Liputan6.com, Jakarta - Anggota Polrestabes Semarang, Aipda Robig Zaenuddin resmi dipecat dari anggota Polri. Hal itu berdasarkan putusan sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) pada Senin (9/12/2024). Dia disidang setelah melepaskan tembakan ke siswa SMKN 4 Semarang, GRO (17) pada Minggu 24 November 2024 dini hari yang mengakibatkan korban meninggal dunia.
Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Pol. Artanto menjelaskan, Aipda Robig Zaenuddin menjalani Sidang Kode Etik sejak pukul 13:00 WIB hingga pukul 20.30 WIB.
Baca Juga
Adapun, hasilnya Komisi Etik memberikan rekomendasi berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap Aipda Robig Zaenuddin.
Advertisement
"Putusannya adalah Aipda R selaku terduga pelanggar ini mendapat putusan PTDH yaitu pemberhentian tidak dengan hormat," ujar dia kepada wartawan, Senin malam.
Artanto mengatakan, Aipda R selaku terperiksa dinilai telah melakukan perbuatan tercela dengan melakukan penembakan terhadap sekelompok orang yang lewat atau kelompok anak yang sedang menggunakan sepeda motor.
Terkait putusan ini, Aipda Robig Zaenuddin menyatakan akan melakukan banding.
"Untuk tadi disampaikan beliau akan banding jadi untuk tadi beliau diberikan kesempatan 3 hari untuk mengajukan kepada ketua sidang," ujar dia.
Kapolrestabes Siap Dievaluasi
Komisi III DPR memanggil Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Irwan Anwar beserta jajarannya untuk meminta penjelasan kasus polisi tembak siswa SMKN 4 Semarang, GRO (17) hingga berujung kematian pada Minggu, (24/11/2023) dini hari.
Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman memimpin rapat di Ruang Komisi III DPR, Selasa (3/12/2024). Pada paparan awalnya, Irwan mengaku dirinya siap dievaluasi.
“Atas segala tindakan anggota saya Brigadir R yang telah mengabaikan prinsip-prinsip penggunaan kekuatan, abai dalam menilai situasi, teledor dalam menggunakan senjata api dan telah melakukan tindakan eksisif action, tindakan yang tidak perlu, sepenuhnya saya bertanggung jawab, saya siap dievaluasi, apa pun bahasanya saya siap menerima konsekuensi dari peristiwa ini,” kata Irwan dalam rapat, Selasa (3/12/2024).
Irwan lantas memutarkan video kronologi tawuran dan mengklaim korban terlibat tawuran. Ia juga menunjukkan foto-foto barang bukti berupa celurit hingga kesaksian pelaku tawuran.
Menurut Irwan, seharusnya hari ini akan ada sidang kode etik terhadap pelaku penembakan namun ditunda karena ada rapat dengan Komisi III.
“Pelanggar tinggal menunggu sidang kode etik yanng sedianya akan digelar hari ini, kami tunda,” pungkasnya.
Advertisement
Amnesty International Minta DPR dan Kompolnas Evaluasi Kinerja Polri
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan dua insiden penembakan polisi di Semarang dan Bangka Barat ini mempertegas pola kekerasan polisi yang mengkhawatirkan.
"Apalagi publik baru saja diguncang oleh kasus penembakan polisi senior terhadap polisi junior di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat," ujar Usman Hamid dalam keterangannya, Rabu, (27/11/2024).
"Rentetan peristiwa ini, yang terjadi dalam waktu berdekatan, menimbulkan pertanyaan besar: Apa yang salah dengan kepolisian kita? Mengapa penggunaan senjata api oleh polisi, yang seharusnya menjadi langkah terakhir, justru terkesan menjadi senjata utama dan menyebabkan hilangnya nyawa manusia?," lanjutnya.
Di Kota Semarang, klaim pihak berwenang bahwa penembakan mati atas seorang remaja dilakukan dalam rangka menangani tawuran bukan hanya tidak legal, tidak perlu, tidak proporsional, dan tidak akuntabilitas, tetapi juga melanggar prinsip perlindungan hak asasi manusia.
Kejadian ini berujung pada hilangnya nyawa seorang remaja, korban dari kebijakan represif yang mengutamakan kekerasan dan senjata mematikan daripada solusi pengayoman dan pengamanan yang manusiawi.
Di Kabupaten Bangka Barat, polisi juga menembak mati seorang warga sipil yang diduga mencuri buah kelapa sawit. Tindakan ini adalah bentuk penghukuman di luar proses hukum (extra-judicial execution) yang jelas-jelas bertentangan dengan hukum nasional dan internasional.
"Kejadian-kejadian ini tidak dapat dianggap sebagai insiden terisolasi, tapi mencerminkan kegagalan sistemik dalam prosedur penggunaan senjata api dan pola pikir aparat yang cenderung represif," ujarnya.
Untuk itu, Amnesty International mendesak DPR RI dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) untuk segera melakukan evaluasi kinerja Polri dan kepemimpinan Polri.
"Tujuannya adalah untuk memastikan adanya pertanggungjawaban hukum yang tuntas atas kasus-kasus penembakan ini. Tidak hanya terhadap petugas lapangan, tetapi juga pejabat komando yang bertanggung jawab atas pengawasan dan pengambilan keputusan terkait penggunaan senjata api," kata dia.
Komnas HAM juga perlu melakukan penyelidikan independen untuk memastikan bahwa pelanggaran oleh aparat kepolisian diproses hukum dengan adil.
Negara juga harus merevisi aturan penggunaan senjata api, memastikan penggunaannya hanya sebagai upaya terakhir sesuai prinsip legalitas, nesesitas, proporsionalitas dan akuntabilitas agar tetap melindungi HAM.