Sukses

Kata Pengamat Arief Poyuono Terkait Pencalonan Edy Damansyah di Pilkada Kukar 2024

Pengamat Politik dan Penggiat Demokratis Arief Poyuono meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk segera menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi atau putusan MK nomor 129/PUU-XII/2024.

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Politik dan Penggiat Demokratis Arief Poyuono meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk segera menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi atau putusan MK nomor 129/PUU-XII/2024.

Pengamat Politik dan Penggiat Demokratis Arief Poyuono menegaskan, cara yang paling pas untuk menjalankan putusan tersebut adalah mendiskualifikasi calon kepala daerah Kutai Kartanegara di Pilkada Kukar 2024 Edy Damansyah, karena telah menjabat 2 periode.

Putusan yang dibacakan pada hari Kamis 14 November 2024 ini tentang Penghitungan Masa Jabatan Kepala Daerah jabatan Kepala Daerah yang diatur dalam Pasal 19 huruf e pada Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2024, yang menyatakan bahwa masa jabatan Kepala Daerah dihitung sejak pelantikan.

"Di mana Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2024, dijadikan dasar hukum oleh KPU dan Bupati Dua Periode, Edi Damansyah yang berambisi untuk maju untuk kali ketiga, dalam Pilkada Serentak 2024," ujar Arief, melalui keterangan tertulis, Senin (9/12/2024).

Dia menambahkan, kesengajaan dan ketidakpedulian KPU sangat jelas dalam Pencalonan Edi Damansyah. Di mana, kata dia, Edi Damansyah, yang pernah mengajukan permohonan Judicial Review pada perkara Nomor 2/PUU-XXI/2023 pada tanggal 28 Februari 2023 telah ditolak MK.

"Karena telah dianggap menjabat dua periode. MK dalam putusannya menyatakan bahwa masa jabatannya sebagai Plt Bupati maupun Bupati definitif Kutai Kartanegara menggantikan Rita Widya Sari pada masa bakti 2016-2021 telah dihitung sebagai satu periode penuh," ucap Arief.

Hal itu, tambah dia, diperkuat dengan Putusan MK Nomor 129/PUU-XXII/2024. MK menolak memberikan tafsir baru mengenai cara penghitungan dua periode masa jabatan Kepala Daerah seperti yang dimohonkan oleh kuasa hukum pasangan Helmi-Mian dan Elva-Rizal.

"MK kembali menegaskan bahwa makna 'masa jabatan' telah dijelaskan dalam Putusan MK Nomor 67/PUU-XVIII/2020 dan Putusan Nomor 2/PUU-XXI/2023, di mana masa jabatan dihitung satu periode penuh jika kepala daerah telah menjabat setengah atau lebih dari masa jabatannya, baik secara definitif maupun sebagai pejabat sementara (Plt)," papar Arief.

 

2 dari 3 halaman

Inti Putusan MK

Arief merinci, inti Putusan MK Nomor 129/PUU-XXII/2024 adalah memperkuat tiga putusan sebelumnya, yakni Putusan MK Nomor: 22/2009, 67/2020, dan 2/2023.

"Gugatan yang diajukan oleh kuasa hukum Helmi-Mian dan Elva-Rizal pada dasarnya meminta MK memberikan tafsir mengenai penghitungan masa jabatan pejabat sementara (Plt) Kepala Daerah. MK memutuskan bahwa masa jabatan Plt dihitung sejak pelaksanaan tugas secara nyata (riil dan faktual) bukan sejak pelantikan," kata dia.

Dalam putusan ini, lanjut Arief, MK secara tegas membatalkan Pasal 19 huruf e pada PKPU 8/2024 yang menyatakan penghitungan masa jabatan Plt dihitung sejak pelantikan.

"Keputusan ini memiliki dampak besar karena Pasal 19 huruf e tersebut dianggap telah kehilangan dasar yuridisnya, sehingga tidak dapat dijadikan acuan," terang Arief.

Dengan adanya keputusan ini, sambungnya, calon kepala daerah seperti Edi Damansyah, yang telah menjabat dua periode, tetapi tetap diloloskan oleh KPU untuk maju ke periode ketiga, otomatis dinyatakan batal demi hukum (null and void) dan wajib serta harus di Diskualifikasi.

"Seberapa pun perolehan suara yang diperoleh Edi Damansyah pada Pilkada Kukar 2024. Pendiskualifikasi terhadap Edi Darmansyah Ini bukan masalah menang kalah atau zero sum game dalam Pilkada Kukar 2024 tapi masalah penegakan aturan main dan hukum dalam pelaksanan Pilkada yang demokratis dan menjunjung tinggi UU dan hukum yang berlaku," ucap Arief.

 

3 dari 3 halaman

Kata Pakar Hukum Tata Negara

Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis sebelumnya juga menegaskan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas status Edi Darmansyah telah menjalani dua periode sebagai Bupati Kutai Kartanegara harus dipatuhi. Sehingga Edi Darmansyah tidak boleh mencalonkan diri kembali.

"Itu menurut keputusan Mahkamah Konstitusi. Dia tidak bisa mencalonkan diri lagi. Senang mau tidak senang, apapun alasannya, itu ga bisa. Dari segi hukum, keputusan MK menjadi hukum sejak saat diputuskan," ucap dia.

"Jadi Edi Darmansyah dengan alasan apapun harus dianggap dua periode, karena MK menyatakan begitu. Tidak ada tafsir lain selain itu," tandasnya.

Sebelumnya, PT TUN Banjarmasin menolak gugatan sengketa Pilkada Kutai Kartanegara terkait pencalonan pasangan petahana.

Gugatan tersebut dilayangkan pasangan calon lain yang menganggap Edi Damansyah telah menjabat dua periode. Penetapan pasangan calon menjadi materi gugatan, dan KPU Kutai Kartanegara kemudian menjadi tergugat.

Sebelumnya, sebagaimana pemberitaan media, Kuasa Hukum KPU Kutai Kartanegara Hifdzil Alim merinci, eksepsi yang disampaikan pihaknya berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung RI nomor 11 tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara Pemilihan dan Sengketa Pelanggaran Administrasi Pemilihan.

Dasar hukum lainnya adalah Surat Edaran Mahkamah Agung (Sema) Nomor 3 tahun 2015 poin 3, bahwa sesama pasangan calon peserta pemilihan (dalam hal ini Pilkada Kukar 2024) yang sudah ditetapkan oleh KPU tidak dapat menggugat dalam sengketa Tata Usaha Negara (TUN), karena kedudukan hukum (legal standing) untuk bertindak sebagai penggugat dalam sengketa TUN pemilihan hanya diberikan oleh undang-undang bagi pasangan yang dirugikan kepentingannya atau yang tidak ditetapkan oleh KPU.