Liputan6.com, Jakarta - Konflik dualisme kepemimpinan Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) antara Jusuf Kalla vs Agung Laksono saat ini sedang terjadi.
Penetapan Jusuf Kalla (JK) sebagai Ketua Umum PMI periode 2024-2029 melalui mekanisme aklamasi dalam Musyawarah Nasional (Munas) XXII PMI yang digelar pada 8-9 Desember 2024 di Jakarta.
Baca Juga
Namun di saat bersamaan, Agung Laksono menggelar munas tandingan yang berlangsung bersamaan dengan Munas PMI versi JK.
Advertisement
Ia mengklaim mendapat dukungan lebih dari 20 persen anggota PMI, jumlah minimal yang disyaratkan untuk mencalonkan diri sebagai Ketua Umum.
Dualisme kepemimpinan Ketua Umum PMI JK dan Agung Laksono ini pun mendapat respons dai sejumlah pihak. Salah satunya Mantan Sekretaris Jenderal PMI Sudirman Said.
Dia mengatakan, munas tandingan itu telah mengabaikan tujuh prinsip gerakan kepalangmerahan internasional, yakni kemanusiaan, kesamaan, kenetralan, kesukarelaan, kemandirian, mesatuan, dan kesemestaan.
"Aturan dan kesepakatan di dalam gerakan kepalangmerahan, di setiap negara hanya mengenal satu organisasi kepalangmerahan. Setiap negara bisa memilih apakah Palang Merah, atau Bulan Sabit Merah," kata Sudirman dalam keterangan tertulis, Senin 9 Desember 2024.
Dia menjelaskan, Indonesia telah memilih bentuk Palang Merah, dan telah diformalkan melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2018. Dengan demikian, munas tandingan versi Agung Laksono merupakan tindakan melanggar hukum.
Selain itu, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin membantah dirinya ikut campur atau cawe-cawe dalam pemilihan Ketua Umum PMI periode 2024-2029.
Menkes Budi Gunadi mengaku tak pernah memberikan rekomendasi agar Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat periode 2009–2014 Agung Laksono menjadi Ketua PMI.
Sementara itu, Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menyatakan siap memediasi kubu Jusuf Kalla alias JK dan Agung Laksono terkait kisruh dualisme Palang Merah Indonesia (PMI). Sejauh ini, dia mengaku belum menerima Surat Keputusan (SK) terkait kepengurusan ataupun Ketua Umum (Ketum) periode 2024-2029.
"Sampai hari ini saya belum terima ya. Dua-duanya terkait dengan kepengurusan PMI," tutur Andi di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa 10 Desember 2024.
Berikut sederet respons sejumlah pihak terkait dualisme kepemimpinan Ketua Umum PMI JK vs Agung Laksono dihimpun Tim News Liputan6.com:
1. Sudirman Said Kritik Munas PMI Tandingan Versi Agung Laksono
Jusuf Kalla atau JK kembali ditetapkan sebagai Ketua Umum Palang Merah Indonesia periode 2024-2029, di mana diputuskan dalam Musyawarah Nasional (Munas) XXII PMI yang digelar pada 8-9 Desember 2024 di Jakarta.
Namun, posisinya kini mendapat rintangan dari Agung Laksono, yang menggelar Munas PMI tandingan.
Terkait hal itu, Mantan Sekretaris Jenderal PMI, Sudirman Said mengatakan, munas tandingan itu telah mengabaikan tujuh prinsip gerakan kepalangmerahan internasional, yakni kemanusiaan, kesamaan, kenetralan, kesukarelaan, kemandirian, mesatuan, dan kesemestaan.
"Aturan dan kesepakatan di dalam gerakan kepalangmerahan, di setiap negara hanya mengenal satu organisasi kepalangmerahan. Setiap negara bisa memilih apakah Palang Merah, atau Bulan Sabit Merah," kata Sudirman dalam keterangan tertulis, Senin 9 Desember 2024.
Dia menjelaskan, Indonesia telah memilih bentuk Palang Merah, dan telah diformalkan melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2018. Dengan demikian, munas tandingan versi Agung Laksono merupakan tindakan melanggar hukum.
"Dengan demikian, setiap ada inisiatif untuk membentuk organisasi atau mekanisme dan kepengurusan tandingan, dapat dikategorikan sebagai tindakan ilegal," ungkapnya.
Ketua Institut Harkat Negeri ini berujar, prinsip kesatuan dalam palang merah mengandung makna bahwa di setiap negara hanya ada satu organisasi kepalangmerahan.
Organisasi ini harus terbuka dan dapar melayani seluruh masyarakat di wilayah negara tersebut.
"Dengan demikian bila ada pihak yang membentuk kepengurusan tandingan, apalagi melalui proses yang tidak punya landasan hukum, itu maknanya mereka tidak memahami tujuh prinsip gerakan kepalangmerahan," ucap Sudirman.
Menurutnya, gerakan kepalangmerahan merupakan gerakan universal di seluruh dunia. Oleh sebab itu, sebagai bangsa yang beradab, Sudirman menyayangkan kejadian semacam munas tandingan terjadi di tubuh PMI.
"Bila kejadian seperti munas tandingan dibiarkan, kita akan dipermalukan di mata dunia," jelas Sudirman.
Advertisement
2. Menkes Budi Gunawan Bantah Cawe-cawe dalam Pemilihan Ketua PMI
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin membantah dirinya ikut campur atau cawe-cawe dalam pemilihan ketua umum Palang Merah Indonesia (PMI) periode 2024-2029.
Menkes Budi mengaku tak pernah memberikan rekomendasi agar Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat periode 2009–2014, Agung Laksono menjadi Ketua PMI.
Budi menegaskan PMI merupakan mitra kerja Kementerian Kesehatan yang memiliki aturan tersendiri. Untuk itu, dia tak mencampuri masalah organisasi luar.
"Enggak ada, PMI adalah mitra kerja Kemenkes yang punya aturan organisasi sendiri yang kita hargai. Kita tidak ikut campur urusan organisasi di luar," kata Budi di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa 10 Desember 2024.
Dia menyerahkan kepada PMI soal kepengurusan di organisasinya. Budi menuturkan dirinya juga tak memiliki wewenang menentukan Ketua PMI.
"Kita menyerahkan itu kepada PMI, anyway yang pilih juga bukan menteri kan yang milih adalah ketua-ketua wilayah PMI," jelas Budi.
3. Dirjen AHU Terima Audiensi PMI, Bahas Kajian Dasar Hukum Kepalangmerahan
Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU), Widodo, menerima permohonan audiensi dari Pengurus Palang Merah Indonesia (PMI) di Kantor Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU), di Jakarta. Permohonan audiensi ini diajukan oleh pihak Jusuf Kala kepada Dirjen AHU Kementerian Hukum RI.
Widodo menyampaikan bahwa sebagai bagian dari tindak lanjut, Tim Badan Usaha Ditjen AHU akan melakukan kajian mendalam terkait status hukum PMI. Hal ini dilakukan mengingat PMI dibentuk melalui undang-undang, bukan melalui mekanisme pendaftaran organisasi yang biasa dilakukan melalui Sistem Administrasi Badan Hukum pada Ditjen AHU.
Kajian ini mencakup analisis apakah organisasi yang didirikan berdasarkan undang-undang dapat diperlakukan sama dengan organisasi yang terdaftar melalui Ditjen AHU.
"Tim Badan Usaha Ditjen AHU akan mengkaji terlebih dahulu, apakah PMI ini merupakan badan hukum publik atau badan hukum privat,” ujar Widodo, Kamis 12 Desember 2024.
Widodo menambahkan, PMI memiliki dasar hukum yang berbeda dari organisasi pada umumnya. Hal ini karena PMI didirikan berdasarkan pada Undang-Undang Kepalangmerahan, sehingga berbeda dengan status organisasi lain yang terdaftar pada Ditjen AHU.
"Kami memahami bahwa PMI memiliki dasar hukum yang berbeda dari organisasi pada umumnya. Oleh karena itu, kami akan menelaah secara cermat dan menyeluruh terhadap kondisi ini agar tidak hanya sesuai regulasi tetapi juga dapat mendukung efektivitas operasional PMI," tambah Dirjen AHU.
Lebih lanjut, Widodo juga menyatakan bahwa dirinya terbuka untuk menerima permohonan audiensi dari pihak manapun, termasuk untuk memediasi penyelesaian dinamika yang sedang terjadi dalam organisasi PMI.
Hal ini sejalan dengan komitmen Ditjen AHU dalam menciptakan ruang dialog yang inklusif dan solutif bagi berbagai pihak.
Advertisement
4. Menkum Siap Mediasi Kubu JK dan Agung Laksono
Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menyatakan siap memediasi kubu Jusuf Kalla alias JK dan Agung Laksono terkait kisruh dualisme Palang Merah Indonesia (PMI).
Sejauh ini, dia mengaku belum menerima Surat Keputusan (SK) terkait kepengurusan ataupun Ketua Umum (Ketum) periode 2024-2029.
"Sampai hari ini saya belum terima ya. Dua-duanya terkait dengan kepengurusan PMI," tutur Andi di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa 10 Desember 2024.
"Namun demikian, tentu kami akan memverifikasi kalau memang permohonan itu sudah ada. Dari sisi AD/ART-nya, prosedur pelaksanaannya, kami akan teliti secermat mungkin terkait pengesahan," sambungnya.
Menurut Andi, kisruh dualisme organisasi apapun akan dijembatani oleh Kementerian Hukum lewat mediasi, termasuk urusan PMI.
"Semua yang kami lakukan di Kementerian Hukum sebelum ambil keputusan terkait dualisme kepengurusan, terutama terkait perkumpulan, badan usaha, dan organisasi profesi, semua dilakukan dengan proses mediasi," ucap dia.
Yang pasti, lanjutnya, Kementerian Hukum masih menunggu surat permohonan dari PMI terkait SK kepengurusan.
"Permohonannya sampai hari ini saya belum terima," Andi menandaskan.