Sukses

18 Terpidana Kasus ITE Akan dapat Amnesti dari Prabowo

Prabowo sendiri yang meminta agar terpidana kasus pelanggaran ITE dan penghinaan terhadap Presiden diberikan amnesti.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyampaikan ada 44.000 narapidana yang diusulkan mendapat amnesti atau pengampunan hukuman dari Presiden Prabowo Subianto. Dari jumlah itu, ada 18 terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

"Perkiraan ITE kurang lebih sekitar 18 ya. Dan 18 orang yang diusulkan untuk diberi amnesti," kata Supratman di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat 13 Desember 2024.

Dia mengatakan Prabowo sendiri yang meminta agar terpidana kasus pelanggaran ITE dan penghinaan terhadap Presiden diberikan amnesti. Selain itu, ada 1.000 narapidana yang memiliki riwayat penyakit berkepanjangan dan gangguan jiwa yang akan mendapat amnesti.

"Ada juga beberapa kasus yang terkait dengan orang yang sakit berkepanjangan, termasuk ada warga binaan kita yang sudah status orang dalam gangguan jiwa. Dan juga ada yang terkena penyakit yang berkepanjangan termasuk HIV, itu ada kurang lebih sekitar seribu sekian orang, itu juga diminta untuk diberikan amnesti," jelasnya.

 

2 dari 3 halaman

Kasus Papua

Supratman menyampaikan pemberian amnesti dari presiden juga diberikan kepada narapidana kasus Papua serta pengguna narkoba yang menjalani rehabilitasi. Sementara itu, pengedar dan bandar narkoba dipastikan tak akan mendapatkan amnesti presiden.

"Sama sekali kita tidak akan memberi amnesti kepada mereka yang bersatusnya pengedar, apalagi bandar. Itu tidak akan ada amnesti buat itu," tegas Supratman.

 

3 dari 3 halaman

Overcrowded Lapas

Menurut dia, pemberian amnesti ini dapat mengurangi 30 persen overcrowded atau kelebihan kapasitas di lembaga pemasyarakatan. Supratman menuturkan pemerintah akan tetap meminta pertimbangan DPR sebelum memberikan amnesti kepada narapidana.

"Kalau amnesti itu kan memang hak yang diberikan oleh undang-undang kepada presiden dan kalau itu berjalan nanti akan presiden akan meminta pertimbangan kepada DPR," ujarnya.

"Kalau DPR menyatakan ada kesesuaian pendapat antara pemerintah dengan DPR tentu ini akan dijalankan," sambung Supratman.