Liputan6.com, Jakarta - Kompetisi Piano Nusantara Plus (KPN+ ) telah berakhir Minggu 8 Desember 2024, setelah memecahkan rekor dan mematahkan mitos bahwa musik klasik tidak populer di Indonesia.
Kompetisi ini diikuti oleh 477 peserta dari berbagai instrumen dan vokal klasik dari 8 kota besar, seperti Depok, Medan, Palembang, Bekasi, Bogor, Bandung, Tangerang, Jakarta.
Ananda Sukarlan selaku penyelenggara dan juga ketua juri dalam kompetisi ini, KPN+ menjadi kompetisi musik klasik paling populer di Indonesia. Kata "plus" menandakan kompetisi ini bukan hanya untuk pianis dan piano, melainkan bisa melibatkan instrumen lain dan vokal klasik (Tembang Puitik).
Advertisement
"Bentuknya tidak hanya solo piano, tapi bisa duo, trio, sampai quintet. Demikian juga dengan fisik dari para peserta, bisa saja merupakan penyandang disabilitas," ujar Ananda dikutip Rabu (11/12/2024).
Para peserta Kompetisi Piano Nusantara Plus telah dinilai oleh dewan juri yang bereputasi internasional, banyak diantaranya adalah pemenang Ananda Sukarlan Award di tahun-tahun sebelumnya.
Di babak final kemarin yang diadakan di Institut Francais d'Indonesie di Jakarta, juri diketuai oleh Ananda Sukarlan dengan dua anggota juri pianis Stephanie Onggowinoto dan Alfred Sugiri.
KPN+ juga menorehkan banyak sejarah baru di musik klasik, ada seorang pianis muda, Fatihah Firdaus telah memainkan karya Ananda Sukarlan sendiri, yang mendokumentasikan kejadian Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang ditulis saat dia divonis penjara tahun 2017.
"Karya "No More Moonlight Over Jakarta" ini sebenarnya sudah dimainkan oleh banyak pianis dunia di Amerika, Eropa dan Asia tapi baru di ajang KPN+ diperdanakan di Indonesia," ujarnya.
Di kategori Tembang Puitik, Juara Pertama dimenangkan oleh dua vokalis muda, Ratnaganadi Paramita dan Wirawan Cuanda. Ratnaganadi menunjukkan supremasi penyair perempuan dengan dua lagu dari penyair perempuan : "Senja Beku" oleh Galuh Ayara dan Aria dari opera "I'm Not For Sale" dari libretto Emi Suy.
Sedangkan bariton Wirawan Cuanda dipuji oleh Ananda Sukarlan atas pilihan lagunya, berdasarkan puisi penyair Lembaga Kebudayaan Rakyat Lekra, Sutikno W.S., berjudul "Apel (Cerita Untuk Ibunda)" dan untuk babak final "Dari Jendela Ini". "Sutikno W.S., dan banyak lainnya.
"Hal-hal seperti inilah yang membuat Kompetisi Piano Nusantara Plus ini menjadikan musik klasik bagian dari sejarah Indonesia," kata Ananda.
Â
Perkembangan Musik Klasik
Selain hadiah trophy, medali dan undangan konser setahun ke depan bersama Ananda Sukarlan, dirinya juga telah memilih beberapa pemenang untuk mendapatkan "Golden Ticket" ke kompetisi paling bergengsi yang akan diadakan tahun depan ke 8 kalinya, Ananda Sukarlan Award Competition.
"Ini berarti mereka dapat langsung masuk ke babak final tanpa mengikuti babak penyisihan,"katanya.
Di lain pihak, sebagai pendukung aktif Ananda Sukarlan Award (ASA), pasangan suami istri Rinawati Prihatiningsih dan Daniel Zoet, mengaku bangga dengan perkembangan musik klasik di Indonesia yang semakin pesat.
"Kami meyakini bahwa musik klasik memiliki peran penting dalam membentuk karakter bangsa, dan berharap musik klasik tidak hanya menjadi hiburan tetapi juga menjadi jembatan untuk pendidikan dan pelestarian budaya,"ujarnya.
Advertisement