Sukses

Abdul Kadir Karding: Saya Jadi Menteri dari Jalur Profesional, Bukan Di-endorse PKB

Targetnya tak tanggung-tanggung, ingin menyalip devisa minyak dan gas bumi yang hingga kini masih menjadi yang tertinggi dengan devisa dari pekerja migran.

Liputan6.com, Jakarta Usai dilantik sebagai Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) oleh Presiden Prabowo Subianto pada 21 Oktober 2024 lalu, Abdul Kadir Karding langsung bergerak cepat. Targetnya tak tanggung-tanggung, ingin menyalip devisa minyak dan gas bumi yang hingga kini masih menjadi yang tertinggi dengan devisa dari pekerja migran.

Abdul Kadir Karding lahir di Sojol, Donggala, Sulawesi Tengah, pada 25 Maret 1973. Di Sojol pula dia menghabiskan masa kecil dan pendidikan dasar sebelum melanjutkan SMP dan SMA di Kota Palu, Sulteng.

Tamat SMA pada 1992, Karding melanjutkan studinya di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro (Undip) Semarang dan lulus pada 1997. Di kampus ini pula dia melanjutkan pendidikan di Pasca Sarjana Undip Program Magister Administrasi Publik dan lulus tahun 2009.

Tak hanya sibuk dengan perkuliahan, Karding juga dikenal aktif berorganisasi, di antaranya sebagai Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Peternakan Undip (1994-1995), Ketua III Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi Undip (1994-1995), dan Ketua I Koorcab Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jawa Tengah (1995-1996).

Setelah mendapat gelar sarjana, Karding mulai melirik dunia politik. Kecakapannya dalam berorganisasi mengantarkan Karding menapaki posisi sebagai Sekretaris Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jawa Tengah (1998-2001).

Pada 1999 hingga 2001, saat itu dia masih berusia 26 tahun, Karding diberikan amanah sebagai Ketua Komisi E DPRD Provinsi Jawa Tengah dan berlanjut menjadi Ketua Fraksi PKB DPRD Provinsi Jawa Tengah pada 2001-2003 untuk kemudian menjadi Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Tengah (2003-2009).

Kariernya kian cemerlang dengan menjabat beberapa posisi strategis, seperti Ketua Komisi VIII DPR RI tahun 2009-2012, Ketua Fraksi MPR RI tahun 2014-2017, dan jabatan terakhir sebagai anggota Komisi VII DPR RI (2019-2024).

Tidak hanya di legislatif, karier Karding di partai politik juga tak kalah moncer. Setelah menjabat Wakil Ketua DPW PKB Jawa Tengah (2001-2005) dan Ketua DPW PKB Jawa Tengah (2005-2006) Karding dipercaya menjadi Sekretaris Jenderal DPP PKB (2014–2019).

Kini, dengan jabatan yang baru di Kabinet Merah Putih, bisa dipastikan kesibukan Karding akan bertambah. Apalagi dia dikabarkan diminta Prabowo untuk fokus memperkuat pelindungan bagi pekerja migran Indonesia yang berada di luar negeri. Ia juga diminta dapat menciptakan lapangan pekerjaan di luar negeri bagi warga negara Indonesia.

Lantas, apa yang akan dilakukan penyuka uta dada ini di kementerian baru ini? Berikut petikan wawancara Abdul Kadir Karding dengan Sheila Octarina dalam program Bincang Liputan6.

2 dari 5 halaman

Dipanggil Prabowo tanpa Endorse PKB

Bagaimana awalnya Bapak dihubungi Pak Prabowo dan kemudian masuk di Kabinet Merah Putih sebagai Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, boleh diceritakan?

Jadi awalnya itu desas-desus. Tapi namanya politik itu kita enggak percaya desas-desus, karena sebelumnya saya juga pernah didesuskan jadi menteri tahun 2019. Tapi enggak jadi juga. Jadi saya enggak percaya gitu.

Nah, saya mulai yakin ketika jam 12 siang karena baru bangun, baru dari Semarang, capek gitu habis ikut Undip Run, saya kebetulan Ketua Umum Alumni ya datang ke sana. Terus tiba-tiba yang nelpon Mas Teddy, Mas Teddy Seskab sekarang.

Abang di mana? Di Jakarta. Abang jam 2 ya siap-siap ke sekitar SCBD, pakai batik cokelat celana hitam. Oke, untung kita dekat Jakarta kan. Saya langsung ke SCBD, setengah 3 ke tempat transit di Kertanegara. Di situ dipanggil ketemu Pak Prabowo. Ketemu Pak Prabowo, itu sudah mulai yakin bahwa kayaknya sih jadi menteri nih.

Ini bukan cuma desas-desus belaka berarti ya? Pas pertemuan sama Pak Prabowo waktu itu ada pesan atau target enggak sih yang harus dicapai sebagai Menteri PPMI?

Begini, kita ketemu Pak Prabowo enggak lama. Masing-masing menteri dipanggil kan, saya termasuk yang kelompok awal dipanggil ketemu. Mas Karding terima kasih berkenan untuk membantu saya nanti di kabinet. Oh, saya semakin yakin.

Lalu yang kedua, Mas nanti tolong ya pekerja migran kita jangan sampai ada yang istilahnya tereksploitasi, jangan sampai mendapatkan perlakuan tidak adil, jangan sampai ada TPPO, itu pesan pertama.

Pesan kedua, kalau bisa devisa dari pekerja migran ini ditambah remitansinya. Karena kan sekarang itu remittance untuk pekerja migran kita tahun 2023 kemarin Rp 227 triliun, nomor dua terbesar setelah migas. Jadi cukup besar sebenarnya, jadi sisi positifnya di situ.

Jadi, oke dari dua itu, itulah yang saya kemudian rumuskan menjadi program strategis dan aksi saya hari ini.

Bapak mengatakan jadi Menteri tanpa di-endorse partai politik, apakah benar?

Iya, jadi saya ini mungkin kategorinya profesional ya, jadi harusnya kalau di-endorse partai politik saya di-endorse oleh PKB. Tapi saya karena memang sejak tahun kemarin sudah tidak jadi pengurus walaupun sebelumnya saya jadi sekjen partai dan ya enggak mungkin juga di-endorse oleh partai oleh Cak Imin, enggak mungkin.

Jadi saya menganggap diri saya ini profesional, kategori profesional. Walaupun secara pribadi saya tetap kader tulen PKB. Jadi saya ini di PKB sejak awal, termasuk ikut-ikut pada pembentukan awal, saya ikut-ikut. Sampai sekarang saya masih PKB.

Masih PKB, bisa dibilang masih kadernya juga berarti?

Kader, kan saya juga enggak pernah dipecat. Kader itu kan tidak harus jadi pengurus. Kader itu cukup di Komitmen juga boleh.

 

3 dari 5 halaman

Gaji Tinggi Versus Terbatasnya Keahlian

Apa masalah pekerja migran kita yang mendesak dan menjadi concern untuk diselesaikan dalam waktu dekat?

Satu yang harus kita perbaiki yaitu regulasi, regulasinya harus dipastikan mengatur semua soal pelindungan, pelindungan sebelum dia berangkat, setelah dari penempatan, dan setelah pulang, itu harus diatur dan lebih dalam lagi, kalau di-zoom itu lebih dalam lagi.

Contohnya gini, kita harus memastikan bahwa semua orang yang bekerja ke luar negeri itu wajib terdaftar atau mendaftarkan diri lewat sistem kita. Karena kalau orang tidak terdaftar maka dia kategorinya unprocedural.

Misalnya, kita punya anak mau keluar rumah enggak pamit, kita enggak tahu dia di mana? Dia nongkrong di kafe mana? Dia sama siapa? Dia lagi ngapain? Kira-kira sama begitulah.

Pekerja migran yang keluar unprocedural, kita enggak tahu dia bekerja dengan siapa? Pekerjaannya apa? Alamatnya di mana? Perusahaan yang mengirim siapa? Dia sehat atau tidak sehat? Dia lagi ngapain? Kita enggak tahu sama sekali dia punya pelindungan asuransi apa tidak? Kita enggak tahu.

Nah, itu jumlahnya kalau menurut Bank Dunia lebih banyak daripada yang terdaftar. Terdaftar itu 5 juta sekian, nah yang tidak terdaftar 5,4, itu tahun 2017 datanya survei Bank Dunia, jadi besar.

Saya inginnya ke depan yang kita benahi dulu regulasi dan sistem penempatan, istilah yang tepat saya kira tata kelola penempatan, pelindungan. Mau modusnya magang, kalau bisa daftar sini, mau modusnya awak kapal laut harus daftar sini.

Kalau dalam kasus WNI yang punya visa pelajar tapi nyambi magang atau part time bagaimana statusnya?

Ya kalau itu masih terhitung diaspora ya paling, masih pelajar ya. Jadi itu juga masih jauh untuk kita jangkau. Enggak usah yang itulah, yang hari ini saja, misalnya anak-anak yang keluar atas nama magang tapi di sana bekerja.

Karena yang disebut PMI itu, Pekerja Migran Indonesia adalah orang yang bekerja di luar wilayah Indonesia dan mendapatkan upah. Jadi apa saja yang mendapatkan upah, dia harus disebut pekerja migran.

Karena tawaran gaji yang besar, minat untuk jadi pekerja migran memang tinggi ya?

Ada yang besar, ada yang biasa saja. Jadi gini, kalau untuk Indonesia itu ada negara tradisional tujuan, Malaysia, Hong Kong, Taiwan, Singapura, Brunei, Arab.

Nah, rata-rata yang dikirim adalah jumlah paling besar perempuan dan unskilled. Sudah unprocedural dan unskilled. Nah itu jadi problem. Ada juga yang lebih parah lagi enggak mengerti bahasanya.

Itu menjadi kendala besar ya?

Bahasa Arab, bahasa Jepang, bahasa Korea, bahasa Jerman, bahasa Inggris. Yang enggak bisa, itu awal mula semua dari eksploitasi, TPPO, perdagangan orang, dari situ sebenarnya. Jadi kita harus membenahi satu supaya dia berangkat prosedural, yang kedua supaya dia punya skill, yang ketiga minimal punya bahasalah, pahamlah.

Lantas, bagaimana kondisi PMI di negara-negara tersebut?

Kalau di Taiwan dan Hong Kong satu salary-nya bagus, lumayan. Yang kedua pelindungannya bagus, asuransi ketenagakerjaan dan kesehatannya bagus. Nah, di Malaysia ini yang belum, Arab belum, Brunei juga kabarnya belum. Bahkan sebagian di Singapura saja belum.

Sebenarnya kita ini negara yang menurut undang-undang tidak boleh bekerja sama dengan negara yang lemah pelindungannya. Cuma problemnya kan di Malaysia bagaimana mau kita larang sudah duluan, duluan datang banyak daripada peraturan lahir, iya kan?

Jadi makanya kita harus memperkuat perjanjian bilateral, kita nego lagi supaya kerjasamanya itu menguntungkan kedua belah pihak. Nah kalau ini bagus, misalnya kerjasamanya itu apple to apple, kerjasamanya itu gajinya bagus, kerjasamanya itu ada perlindungan, itu sudah sangat bagus, kalau itu bisa dicapai, itu luar biasa.

Yang harus kita tahu, permintaan pekerja ke luar negeri itu tinggi. Tahun ini saja 1 juta, kita baru menuhin itu 267 ribu, jadi 25 persen baru ya. Dan itu semua skill, yang skill, mungkin bahasa yang tepat formal ya.

Itu gajinya lumayan-lumayan lho, misalnya nurse di Jepang itu bisa sampai Rp 25 juta, kalau di Kanada Rp 50 sampai Rp 80 juta, di Amerika Rp 50 sampai Rp 80 juta, di Korea ya 20-an ke atas, itu nurse. Belum nanti kalau kita bisa kirim hospitality, IT itu lebih gila lagi. Jadi sebenarnya peluangnya bagus, tapi masalahnya juga banyak.

4 dari 5 halaman

Berangkat Migran, Pulang Jadi Juragan

Bagaimana dengan status PMI di Arab Saudi

Kalau Arab Saudi itu dari dulu, dari 2015 sebenarnya sudah moratorium, kenapa moratorium? Karena dulu itu orang bekerja langsung ke majikan. Majikan ini, sudahlah namanya majikan itu kalau di sana itu, mohon maaf ya dengan segala hormat itu, perlakuannya seenak-enaknya dia, kadang kadang disuruh kerja ke saudaranya, saudaranya ke saudaranya lagi, paspornya ditahan dan gajinya kecil, kadang-kadang semena-mena gitu ya.

Nah itu makanya ditutup, namanya moratorium 2015. Sampai sekarang masih ditutup, tapi kenyataannya banyak yang masih berangkat warga kita ke sana. Modusnya umrah, calling visa, jadi visa undangan.

Tapi enggak tahunya kerja di sana?

Di sana kerja, konversi visa di sana. Mungkin melancong, misalnya ke Dubai atau ke mana, tiba-tiba sudah ke sana.

Kabarnya Bapak akan mencabut moratorium?

Ini saya lagi evaluasi, saya lagi kaji. Saya sudah membentuk tim, saya akan kaji. Kalau saya pribadi sih pengennya dibuka lagi, daripada ditutup tetap berangkat, lebih baik kita buka tapi kita cari solusi memperkuat pelindungan.

Artinya aturannya untuk kelas domestic worker kita perketat regulasinya, rigid, tapi yang sudah skill-skill bagus, bahasa bagus sudah kita lepas saja.

Tapi kalau untuk yang domestik atau informal, itu harus kita ketatkan, karena ini mereka rentan, rentan karena pendidikan, pengetahuan, skill, rentan dikerjain, rentan eksploitasi.

Artinya kita memberi pelindungan penuh?

Ini pelayanan, termasuk di dalamnya pelindungan. Termasuk kalau dia pulang harus itu kan. Pemerintah ini baguslah menjadikan badan ini menjadi kementerian sehingga jadi lebih fokus, naker mengurusi hulu ke hilir tenaga kerja dalam negeri, kami mengurusi hulu ke hilir tenaga kerja yang bekerja di luar negeri.

Untuk tahun depan, apakah permintaan akan PMI masih tinggi?

Banyak sebenarnya, sangat banyak yang pengen, itu tanpa kampanye. Jadi saya bayangkan kalau ini dikelola sedikit soal kampanye, testimoni, soal orang bekerja itu positif karena orang bekerja di luar negeri itu sebenarnya gini ya, ada dua hal yang bisa kita dapat.

Satu, dia bisa transfer knowledge. Contoh dia bekerja di otomotif, misalnya di Toyota atau Hyundai, misalnya. Dia pulang setelah 2, 3 tahun, kalau kita mendirikan pabrik dia bisa pakai situ.

Yang kedua, rata-rata yang skilled kalau pulang itu pasti berdampak sama keluarganya, bagus. Karena apa? Karena mereka yang dikirim uangnya. Jadi gini, pekerja migran itu mengirim uang rata-rata surveinya 68% dikirim ke Indonesia semua, yang dipakai hanya 29%, sisanya 3%. Nah, 68% inilah yang jadi devisa tadi itu kan?

Artinya kalau teman-teman pekerja migran ini kita buatkan skema keuangan yang bagus, ada literasi keuangan yang bagus, maka dia pulang itu istilah saya berangkat migran, pulang juragan.

Begitu pulang kampung langsung bisa beli rumah, beli tanah?

Iya, saya bayangkan misalnya dia ada ongkos hidup di sana, living cost. Ada yang dikirim ke keluarganya, jangan terlalu banyak juga dikirim ke keluarga ini. Karena kalau dikirim ke keluarga terlalu banyak, terutama yang domestik itu yang perempuan atau laki-laki ya biasanya juga ada oknum lah dipakai kawin sama suaminya ya kan?

Belum lagi anaknya gaya hidupnya jadi berubah, dari awalnya naik sepeda terus jadi motornya bagus, lama-lama judi online, pengaruh tikungan, narkoba, itu makanya banyak orang pulang itu yang teman-teman yang saya sebut tadi unprocedural dan informal itu justru bukan tambah kaya, malah jadi masalah hidupnya.

Dia kadang-kadang juga di sana kawin kan? Kawin punya anak, di sini tidak diterima, di sana ditolak, harusnya kan panti asuhan dong. Pulang broken home, cerai sama suami, sudah enggak ada duit. Itu yang harus kita berdayakan.

Makanya kita ada pelatihan, kita lagi mencoba mencari akses biaya untuk produk mereka yang purna-purna itu. Kan ada mereka yang melakukan produksi misalnya apa gitu, terus kita bantu jualin dan sebagainya, carikan modal, bantu pelatihan.

Kita kerja sama dengan UMKM, ekonomi kreatif, ini juga saya sudah janjian sama koperasi supaya koperasi ini membantu PMI yang mau berangkat. Kalau pakai KUR itu enggak dapat karena KUR itu cair setelah ada perjanjian kerja sama, sementara mereka butuhnya di awal sini duitnya nih.

Jadi itu butuh waktu lama ya?

Untuk berangkat dan pelatihan KUR sebenarnya ngasih, tapi kan enggak bisa setelah ada kerja sama kontrak kerjanya. Nanti kalau ada skema pembiayaan misalnya dari koperasi atau mungkin dana abadi untuk PMI, kita bisa bantu dulu nih sebelum dia berangkat, kita latih juga.

Nanti masuknya soal mekanisme keuangannya nanti bisa kita atur. Nah itu yang ideal. Itu yang di Filipina terjadi. Kalau kita ini lembaga pelatihannya enggak siap, sementara kita harus mengirim skilled, aturannya belum ketemu, manajemennya belum ketemu, jadi masih ribetlah, PR-nya banyak.

 

5 dari 5 halaman

Jadi Menteri Lebih Melelahkan

Sebelum masuk kabinet, Bapak juga pernah di legislatif. Apa perbedaan jadi Ketua Komisi di DPR dengan jadi Menteri?

Lebih capek jadi menteri. Jadi menteri ini acara kita bisa sehari lima sampai tujuh kegiatan. Kadang-kadang juga hari libur enggak bisa istirahat. Kalau di DPR relatif lebih longgar.

Cuma mungkin kalau produktivitas beda-beda ya. Kalau DPR kita ukurannya kan mengawasi sama buat undang-undang, sama memfasilitasi aspirasi. Nah, kalau di sini kita memang dituntut untuk mengambil keputusan-keputusan penting yang sifatnya eksekutor, eksekutorial.

Bisa dibilang lebih sibuk jadi menteri?

Lebih sibuk, mudah-mudahan awal-awal saja, jangan terlalu sibuk di ujung-ujung sana. Maksudnya mungkin harus ketemu iramanya nanti ya, ini belum ketemu iramanya.

Berarti sudah enggak sempat mau menjalani hobi mungkin?

Saya masih, paling itu saya paksa-paksa sedikit. Sabtu-Minggu jalan pagi saja, yang lain sudah enggak bisa saya. Saya ini hobinya nongkrong sebenarnya, nongkrong orang politik ya.

Kita sudah enggak ada nongkrong-nongkrong nih. Hobi saya itu diskusi gitu ya, ini sudah enggak ada nih. Kemerdekaan terhapus, ha... ha... Ini kan karena awal saja, banyak yang harus dibenahi ya. Banyak yang harus dikonsolidasi.

Sebagai kementerian yang ada di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar, masih sering ketemu Cak Imin?

Kemarin ketemu, setiap rapat kabinet ketemu. Kemudian setiap rapat Kemenko saya datang. Saya harus profesional. Kita harus kompak, kita harus solid.

Satu hal yang diinginkan Pak Prabowo adalah kabinet ini berkolaborasi, bekerja sama, solid karena itu kunci. Dan memang saya dapat merasakan hasilnya sih. Jadi saya muter ke beberapa menteri itu dengan cepat terjadi tanda tangan MoU dan PKS cepat jalan. Kalau dulu itu bisa enam 6 bulan.

 

Video Terkini