Liputan6.com, Jakarta - Sidang lanjutan kasus korupsi timah menghadirkan Pakar Hukum Pidana Romli Atmasasmita pada Jumat, 6 November 2024. Dalam kesempatan itu, Romli menekankan pentingnya memahami ketentuan hukum dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), terutama jika penyidik tidak menemukan bukti yang cukup.
Menurut Romli, UU Tipikor sebenarnya telah mengatur jalan keluar bagi penanganan kasus yang tidak memiliki cukup bukti pidana, melalui ketentuan Pasal 32 ayat 1.
Baca Juga
“Jika penyidik tidak menemukan bukti permulaan yang cukup, tapi ada kerugian keuangan negara yang signifikan, maka penyidik wajib melimpahkan perkara tersebut ke Jamdatun (Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara) untuk kemudian dilakukan gugatan perdata,” tuturnya di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Advertisement
Menurut Romli, tidak mudah membuktikan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang. Sebab itu, penyusun undang-undang memberikan opsi escape clause dalam Pasal 32.
Gugatan perdata pun dapat diajukan untuk memulihkan kerugian negara, bukan melalui mekanisme pidana. “Kalau demikian, kerugian keuangan negara itu bukan norma pidana, melainkan norma perdata, seperti ganti rugi dalam urusan perbuatan melawan hukum,” jelas dia.
Romli sempat mengulas perbedaan mendasar antara kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara. Untuk kerugian keuangan negara, lebih mudah dibuktikan karena memiliki dasar hukum yang jelas, seperti yang tercantum dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Jelaskan Kerugian Perekonomian Negara
Sementara itu, kerugian perekonomian negara dianggap lebih kompleks dan sulit dibuktikan karena batasannya tidak jelas serta bersifat fluktuatif.
"Perekonomian negara itu hanya bisa dilihat oleh ahli ekonomi makro, bukan mikro,” ujarnya.
Dalam konteks pengelolaan sumber daya alam (SDA), termasuk tata niaga timah, dia berpandangan hal tersebut lebih berkaitan dengan kerugian perekonomian negara daripada kerugian keuangan negara. Sebab itu, Romli menilai bahwa memastikan adanya kerugian perekonomian negara dalam waktu yang singkat sangat sulit untuk dilakukan.
Selain itu, dia juga menyoroti pentingnya dakwaan yang jelas dan cermat sesuai Pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP. Dakwaan yang tidak menjelaskan peran setiap terdakwa dalam tindak pidana, dapat dianggap kabur atau obscure dan berpotensi batal demi hukum.
“Jika dakwaannya dirunut sedemikian rupa tetapi tidak terlihat jelas siapa yang melakukan, menyuruh, turut serta, atau membantu, maka dakwaan itu termasuk tidak jelas dan dapat batal demi hukum,” Romli menandaskan.
Advertisement
Helena Lim Dituntut 8 Tahun Penjara
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan amar tuntutan terhadap terdakwa Helena Lim tekait kasus korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) komoditas timah. Majelis hakim diminta menjatuhkan putusan 8 tahun penjara terhadap Helena Lim.
JPU sendiri menyatakan terdakwa Helena terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah membantu melakukan tindak pidana korupsi dan TPPU, sebagaimana dalam dakwaan ke satu primer.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Helena dengan pidana penjara selama 8 tahun, dikurangi lamanya terdakwa dalam tahanan dengan perintah tetap ditahan," tutur JPU di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (5/12/2024).
JPU juga menuntut terdakwa Helena Lim untuk membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan penjara. Termasuk juga meminta adanya uang pengganti atas kasus tersebut.
"Membebankan terdakwa Helena membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar dengan memperhitungkan aset, dengan ketentuan apabila terdakwa tidak dapat membayar uang pengganti tersebut selama satu bulan setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutup uang pengganti tersebut," jelas dia.
"Dan dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 4 tahun," sambungnya.
Hal Memberatkan dan Meringankan
JPU juga membeberkan hal yang memberatkan dan meringankan untuk Helena Lim.
Untuk yang memberatkan, bahwa perbuatan terdakwa dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelengaran negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme; dan dianggap turut mengakibatkan kerugian keuangan negara yang sangat besar, termasuk kerugian keuangan negara dalam bentuk kerusakan lingkungan yang sangat masif.
Tidak ketinggalan, dia juga dinilai telah menikmati hasil tindak pidana, dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan.
"Hal yang meringankan Helena belum pernah dihukum," kata JPU.
Helena Lim dikenakan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 56 ke-2 KUHP dan Pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 56 ke-1 KUHP.
Advertisement