Liputan6.com, Jakarta Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Haykal mengatakan, alasan biaya politik tinggi sebagai dasar kepala daerah dipilih DPRD, sangatlah tidak tepat.
Menurut dia, perubahan sistem pilkada harus dilandasi dengan kajian dan evaluasi atas pelaksanaan pilkada yang telah dilakukan sejak 2005.
Baca Juga
"Biaya tinggi yang diklaim Pak Prabowo terjadi di pilkada menurut kami tidak disebabkan oleh sistem pemilunya, melainkan praktik-praktik politik transaksion seperti mahar politik dan politik uang yang sebenarnya telah dilarang di dalam UU Pilkada yang berlaku," kata Haykal, saat dihubungi, Minggu (15/12/2024).
Advertisement
"Hanya saja, perlu diakui penegakan hukumnya masih belum maksimal dan cenderung tidak menyelesaikan permasalahan," sambungnya.
Oleh karena itu, Haykal menekankan yang perlu diperbaiki yakni sistem pencalonan dan kampanye pada pilkada. Bukan secara tiba-tiba ingin mengubah sistem yang terbuka tersebut menjadi sistem yang tertutup.
"Sebab, efek yang ditimbulkan dari diubahnya sistem pilkada secara langsung menjadi dipilih oleh DPR tidak hanya berpengaruh pada sistem pilkadanya. Melainkan juga berpengruh pada pelaksanaan kedaulatan rakyat, termasuk sistem pemerintahan dan otonomi daerah," jelas dia.
Haykal menjelaskan, di negara dengan sistem presidensial, tidak dikenal suatu pemilihan pimpinan eksekutif dilakukan oleh lembaga legislatif. Jika pemilihan diuabh maka akan mengacaukan pelaksanaan otonomi daerah yang bisa bergesar kepada sentralisasi seperti masa orde baru.
Kemudian, dia menyebut, jika sistem pemilihan gubernur dipilih melalui DPRD akan menimbulkan dampak buruk lain, yakni transaksi antar petinggi partai politik dengan DPRD.
"Dampak buruk lainnya adalah potensi terjadinya hegemoni partai politik untuk bertransaksi dalam proses pemilihan kepala daerah yang di lakukan melalui DPRD. Petinggi partai akan menjadi aktor yg paling 'diuntungkan' dan memiliki keputusan kuat dalam proses tersebut," kata Haykal.
Prabowo Minta Kepala Daerah Kembali Dipilih DPRD
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto ingin adanya perubahan sistem politik dimana kepala daerah dipilih oleh DPRD. Menurutnya, dengan sistem ini bisa menghemat uang negara.
Hal ini disampaikan Prabowo Subianto saat pidato dalam HUT ke-60 Partai Golkar di Sentul Internasional Convention Center (SICC), Jawa Barat, Kamis malam (12/12/2024).
Turut hadir sejumlah ketua umum partai politik, termasuk Ketua DPR RI sekaligus Ketua DPPÂ PDIPÂ Puan Maharani.
"Ketua Umum Partai Golkar, salah satu partai besar, tadi menyampaikan perlu ada pemikiran memperbaiki sistem parpol. Apalagi ada Mbak Puan, kawan-kawan dari PDIP. Kawan-kawan partai-partai lain mari kita berpikir," kata Prabowo saat pidato.
Prabowo menilai, dengan sistem yang berjalan sekarang anggaran negara terkuras puluhan triliun.
"Apa sistem ini? Berapa puluh triliun habis dalam 1-2 hari, dari negara maupun dari tokoh-tokoh politik masing-masing, ya kan," ujar Prabowo.
Â
Advertisement
Beri Contoh Negara Lain
Prabowo mencontohkan Malaysia, Singapura, India yang lebih efisien memakai anggaran lantaran hanya memilih anggota DPRD. Sedangkan DPRD itu nantinya memilih calon kepala daerah.
"Sekali milih anggota DPRD, DPRD itulah yang milih gubernur milih bupati. Efisien, enggak keluar duit, efisien, kayak kita kaya," ucapnya.
Prabowo menilai, jika ini diterapkan di Indonesia, maka anggaran negara bisa untuk memberi makan anak-anak, memperbaiki sekolah, hingga irigasi.
Prabowo lantas mengajak para ketua umum partai politik memikirkan hal ini dan segera mengambil keputusan.
"Ini sebetulnya banyak ketua umum ini. Sebetulnya bisa kita putuskan malam ini juga, bagaimana?" ucapnya disambut riuh hadirin.
"Kalau saya, jangan terlalu dengarkan konsultan-konsultan asing. Sekali lagi saya tidak mau mengajak, kita anti orang asing, tidak, tapi belum tentu mereka mikirin kita kok," pungkasnya.
Â
Reporter: Alma Fikhasari/Merdeka.com