Sukses

FGD Forkopi, Kemenkop Sebut Pemerintah Serius Selesaikan RUU Perkoperasian

Menurutnya, RUU tersebut akan dibahas pada masa sidang pertama tahun 2025 setelah masa reses DPR.

Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Kementerian Koperasi Ahmad Zabadi menegaskan komitmen pemerintah dalam mendukung revisi RUU Perkoperasian. Hal itu ditunjukkan sudah diterbitkan surat presiden (surpres) kepada DPR RI pada 19 September 2023.

Kemudian pada pemerintahan Prabowo-Gibran pun ada keseriusan dengan memerintahkan Menteri Koperasi untuk segera menyelesaikan RUU tersebut.

"Dan karenanya kami melakukan koordinasi instensif dengan pimpinan DPR khususnya Komisi VI dan insya Allah segera dijadwalkan pembahasan," kata Zabadi saat Focus Group Discussion (FGD) Forum Koperasi Indonesia (Forkopi) soal draft RUU perubahan ketiga UU no 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian di Jakarta, Selasa (10/12/2024).

Menurutnya, RUU tersebut akan dibahas pada masa sidang pertama tahun 2025 setelah masa reses DPR.

"Sehingga mudah-mudahan dalam waktu yang tidak terlalu lama RUU ini sdh dapat disepakati dan ditetapkan serta disahkan pemerintahan melalui presiden dishakan sebagai UU Perkoperasian yang baru," katanya.

Zabadi setuju bahwa UU Perkoperasian yang ada saat ini sudah usang, sehingga perlu direvisi. Terlebih ada perintah dari putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 adalah undang-undang yang sifatnya sementara. Dan pada pemerintah ditugaskan untuk segera membentuk undang-undang yang baru.

"Tapi ternyata sejak putusan MK yang kebatalakn UU No. 17 Tahun 2012sampai sekarang, sudah berjalan 10 tahun lebih kita tahu tidak dapat ditetapkan undang-undang yang baru," jelasnya.

Ketua Presidium Forkopi Andy Arslan Djunaidi menyatakan, pihaknya mendorong sejumlah perubahan dalam revisi RUU Perkoperasian karena Undang-Undang Koperasi yang lama umurnya sudah 32 tahun.

“Kami memberi masukan supaya pemerintah tidak pakai kaca mata kuda, apa maunya pemerintah saja tanpa mengindahkan situasi di lapangan. Situasi di lapangan tentu kami-kami di koperasi ini yang tahu dan yang mengalami, yang nantinya akan menjalankan," jelasnya.

Menurutnya, pihaknya dari Forkopi hanya meminta sekitar enam poin krusial dalam revisi undang-undang tersebut untuk bisa diakomodir. Pertama, digitalisasi koperasi. kedua, terkait masa jabatan pengurus.

Ketiga, lanjutnya, Andy Arslan mengatakan pihaknya berharap agar koperasi boleh memiliki aset yang statusnya adalah hak milik. Sebab, selama ini koperasi hanya boleh memiliki aset Hak Guna Bangunan (HGB). Keempat, tentang pidana. Menurut Andy pihaknya setuju dengan pemidanaan yang diusulkan pemerintah karena menyadari ada koperasi yang nakal. Namun demikian, harus dibedakan antara fraud (penipuan) dengan salah kebijakan.

 

2 dari 3 halaman

Harus Diatur dalam KUHP

Menurut dia, kalau kasusnya fraud secara regulasi sudah diatur dalam KUHP. Dia mencontohkan kalau ada karyawan yang nakal atau pengurus nakal mengambil uang keoprasi, maka akan dilakukan pidana melalui KUHP.

"Tapi kalau salah pengelolaan atau salah kebijakan, contoh sebelum covid koperasi itu beli aset. Tapi setelah covid tanah dan lain sebagainya nilainya turun semua mengakibatkan koperasi itu rugi, ya jangan dipidana dong. Karena itu salah kebijakan, itu yang kami maksud kalau ada pidana jangan terlalu berat. Intinya proporsional seperti apa penekanan pidana itu karena sudah ada KUHP," tegasnya.

Dia berharap pemerintah benar-benar mendengarkan aspirasi dari para pelaku koperasi sehingga RUU tersebut mengakomodir semua kepentingan untuk kebaikan bangsa dan negara.

3 dari 3 halaman

Infografis