sepenuhnya, menyatakan permohonan Praperadilan tersebut tidak beralasan hukum, menolak permohonan Praperadilan Pemohon sepenuhnya.

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan, penetapan terhadap tersangka korporasi di kasus mafia minyak goreng, yakni tindak pidana korupsi pada kegiatan usaha perkebunan sawit yang dilakukan oleh PT Duta Palma Group di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau telah sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.

Hal itu menyusul gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang dilayangkan oleh tujuh tersangka korporasi, termasuk Yayasan Darmex, Pemilik Duta Palma Group Surya Darmadi, dan Riady Iskandar.

"Dalam persidangan, Kejaksaan Agung menegaskan bahwa semua proses hukum telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, dan alasan-alasan yang diajukan pemohon tidak relevan karena telah memasuki ranah pokok perkara," tutur Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar, Minggu (8/12/2024).

Dalam sidang praperadilan pada Jumat, 6 Desember 2024, pemohon menyatakan sejumlah keberatan utama. Pertama, mereka mempertanyakan legalitas penetapan tersangka dan menyatakan tindakan tersebut dilakukan tanpa didukung oleh dua alat bukti yang cukup.

Penetapan tersangka korporasi itu kemudian menjadi perbuatan melawan hukum dan proses penyidikannya bertentangan dengan asas Ne bis in idem. Selain itu, Pemohon mengklaim bahwa nilai penyitaan melebihi kerugian negara dan dilakukan terhadap barang milik pihak ketiga.

Tidak ketinggalan soal administrasi hukum, bahwa Pemohon mengklaim tindakannya telah sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

"Namun, dalam jawaban yang dibacakan oleh pihak termohon Kejaksaan Agung, bahwa dalil-dalil yang diajukan oleh Pemohon dalam permohonannya adalah tidak berdasar," jelasnya.

2 dari 3 halaman

Bukti Cukup

Harli menyatakan, penyidik melakukan pengembangan terhadap para pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana, berdasarkan pertimbangan Putusan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat terkait harta kekayaan yang berasal dari kejahatan dengan tujuan menyembunyikan dan menyamarkan melalui PT Asset Pasific dan PT Darmex Plantations.

"Penyidik telah memperoleh setidaknya dua alat bukti yang cukup sebelum menetapkan para pemohon sebagai tersangka, termasuk keterangan dari tujuh saksi. Bahwa subjek hukum antara perkara tindak pidana korupsi yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap merupakan hal yang berbeda dengan subjek hukum yang sedangkan ditangani oleh penyidik," ungkap dia.

Menurutnya, subjek dalam kasus tindak pidana korupsi dan pencucian uang perkara Duta Palma merupakan subjek hukum korporasi. Penyitaan yang dilakukan pun berdasarkan penyelidikan terhadap aset yang berasal dari kejahatan, melalui PT Asset Pasific dan PT Darmex Plantations.

"Bahwa alasan-alasan Pemohon tersebut telah masuk dalam pemeriksaan pokok perkara atau aspek materiil, karena sifat pembuktiannya telah masuk pada subtansi pemeriksaan pokok perkara,” kata Harli.

3 dari 3 halaman

Kejagung Harap Hakim Tolak Praperadilan

Atas dasar itu, Kejagung pun meminta majelis hakim menerima dan mengabulkan jawaban Termohon sepenuhnya, menyatakan permohonan Praperadilan tersebut tidak beralasan hukum, menolak permohonan Praperadilan Pemohon sepenuhnya, dan membebankan biaya perkara kepada para Pemohon.

"Sidang ini menjadi langkah penting dalam mengupayakan keadilan dan memastikan bahwa proses hukum berjalan transparan. Kejaksaan Agung menyatakan komitmennya untuk terus menegakkan hukum tanpa pandang bulu, termasuk terhadap kasus yang melibatkan korporasi besar," Harli menandaskan.