Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (Ditjen PPI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) menggelar acara Sosialisasi Hasil United Nations Climate Change Conference 2024. Acara ini dirangkai dengan Peluncuran Result-Based Contribution-4 (RBC-4) di Jakarta, Selasa 10 Desember 2024.
Ada sejumlah hal yang disampaikan Menteri Lingkungan Hidup atau Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Indonesia, Hanif Faisol Nurofiq. Yaitu disepakatinya Baku Climate Unity Pact yang mencakup New Collective Quantified Goal (NCQG) atau komitmen negara maju untuk pendanaan aksi iklim negara berkembang—termasuk Indonesia—mencapai USD 300 miliar per tahun pada 2035. Meski jumlah itu masih kurang dari kebutuhan USD 1,3 triliun, terdapat peningkatan darisebelumnya USD 100 miliar per tahun.
Baca Juga
Selanjutnya tercapai kesepakatan Article 6 of the Paris Agreement mengenai Cooperative Mechanism (Mekanisme Kerjasama) untuk mendukung pemenuhan NDC. Sebagai tindak lanjut, Indonesia akan mengoptimalkan peluang perdagangan karbon, dengan tetap mengantisipasi potensi terjadinya junk credit melalui penguatan mekanisme kendali nasional dan mengikuti proses di UNFCCC.
Advertisement
Juga disepakati Agenda Loss and Damage (LnD) Fund yang mana beberapa negara maju mencanangkan pendanaan (pledge) sebesar USD 731 juta untuk membantu negara-negara yang rentan terhadap dampak perubahan iklim.
Adapun agenda lain adalah Indonesia bersama Friends of Ocean menginisiasi pernyataan bersama (joint statement) yang mendorong pengarusutamaan hubungan laut (Ocean Climate Nexus) dan iklim, serta integrasi aksi berbasis laut pada NDC (Nationally Determined Contributions).
Dalam arahannya, Utusan Khusus Presiden RI Bidang Perubahan Iklim dan Energi, Hashim S. Djojohadikusumo, menyatakan sikap Pemerintah Indonesia adalah “no complaints and no demands,” yang berarti Indonesia tidak mengeluh maupun menuntut apa pun kepada komunitas internasional. Sebaliknya, Indonesia menawarkan ide-ide dan program untuk mengatasi perubahan iklim.
Indonesia berencana membangun pembangkit listrik dengan kapasitas 103 GW, di mana 75%-nya menggunakan energi baru terbarukan. Selain itu, Indonesia juga berencana membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Alam sehingga tidak ada satu pun yang berasal dari batu bara.
“Program lain yang ditawarkan oleh Indonesia adalah kredit karbon sebesar 577 juta Ton CO2e, selain itu Indonesia menawarkan kembali 600 juta ton kredit karbon yang saat ini masih dalam tahap verifikasi,” jelas Hashim.
Hasyim Sebut Prabowo Setuju Reforestasi
Hashim ikut meluruskan soal sikap Indonesia terhadap pemberitaan yang berkembang mengenai phase-out Pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara saat di COP29 di Baku, Azerbaijan. Ia menegaskan, jika Pemerintah Indonesia tidak akan melakukan phase-out Pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara, melainkan hanya akan melakukan phase-down, atau menurunkan jumlah pembangkit listrik tenaga batu bara.
Terakhir, Hashim menyampaikan bahwa Presiden Prabowo telah menyetujui untuk melakukan reforestasi secara masif dan menggiatkan perhutanan sosial.
Menjelaskan reforestasi tersebut, Menhut Raja Juli menyampaikan bahwa sesuai arahan Presiden RI Prabowo Subianto, program rehabilitasi lahan kritis seluas 12,7 juta hektare (ha) sedang disiapkan dengan peta jalan (roadmap) dan perencanaan strategis terkait reforestasi lahan kritis.
“Kebijakan dan program ini akan sangat signifikan dalam upaya pengurangan emisi gas rumah kaca,serta peningkatan kapasitas penyerapan karbon di Indonesia,” tambah Menteri Raja Juli.
Dikesempatan yang sama, Menteri Lingkungan Hidup Hanif menyampaikan, selain Tim Negosiasi, terdapat Tim Paviliun Indonesia sebagai soft diplomasi. Paviliun Indonesia di COP29 telah menampilkan berbagai showcase keberhasilan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dari berbagai elemen masyarakat selain Pemerintah.
Selain itu pada COP29, Delegasi RI menghasilkan beberapa kerjasama bilateral. Karena itu, delegasi Indonesia telah menyiapkan Plan B terutama untuk mendapatkan tangible result dari apa yang kita targetkan sebagai low hanging fruits.
Advertisement
Jalin Kerja Sama
Untuk itu, selama COP29 Indonesia menjalin kerja sama bilateral dengan sejumlah mitra strategis, antara lain peluncuran Mutual Recognition Arrangement (MRA) untuk perdagangan karbon melalui proyek investasi Jepang dengan skema Joint Crediting Mechanism (JCM) yang tercatat dalam Sistem Registri Nasional (SRN) Indonesia, senilai lebih dari USD 10 miliar untuk lebih dari 50 proyek baru.
Kedua kerjasama dengan World Resources Institute untuk membahas kerja sama terkait forest monitoring system. Ketiga kerjasama dengan Gold Standard dan LEAF COALITION untuk untuk membahas kerja sama pengakuan standar dan metodologi pasar karbon sukarela.
Kerja sama-kerja sama tersebut diharapkan menjadi landasan kuat bagi aksi iklim Indonesia yang lebih berdampak.
Di sela acara Sosialisasi Hasil COP29, dilakukan peluncuran tahap keempat Result-Based Contribution (RBC-4) yang merupakan hasil kerja sama strategis antara Republik Indonesia dan Kerajaan Norwegia sebagai wujud dukungan internasional terhadap pengurangan emisi akibat deforestasi dan degradasi hutan (REDD+) di Indonesia.
Peluncuran tersebut dilakukan oleh Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, dan Duta Besar Norwegia untuk Indonesia Rut Kruger Giverin. Dalam RBC-4, Indonesia memperoleh pembayaran sebesar USD 60 juta atas capaian pengurangan emisi gas rumah kaca pada tahun 2019–2020.